Sabtu, 19 April 2008

36. Pertentangan Yang Akan Segera Terjadi

Dari sejak awal pertentangan besar di surga, sudah menjadi tujuan Setan untuk membuangkan hukum Allah. Untuk mencapai tujuan inilah ia mengadakan pemberontakan melawan Pencipta. Dan walaupun ia sudah dibuang dari surga, ia meneruskan perjuangannya di dunia ini. Menipu manusia, dengan demikian menuntun mereka melanggar hukum Allah, adalah tujuan yang tetap diusahakannya. Apakah ini dicapai dengan mengesampingkan seluruh hukum itu sekaligus atau dengan menolak salah satu ajarannya, hasilnya sama saja. la yang "mengabaikan satu bagian" melanggar seluruh hukum itu; pengaruh dan teladannya ada pada pelang­garan, ia "bersalah terhadap seluruhnya." (Yakobus 2:10).
Dalam upayanya untuk menghinakan hukum Ilahi, Setan telah me­mutarbalikkan doktrin-doktrin Alkitab, dengan demikian kesalahan-kesa­lahan telah dimasukkan ke dalam iman ribuan orang yang mengaku per­caya pada Alkitab. Pertentangan terakhir antara kebenaran dan kepalsuan adalah perjuangan terakhir pertentangan yang sudah berlangsung lama mengenai hukum Allah. Peperangan yang sedang kita masuki ini ialah pepe­rangan antara hukum-hukum manusia dan ajaran-ajaran TUHAN, antara aga­ma Alkitab dengan agama dongeng dan tradisi.
Agen-agen yang akan bersatu melawan kebenaran dan keadilan dalam perjuangan ini sekarang sedang giat bekerja. Firman Allah yang kudus, yang telah diturunkan kepada kita melalui penderitaan dan darah, hampir tidak dihargai. Alkitab dapat dijangkau oleh semua orang, tetapi hanya se­dikit orang yang menerimanya sebagai penuntun hidup. Kefasikan mera­jalela sampai ke batas yang mengkhawatirkan, bukan saja di dunia, tetapi juga di dalam gereja. Banyak yang menyangkal doktrin-doktrin yang men­jadi tiang-tiang kepercayaan Kristen. Fakta-fakta besar mengenai penciptaan, sebagaimana yang dinyatakan oleh penulis-penulis yang diilhami, kejatuhan manusia, penyucian, dan keabadian hukum Allah, secara praktis ditolak, baik secara keseluruhan maupun sebagian, oleh sebagian besar yang meng­aku sebagai Kristen. Ribuan orang yang menyombongkan diri atas hikmat dan kebebasan mereka, menganggapnya sebagai kelemahan untuk mena­ruh keyakinan sepenuhnya kepada Alkitab. Mereka pikir itu sebagai bukti talenta dan pengetahuan yang tertinggi bilamana mereka mengecam Alkitab, dan menyangkal kebenarannya yang paling penting. Banyak pendeta-pen­deta yang mengajar orang-orangnya, dan banyak guru besar dan ' guru-guru mengajar mahasiswa-mahasiswa mereka, bahwa hukum Allah telah diubah atau dihapuskan, dan mereka yang menganggap tuntutannya masih berla­ku, dan harus dituruti sebagaimana yang tertulis, dianggap sebagai orang yang layak mendapat ejekan dan hinaan.
Dengan menolak kebenaran, manusia menolak Penciptanya. Dengan menginjak-injak hukum Allah, berarti mereka menyangkal otoritas Pemberi Hukum itu. Sama mudahnya membuat berhala dari doktrin-doktrin dan teori-teori palsu dengan membentuk suatu berhala dari kayu atau batu. De­ngan menyalahtafsitkan sifat-sifat Allah, Setan menuntun manusia untuk melihat Allah dalam suatu tabiat palsu. Bagi banyak orang, suatu berhala falsafah dijadikan menggantikan tempat TUHAN, sementara Allah yang hi­dup, sebagaimana la dinyatakan dalam firman-Nya di dalam Kristus dan di dalam pekerjaan penciptaan, hanya disembah sedikit orang. Ribuan orang mendewakan alam, sementara mereka menolak Allah alam itu. Meskipun dalam bentuk yang berbeda, penyembahan berhala terjadi dalam dunia Kristen dewasa ini sama seperti yang terjadi di antara bangsa Israel kuno pada zaman Nabi Elia. Ilah banyak orang yang mengaku orang bijaksana, para ahli filsafat, penyair, politikus, wartawan,—ilah para bangsawan, pergu­ruan tinggi dan universitas, bahkan beberapa institusi teologia—sedikit le­bih baik dari Baal, dewa matahari Fenisia.
Tidak ada kesalahan yang diterima oleh dunia Kristen yang menyerang otoritas Surga dengan lebih berani, tidak ada yang lebih langsung melawan akal pikiran, dan tidak ada yang lebih berakibat merusak, daripada doktrin modern, yang dengan pesatnya mendapat tempat berpijak, yang mengata­kan bahwa hukum Allah tidak lagi berlaku bagi manusia. Setiap bangsa mempunyai hukum-hukum yang menuntut penghormatan atau penurutan. Tidak ada pemerintahan tanpa hukum. Dan dapatkah dibayangkan bahwa Pencipta langit dan bumi tidak mempunyai hukum untuk mengatur makh­luk-makhluk yang telah diciptakan-Nya? Seandainya menteri-menteri yang terkemuka mengatakan secara terbuka bahwa undang-undang dan hukum yang mengatur negeri mereka dan yang melindungi hak-hak warga negara­nya tidak merupakan suatu yang wajib dipatuhi—karena undang-undang itu membatasi kebebasan rakyat, maka tidak perlu harus dituruti; berapa lamakah orang seperti itu dapat diterima berbicara di atas podium? Tetapi apakah lebih parah pelanggaran mengabaikan hukum-hukum negara dan bangsa daripada menginjak-injak perintah-perintah Ilahi yang menjadi da­sar semua pemerintahan?
Adalah jauh lebih sesuai bagi bangsa-bangsa untuk menghapuskan un­dang-undangnya, dan mengizinkan rakyatnya berbuat sesuka hatinya dari­pada Penguasa alam semesta menghapuskan hukum-Nya, dan membiar­kan dunia ini tanpa standar untuk mempersalahkan yang salah atau mem­benarkan yang menurut. Tahukah kita akibat dari meniadakan hukum Allah? Sudah dilakukan percobaan. Mengerikan kejadian yang berlaku di Perancis pada waktu ateisme berkuasa. Waktu itu ditunjukkan kepada dunia bahwa menghilangkan batasan-batasan yang telah diberikan Allah berarti meneri­ma pemerintahan yang paling kejam dan paling lalim. Bilamana standar atau ukuran kebenaran dikesampingkan, maka jalan terbuka bagi raja keja­hatan untuk mendirikan kekuasaannya di dunia ini.
Di mana saja perintah-perintah Ilahi ditolak, maka dosa tidak lagi tampak sebagai dosa dan kebenaran tidak lagi diinginkan. Mereka yang menolak untuk tunduk kepada pemerintahan Allah, sama sekali tidak pantas untuk memerintah diri mereka sendiri. Melalui ajaran-ajaran mereka yang berba­haya, roh tidak mau patuh telah ditanamkan dalam hati anak-anak dan orang muda yang secara alami tidak suka pengendalian. Dan akibatnya terjadilah suatu keadaan masyarakat yang tidak mematuhi hukum dan yang tidak bermoral. Sementara mencemoohkan keyakinan mereka yang menuruti tun­tutan Allah, orang banyak itu dengan penuh hasrat menerima penipuan Setan. Mereka menyerahkan kendali kepada hawa nafsu, dan melakukan dosa­-dosa yang menyebabkan diturunkannya hukuman ke atas orang-orang kafir.
Mereka yang mengajar orang untuk menganggap, enteng perintah-pe­rintah Allah, menabur ketidaktaatan, menuai ketidaktaatan. Sekiranya pem­batasan-pembatasan yang dilakukan oleh hukum Ilahi dikesampingkan sama sekali, maka hukum-hukum manusia pun akan segera diabaikan. Oleh ka­rena Allah melarang perbuatan-perbuatan yang tidak jujur, ketamakan, dusta dan penipuan, manusia bersedia menginjak-injak hukum-hukum-Nya itu yang menjadi penghalang kepada kemakmuran duniawi mereka; tetapi aki­bat dari menghilangkan larangan-larangan itu adalah sesuatu yang tidak mereka perhitungkan. Jikalau hukum itu tidak berlaku lagi atau tidak lagi mengikat, mengapa harus takut melanggarnya? Harta tidak lagi aman. Orang-orang akan mengambil milik tetangga dengan kekerasan; dan orang paling kuat akan menjadi orang yang paling kaya. Kehidupan itu sendiri ti­dak lagi dihormati. Sumpah perkawinan tidak lagi berdiri sebagai benteng yang melindungi keluarga. la yang kuat, kalau ia mau, akan mengambil istri tetangga dengan kekerasan. Hukum yang kelima akan dikesamping­kan bersama-sama dengan hukum yang keenam. Anak-anak tidak lagi takut membunuh orang tua mereka, kalau dengan berbuat demikian mereka bo­leh mencapai keinginan hatinya yang bejat. Dunia yang beradab akan men­jadi kelompok-kelompok para perampok dan pembunuh. Dan damai, kete­nangan dan kebahagiaan akan lenyap dari dunia ini.
Doktrin yang mengatakan bahwa manusia dibebaskan dari penurutan kepada tuntutan Allah telah melemahkan kuasa tanggung jawab moral, dan membuka pintu banjir kejahatan di dunia ini. Pelanggaran hukum, pemborosan dan korupsi sedang melanda kita bagaikan gelombang pasang yang menyapu. Setan juga bekerja di dalam keluarga. Benderanya dikibarkan, bahkan di rumah tangga yang mengaku rumah tangga Kristen. Di sana ter­dapat iri hati, prasangka buruk, kemunafikan, kerenggangan hubungan, persaingan, perselisihan, pengkhianatan terhadap tugas-tugas suci, peman­jaan hawa nafsu. Seluruh sistem prinsip dan doktrin keagamaan, yang ha­rus membentuk dasar dan kerangka kehidupan sosial, tampak goyah dan siap untuk jatuh dan hancur berantakan. Para penjahat yang paling menjijik­kan, bilamana dijebloskan ke dalam penjara oleh karena pelanggaran-pe­langgaran mereka, sering dijadikan penerima hadiah dan perhatian, seolah­-olah mereka telah mencapai sesuatu prestasi istimewa. Sifat dan kejahatan mereka dipublikasikan secara luas. Pers menyiarkan secara rinci kejahatan itu, sehingga memberikan pengetahuan baru bagi orang lain untuk melaku­kan penipuan, perampokan dan pembunuhan. Dan Setan bersukaria atas keberhasilan rencana jahatnya itu. Kesenangan berbuat jahat, pembunuhan kejam, semakin meningkatnya sifat tidak bertarak dan kejahatan dari setiap bagian dan tingkatan, harus membangunkan semua orang yang takut kepa­da Allah, dan menanyakan apa yang bisa dilakukan untuk menghentikan gelombang pasang kejahatan itu.
Para hakim pengadilan tidak jujur lagi. Para penguasa digerakkan oleh keinginan untuk memperoleh keuntungan dan cinta akan kesenangan hawa nafsu. Sifat tidak mengendalikan diri telah menggelapkan keadaan banyak orang, sehingga Setan telah hampir mengendalikan mereka seluruhnya. Para juri digoda, disogok dan ditipu. Kemabukan, pesta-pora, kedengkian, sega­la jenis ketidakjujuran, dinyatakan diantara mereka yang menjalankan un­dang-undang "Hukum telah terdesak ke belakang, dan keadilan berdiri jauh­-jauh, sebab kebenaran terserandung di tempat umum dan ketulusan ditolak orang." (Yesaya 59:14).
Kejahatan dan kegelapan rohani yang merajalela di bawah kebesaran Roma adalah akibat yang tidak dapat dihindarkan dari penindasannya atas Alkitab, tetapi di manakah ditemukan penyebab dari kefasikan yang mera­jalela, penolakan hukum Allah, dan kebejatan serta korup, di bawah sinar terang Injil dalam suatu zaman kebebasan beragama? Sekarang Setan tidak lagi bisa menguasai dunia ini di bawah pengendaliannya oleh menahan Alkitab, sehingga mengupayakan cara lain untuk mencapai tujuannya yang sama. Merusakkan kepercayaan kepada Alkitab adalah sama dengan merusakkan Alkitab itu sendiri untuk mencapai tujuannya. Dengan memper­kenalkan ajaran bahwa hukum Allah tidak lagi mengikat atau berlaku, ia dengan berhasil menuntun manusia melanggar seolah-olah mereka sama sekali tidak mengetahui hukum-hukum atau perintah-perintah itu. Dan se­karang, sebagaimana pada zaman-zaman sebelumnya, ia bekerja melalui gereja untuk melanjutkan rencananya. Organisasi agama sekarang ini telah menolak mendengarkan kebenaran yang tidak populer, yang dengan jelas dinyatakan di dalam Alkitab, dan dalam memerangi kebenaran itu mereka telah mengikuti penafsiran-penafsirannya sendiri dan mengambil pendirian yang menyebarkan bibit-bibit keragu-raguan. Dengan bergantung kepa­da kesalahan kepausan mengenai kekekalan alamiah dan kesadaran manusia di dalam kematian, mereka telah menolak satu-satunya pertahanan melawan penipuan Spiritualisme. Doktrin penyiksaan kekal telah menyebabkan orang banyak tidak mempercayai Alkitab. Dan sementara tuntutan hukum keem­pat diminta dengan sangat dari manusia, didapati bahwa pemeliharaan Sabat hari ketujuh itu disukai; dan sebagai satu-satunya jalan untuk membebas­kan mereka dari kewajiban yang mereka tidak mau melakukannya, banyak guru populer menyatakan bahwa hukum Allah tidak lagi mengikat. De­ngan demikian mereka membuangkan hukum dan Sabat sekaligus. Semen­tara reformasi hari Sabat meluas, penolakan hukum Ilahi ini untuk meng­hindarkan tuntutan hukum keempat itu akan melanda hampir seluruh du­nia. Pengajaran para pemimpin agama telah membuka pintu kepada kefa­sikan, kepada spiritsme, dan kepada penghinaan kepada hukum Allah. Dan kepada para pemimpin ini terletak tanggung jawab yang menakutkan atas kejahatan yang terjadi di dunia Kristen.
Namun golongan ini mengemukakan pernyataan bahwa korup yang cepat meluas sebagian besar disebabkan oleh pencemaran apa yang dinamakan "Sabat Kristen," dan bahwa pemaksaan pemeliharaan hari Minggu akan sangat memperbaiki moral masyarakat. Pernyataan ini terutama ditekan­kan di Amerika, di mana doktrin Sabat yang benar telah dikhotbahkan se­cara luas. Di sini pekerjaan pengendalian diri, salah satu pembaruan moral yang paling menonjol dan paling penting, sering digabungkan dengan gerakan hari Minggu, dan para pendukung gerakan itu sering menyatakan diri mereka sebagai yang bekerja memajukan kepentingan utama masyara­kat. Dan yang menolak bergabung dengan mereka dinyatakan sebagai musuh pengendalian diri atau pertarakan dan pembaruan. Tetapi kenyataan bahwa suatu gerakan untuk menetapkan kesalahan dihubungkan dengan suatu pe­kerjaan yang sifatnya baik, bukan suatu argumentasi demi kepentingan kesalahan itu. Kita boleh menyembunyikan racun oleh mencampurkannya ke dalam makanan yang lezat, tetapi tidak mengubah racun itu. Sebalik­nya, itu akan lebih berbahaya, karena cenderung dimakan tanpa disadari. Salah satu cara Setan ialah menggabungkan sedikit kebenaran ke dalam kepalsuan supaya lebih dapat diterima. Para pemimpin gerakan hari Ming­gu itu dapat melakukan pembaruan yang diperlukan oleh orang, prinsip­-prinsip yang selaras dengan Alkitab. Namun oleh karena ada dalamnya tuntutan yang bertentangan dengan hukum Allah, hamba-hamba-Nya ti­dak bisa bersatu dengan mereka. Tidak ada sesuatu apapun yang dapat membenarkan mereka dalam mengesampingkan perintah-perintah Allah hanya demi perintah-perintah manusia. Melalui dua kesalahan besar, — keke­kalan jiwa dan kekudusan hari Minggu, — Setan membuat orang-orang tak­luk di bawah penipuannya. Sementara yang pertama meletakkan dasar Spi­ritisme, yang terakhir menciptakan ikatan simpati dengan, Roma, Protestan Amerika Serikat akan menjadi yang terkemuka mengulurkan tangan me­lintasi jurang pemisah untuk menggenggam tangan Spiritisme. Mereka akan menjangkau melintasi lobang yang tak terhingga dalamnya untuk berjabat tangan dengan penguasa Roma; dan di bawah persekutuan tiga serangkai ini, negara ini akan mengikuti jejak Roma menginjak-injak hak-hak hati nurani.
Sementara Spiritisme semakin mirip meniru Kekristenan yang sekadar nama saja pads zaman ini, ia memiliki kuasa yang lebih besar untuk menye­satkan. Setan sendiri diubah menurut cara-cara modern. la akan tampak de­ngan tabiat seorang malaikat terang. Melalui agen-agen Spiritisme, diada­kanlah mukjizat-mukjizat, orang sakit disembuhkan, dan banyak keajaiban yang tidak bisa disangkal akan diadakan. Dan sementara roh-roh itu mengaku percaya kepada Alkitab, dan menunjukkan penghormatan kepada institusi gereja, pekerjaan mereka akan diterima sebagai penyataan kuasa Ilahi.
Garis perbedaan antara orang yang mengaku Kristen dan orang fasik sekarang sukar ditentukan. Anggota-anggota jemaat mengasihi apa yang dikasihi dunia ini, dan siap sedia bergabung dengan mereka. Dan Setan berketetapan untuk mempersatukan mereka di dalam satu badan, dan de­ngan demikian memperkuat kepentingannya oleh memasukkan semua ke dalam barisan Spiritisme. Para pengikut paus, yang menyombongkan mukjizat sebagai suatu tanda tertentu dari gereja yang benar, akan mudah tertipu oleh kuasa yang mengadakan keajaiban ini, dan Protestan, yang sudah membuangkan perisai kebenaran, juga akan tertipu. Para pengikut Paus, Protestan dan para pencinta keduniawian akan sama-sama meneri­ma bentuk kesalehan dan peribadatan tanpa kuasa, dan mereka akan melihat di dalam persatuan ini suatu gerakan besar bagi pertobatan dunia, dan menyambut millenium yang sudah lama diharapkan itu.
Melalui Spiritisme, Setan tampak seperti pemberi berkat kepada umat manusia, menyembuhkan penyakit manusia itu, dan mengaku akan mem­berikan suatu sistem kepercayaan agama yang baru dan yang lebih tinggi, tetapi pada waktu yang sama ia bertindak sebagai perusak. Pencobaannya menuntun orang banyak kepada, kehancuran. Sifat tidak bisa mengendali­kan diri merendahkan pertimbangan, pemanjaan hawa nafsu, menimbul­kan perselisihan dan pertumpahan darah. Setan menyenangi peperangan, karena peperangan menimbulkan perasaan-perasaan paling buruk dalam jiwa, dan kemudian menggiring kepada kebinasaan korban-korbannya yang telah berlumuran kejahatan dan darah. Tujuannya adalah menghasut bang­sa-bangsa untuk berperang satu sama lain, karena dengan demikian ia da­pat mengalihkan pikiran manusia untuk persiapan berdiri pada hari Allah. Setan bekerja melalui unsur-unsur alam untuk mengumpulkan tuaiannya, yaitu jiwa jiwa yang tidak bersedia.la telah mempelari rahasia laboratorium-laboratorium alam, dan ia menggunakan seluruh kekuatannya untuk mengendalikan unsur-unsur alam itu sejauh yang diizinkan Allah. Waktu ia diizinkan menyiksa Ayub, betapa cepatnya kawanan kambing domba dan ternaknya, hamba-hambanya, rumah-rumahnya, anak-anaknya disapu bersih, suatu musibah menyusul musibah yang lainnya dalam sekejap saja. Allahlah yang melindungi makhluk ciptaan-Nya, dan memagarinya dari kuasa perusak itu. Tetapi dunia Kristen telah menunjukkan penghinaan kepada hukum Tuhan, dan Tuhan akan melakukan apa yang telah dinyata­kan-Nya untuk dilakukan,—Ia akan menarik berkat-berkat-Nya dari dunia ini, dan mengangkat perlindungan-Nya dari mereka yang memberontak terhadap hukum-Nya, dan yang mengajar dan memaksa orang-orang lain untuk berbuat yang sama. Setan mengendalikan semua orang yang tidak dilindungi Allah secara khusus. Sebagian dibuatnya senang dan diberinya kemakmuran agar dapat melanjutkan rencana-rencananya, dan ia akan mendatangkan kesusahan kepada yang lain-lain, dan menuntun orang un­tuk mempercayai bahwa Allahlah yang membuat mereka menderita.
Sementara ia tampak kepada anak-anak manusia sebagai seorang tabib besar yang dapat menyembuhkan semua penyakit mereka, ia akan menda­tangkan penyakit dan bencana, hingga kota-kota yang padat penduduknya menjadi hancur dan sepi. Bahkan sekarang pun ia bekerja. Dalam kecelakaan dan bencana baik di darat maupun di laut, dalam musibah kebakaran besar, dalam topan yang dahsyat dan badai yang ganas, angin ribut, banjir, angin puyuh, gelombang pasang, gempa bumi, di berbagai tempat dan dalam ribuan bentuk, Setan menjalankan kuasanya. Ia menyapu bersih tuaian yang sudah masak, sehingga kelaparan dan kesusahan pun menyusul. Ia mencemari udara sehingga ribuan orang binasa karena wabah. Bencana­-bencana ini akan semakin sering terjadi dan semakin berat. Kehancuran akan terjadi baik bagi manusia maupun binatang. "Bumi berkabung dan layu, ya, dunia merana, dan layu, langit dan bumi merana bersama. Bumi cemar karena penduduknya, sebab mereka melanggar undang-undang, mengubah ketetapan dan mengingkari perjanjian abadi." (Yesaya 24:4, 5).
Kemudian penipu besar itu akan meyakinkan manusia bahwa mereka yang melayani Allahlah yang menjadi penyebab semua bencana itu. Go­longan yang telah membangkitkan murka Surga akan menuduhkan semua kesusahan mereka itu kepada mereka yang penurutannya kepada perintah­-perintah Allah merupakan teguran abadi kepada para pelanggar. Akan di­nyatakan bahwa manusia sedang menentang Allah oleh pelanggaran sabat hari Minggu, di mana dosa ini telah mendatangkan bencana yang tidak akan berhenti sampai pemeliharaan hari Minggu telah dipaksakan dengan tegas; dan bahwa mereka yang menyatakan tuntutan hukum yang keempat itu, dengan demikian merusakkan penghormatan kepada hari Minggu, adalah perusuh-perusuh manusia yang mencegah pemulihan perkenanan Ilahi dan kemakmuran duniawi. Dengan demikian tuduhan yang dilancarkan dahulu kala kepada umat Allah akan berulang kembali, dan atas dasar yang sama ditetapkan dengan baik: "Segera sesudah Ahab. melihat Elia, ia berkata ke­padanya, 'Engkaukah itu yang mencelakakan Israel?' Jawab Elia kepada­nya, 'Bukan aku yang mencelakakan Israel, melainkan engkau ini dan kaum keluargamu, sebab kamu telah meninggalkan perintah-perintah Tuhan dan engkau ini telah mengikuti para Baal."' (1 Raja 18:17, 18). Sementara ke­marahan orang-orang dibangkitkan oleh tuduhan-tuduhan palsu, mereka akan terus memperlakukan duta-duta Allah sangat mirip dengan apa yang dilakukan oleh Israel murtad terhadap Elia.
Kuasa yang mengadakan mukjizat yang dinyatakan melalui Spiritisme akan menggunakan pengaruhnya untuk melawan mereka yang memilih menurut kepada Allah daripada kepada manusia. Komunikasi dengan roh­-roh akan menyatakan bahwa Allah telah mengirim mereka untuk meyakin­kan para penolak hari Minggu mengenai kesalahan mereka, memastikan bahwa hukum-hukum negeri itu harus dipatuhi sebagai hukum Allah. Me­reka akan meratapi kejahatan besar di dunia ini, dan mendukung kesaksian guru-guru agama, bahwa kemerosotan moral adalah disebabkan oleh penajisan hari Minggu. Besarlah kemarahan yang dibangkitkan terhadap semua yang menolak menerima kesaksian mereka.
Kebijakan Setan dalam pertentangan terakhir dengan umat Allah ada­lah sama dengan yang digunakannya dalam permulaan pertentangan besar itu di surga. Ia mengaku berusaha untuk meningkatkan kestabilan pemerin­tahan Ilahi, sementara secara diam-diam mengerahkan seluruh usaha un­tuk menggulingkannya. Dan pekerjaan yang dikerjakannya itu dituduhkan­nya kepada malaikat-malaikat yang setia. Kebijakan penipuan yang sama telah nyata dalam sejarah Gereja Roma. la telah mengaku bertindak selaku wakil Surga, sementara berusaha meninggikan dirinya mengatasi Allah dan mengubah hukum-Nya. Di bawah pemerintahan Roma mereka yang men­derita kematian demi kesetiaan mereka kepada Injil telah dinyatakan seba­gai pejaku-pelaku kejahatan; mereka telah dinyatakan sebagai yang ber­sekutu dengan Setan. Dan setiap sarana yang mungkin telah diigunakan untuk menutupi mereka dengan celaan, untuk membuat mereka kelihatan sebagai penjahat-penjahat yang paling keji di mata orang banyak, bahkan bagi mereka sendiri. Demikianlah juga halnya sekarang ini. Sementara Setan berusaha membinasakan mereka yang menghormati hukum Allah, ia akan membuat mereka dituduh sebagai pelanggar-pelanggar hukum, sebagai orang-orang yang menghina Allah, dan yang mendatangkan pehukuman ke atas dunia ini.
Allah tidak pernah memaksa kemauan atau hati nurani, tetapi usaha Setan yang tetap untuk mengendalikan mereka yang tidak dapat dibujuk­nya—adalah pemaksaan melalui kekejaman. Melalui ketakutan atau pe­maksaan ia berusaha untuk memerintah hati nurani, dan memperoleh peng­hormatan bagi dirinya sendiri. Untuk mencapai ini, ia bekerja melalui otoritas, keagamaan dan pemerintahan, menggerakkan mereka untuk memaksakan hukum-hukum manusia menentang hukum Allah.
Mereka yang menghormati Sabat Alkitab akan dinyatakan sebagai musuh-musuh hukum dan ketertiban, sebagai yang merusakkan batasan-­batasan moral masyarakat, yang menyebabkan anarki dan korup, dan yang mendatangkan hukuman atas dunia ini. Penurutan mereka yang rela akan dinyatakan sebagai sifat keras kepala, kedegilan dan penghinaan kepada penguasa. Mereka akan dituduh tidak suka kepada pemerintah. Para pen­deta yang menolak kewajiban hukum Ilahi akan menyampaikan dari mimbar tanggung jawab untuk mentaati kekuasaan sipil sebagai yang ditetapkan oleh Allah. Di gedung-gedung legislatif dan ruang-ruang pengadilan, para pemelihara hukum akan disalahgambarkan dan dihukum. Kata-kata mere­ka akan diberi warna corak kepalsuan, dan motif-motif mereka akan diartikan sebagai yang paling buruk.
Sementara gereja-gereja Protestan menolak argumen-argumen yang jelas dan yang berdasarkan Alkitab dalam mempertahankan hukum Allah, me­reka akan rindu untuk mendiamkan mereka yang imannya tidak bisa mere­ka jatuhkan dengan Alkitab. Meskipun mereka membutakan mata mereka terhadap kenyataan, mereka sekarang mengambil suatu pendirian yang menuntun kepada penganiayaan mereka, yang dengan sadar menolak me­lakukan apa yang dilakukan oleh dunia Kristen yang lain, dan mengakui tuntutan sabat kepausan.
Para pejabat tinggi gereja dan negara akan bersatu untuk menyogok, membujuk, atau memaksa semua golongan untuk menghormati hari Ming­gu. Kekurangan otoritas Ilahi akan dipenuhi oleh undang-undang penindas­an. Kejahatan politik menghancurkan cinta kepada keadilan dan penghor­matan kepada kebenaran. Bahkan di Amerika yang bebas, para penguasa dan para pembuat undang-undang, untuk mendapatkan perkenanan umum, akan tunduk kepada kebutuhan populer akan suatu undang-undang yang memaksakan pemeliharaan hari Minggu. Kebebasan hati nurani, yang te­lah menelan begitu banyak korban, tidak lagi akan dihargai. Dalam pertentangan yang akan terjadi itu kita akan melihat apa yang dilukiskan dalam kata-kata nabi, "Maka marahlah naga itu kepada perempuan itu, lalu pergi memerangi keturunannya yang lain, yang menuruti hukum-hukum Allah dan memiliki kesaksian Yesus." (Wahyu 12:17).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar