Sabtu, 31 Mei 2008

10.Kemajuan Pembaruan di Jerman

Menghilangnya Luther secara misterius menimbulkan kegemparan di seluruh Jerman. Di mana-mana terdengar orang bertanya-tanya mengenai dia. Desas-desus liar tersiar dan banyak orang percaya bahwa ia telah dibunuh.

Ada perkabungan besar, bukan saja sahabat-sahabatnya yang setia, tetapi juga pada ribuan orang yang belum secara terbuka menyatakan pendiriannya di pihak Reformasi. Banyak dari mereka bersumpah untuk membalas kematiannya.

Pemimpin-pemimpin Romawi melihat dengan ngeri rasa dendam timbul terhadap mereka. Walaupun pada mulanya gembira atas kemungkinan kematian Luther, mereka ingin segera menghindar dari amukan kemurkaan masyarakat. Musuh-musuh Reformasi belum pernah begitu ketakutan meski oleh tindakan Luther yang paling berani semetara ia masih bersama mereka, seperti yang mereka alami waktu ia tidak ada lagi. Mereka yang dengan marahnya telah mencoba membinasakan Reformis yang tangguh sekarang dipenuhi ketakutan, sehingga mereka telah menjadi tawanan yang tidak berdaya. “Satu-satunya cara yang masih ada untuk menyelamatkan diri kita." kata salah seorang, "ialah menyalakan obor, dan mencari Luther ke seluruh pelosok dunia, dan mengembalikannya kepada bangsa yang membutuhkannya." D’Aubigne, b. 9, psl. 1. Perintah kaisar tampaknya tidak berkuasa. Utusan-utusan kepausan telah dipenuhi dengan kemarahan karena melihat mereka kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan nasib Luther.

Berita-berita yang mengatakan bahwa Luther selamat, walaupun seba­gai seorang tahanan, menenangkan ketakutan orang-orang. Sementara hal itu masih membangkitkan semangat mereka selanjutnya. Tulisan-tulisan­nya dibaca dengan keinginan yang lebih besar daripada sebelumnya. Sema­kin bertambahnya jumlah orang yang menggabungkan diri pada orang per­kasa ini, yang telah mempertahankan firman Allah pada masa-masa yang sukar dan menakutkan. Reformasi terus semakin bertambah kuat. Bibit yang telah ditaburkan Luther bertumbuh di mana-mana. Ketidakhadirannya men­capai suatu kemajuan pekerjaan yang tidak mungkin dicapai dengan keha­dirannya. Pekerja-pekerja lain sekarang merasakan suatu tanggung jawab baru, karena pemimpin besar mereka disingkirkan. Dengan keyakinan dan kesungguh-sungguhan baru mereka terus maju bekerja dengan segenap kuasa, agar pekerjaan yang telah dimulai dengan baik ini tidak terhalang.

Tetapi Setan tidak tinggal berpangku tangan. Sekarang ia mencoba apa yang ia telah upayakan di dalam setiap gerakan pembaruan, menipu dan membinasakan orang-orang dengan cara licik, menawarkan kepada mere­ka kepalsuan sebagai ganti pekerjaan yang benar. Sebagaimana ada Kristus palsu pada abad pertama gereja Kristen, demikian juga muncul nabi-nabi palsu pada abad keenam belas.
Beberapa orang, yang begitu terpengaruh dengan kejadian-kejadian yang terjadi di dunia keagamaan membayangkan dirinya telah menerima wahyu khusus dari surga, dan mengatakan telah diutus oleh Allah untuk melaksa­nakan penyelesaian Pembaruan, yang mereka katakan, telah dimulai Luther dengan lemah. Sebenarnya mereka menghancurkan pekerjaan yang telah dicapai oleh Luther. Mereka menolak prinsip yang menjadi dasar pemba­ruan bahwa firman Allah adalah cukup menjadi patokan iman dan perbuat­an. Dan untuk penuntun yang tidak bisa salah ini mereka menggantinya
dengan standar yang bisa berubah dan yang tidak tentu, menurut perasaan dan pemikiran mereka. Dengan tindakan mengesampingkan penunjuk ke­salahan dan kepalsuan itu, jalan telah terbuka bagi Setan untuk mengenda­likan pikiran manusia sesuka hatinya.

Salah seorang dari nabi-nabi itu mengatakan bahwa ia telah diperin­tahkan oleh malaikat Gabriel. Seorang mahasiswa yang bersatu dengan dia meninggalkan studinya, mengatakan bahwa Allah sendiri telah menganuge­rahkan kebijaksanaan kepadanya untuk menjelaskan firman-Nya. Orang-­orang lain yang biasanya cenderung kepada kefanatikan bersatu dengan mereka. Tindakan orang-orang yang antusias ini menimbulkan kegemparan yang tidak sedikit. Khotbah Luther telah membangkitkan banyak orang di mana-mana untuk merasakan perlunya pembaruan. Dan sekarang orang­-orang yang besar-benar jujur tertipu oleh kemunafikan nabi-nabi baru ini.
Para pemimpin pergerakan ini pergi ke Wittenberg dan mengatakan pernyataan mereka kepada Melanchthon dan teman-teman sekerjanya. Mereka berkata, "Kami diutus oleh Allah untuk mengajar umat. Kami te­lah mengadakan percakapan langsung dengan Tuhan, kami tahu apa yang akan terjadi. Dengan kata lain kami adalah rasul-rasul dan nabi-nabi yang membujuk Dr.Luther."-D‘Aubigne, b. 9, psl. 7.
Para Reformis itu terkejut dan bingung. Ini adalah satu unsur yang be­lum pernah mereka temui sebelumnya, dan mereka tidak tahu arah mana yang harus ditempuh. Kata Melanchthon, "Memang ada roh-roh luar biasa pada orang-orang ini, tetapi roh yang mana? .... Pada satu pihak, marilah kita berhati-hati supaya tidak memadamkan Roh Allah, sementara di pihak lain, supaya jangan tersesat oleh roh Setan." D’Aubigne, b. 9, psl. 7.
Buah dari pengajaran baru ini segera nyata. Orang-orang dituntun un­tuk mengabaikan Alkitab, atau sama sekali menyingkirkannya. Sekolah­-sekolah jatuh dalam kebingungan. Para mahasiswa menolak pembatasan, meninggalkan pelajaran mereka dan menarik diri dari universitas. Orang-­orang yang berpikir mereka berkompeten untuk menghidupkan dan mengen­dalikan pekerjaan Pembaruan, hanya berhasil membawanya ke tepi jurang kehancuran. Para penganut Romanisme sekarang memperoleh rasa percaya diri kembali, dan berseru dengan sukaria, "Satu lagi perjuangan terakhir, maka seluruhnya akan menjadi milik kita." Ibid.
Luther yang berada di Wartburg, setelah mendengar apa yang terjadi, 'berkata dengan penuh perhatian, "Saya selalu mengharapkan bahwa Setan ~akan mengirimkan bencana ini kepada kita." Ibid. Ia mengetahui tabiat yang sebenarnya dari nabi-nabi palsu tersebut, dan melihat bahaya yang mengancam kepentingan kebenaran. Perlawanan paus dan kaisar tidak me­yebabkan ia begitu bingung dan susah seperti yang dia alami sekarang.
Dari orang-orang yang mengaku sahabat-sahabat Reformasi telah muncul musuh-musuh yang paling ganas. Kebenaran itu sendiri, yang telah memberikan sukacita dan penghiburan yang besar kepadanya, sekarang digunakan untuk menimbulkan pertengkaran dan mengadakan kebingungan di dalam -gereja.
Dalam pekerjaan Pembaruan, Luther telah didorong maju oleh Roh Allah, dan pekerjaan itu telah dilakukan melebihi kemampuannya sendiri. Ia ti­dak bermaksud mengambil posisi seperti yang ia lakukan, atau melakukan perubahan yang radikal. Ia telah menjadi alat di tangan Yang Mahakuasa.
'Namun ia sering gemetar melihat akibat dari pekerjaannya. Ia pernah berkata, "Jikalau saya tahu bahwa ajaran saya menyakiti seseorang, seorang saja pun, betapa pun rendahnya dan tidak terkenal yang tidak mungkin, karena itulah Injil itu sendiri, lebih baik saya mati sepuluh kali daripada tidak menariknya kembali." Ibid.

Dan sekarang Wittenberg sendiri, pusat pembaruan, jatuh dengan segera ke dalam kuasa kefanatikan dan pelanggaran hukum. Keadaan yang me­ngerikan ini tidak disebabkan oleh ajaran Luther, tetapi musuh-musuhnya di seluruh Jerman menuduhkan hal itu kepadanya. Dalam penderitaan b­atin, kadang-kadang ia bertanya, "Inikah akhir dari pekerjaan besar Refor­masi ini?" Ibid. Sekali lagi, sementara ia bergumul dengan Allah didalam doa, kedamaian mengalir ke dalam hatinya. "Ini bukanlah pekerjaanku, te­tapi pekerjaan-Mu," katanya, "Engkau tidak akan membiarkannya dilanda oleh ketakhyulan dan kefanatikan."

Tetapi pemikiran untuk tinggal lebih lama di luar pertentangan kemelut saat itu, tak dapat dipertahankan, sebab itu ia memutuskan untuk kembali ke Wittenberg.
Tanpa bertangguh ia mulai mengadakan perjalanan yang berbahaya. Ia berada dalam larangan meninggalkan kekaisaran. Musuh-musuhnya bebas membunuhnya; sahabat-sahabatnya dilarang untuk membantunya atau memberi perlindungan kepadanya. Pemerintah memberlakukan peraturan yang ketat terhadap para pengikutnya. Tetapi ia melihat bahwa pekerjaan Injil sedang terancam bahaya, dan dalam nama Tuhan ia pergi berperang tanpa takut demi kebenaran.

Dalam suratnya kepada penguasa Saxon, setelah menyatakan maksudnya untuk meninggalkan Wartburg, Luther berkata, "Kiranya yang mulia me­ngetahui bahwa saya pergi ke Wittenberg di bawah perlindungan yang le­bih tinggi dari para pangeran dan para penguasa. Saya tidak berpikir untuk memohon dukungan dan perlindungan yang mulia. Saya sendiri ingin me­lindungi yang mulia. Kalau saya tahu yang mulia dapat dan mau melin­dungi saya, saya sama sekali tidak mau pergi ke Wittenberg. Tak ada pedang yang dapat melanjutkan pekerjaan ini. Allah sendiri yang harus melakukan segalanya, tanpa pertolongan atau persetujuan manusia. Dia yang mempu­nyai iman yang paling besar ialah dia yang paling mampu melindungi."­D'Aubigne, b.9, psl. 8.

Dalam surat yang kedua, yang ditulis dalam perjalanan ke Wittenberg, Luther menambahkan, "Saya sudah siap untuk mendatangkan ketidak­senangan yang mulia dan kemarahan seluruh dunia. Bukankah penduduk Wittenberg adalah domba-dombaku? Bukankah Allah telah memperca­yakan mereka kepadaku? Dan bukankah saya harus, kalau perlu, menye­rahkan nyawaku demi mereka? Selain itu, Saya khawatir pecahnya pepe­rangan di Jerman, oleh mana Allah menghukum bangsa kita."-Ibid.

Dengan sangat hati-hati dan dengan rendah hati, Namun dengan ketetapan dan keteguhan, ia memasuki pekerjaannya. "Oleh Firman," katanya, "kita harus menggulingkan dan memusnahkan apa yang telah dibangun dengan kekerasan. Saya tidak akan menggunakan kekerasan melawan ketakhyulan dan ketidakpercayaan .... Tak seorang pun yang harus dipaksa. Kebebas­an adalah inti iman." Ibid.

Segera terjadi kegemparan di Wittenberg karena Luther telah kembali dan karena ia akan berkhotbah. Orang-orang berdatangan dari segala penjuru, dan gereja menjadi penuh sesak. Sementara ia menaiki mimbar, dengan bijaksana dan dengan lembut ia memberi instruksi, menasihati, mendo­rong dan menegur mereka. Menyinggung usaha beberapa orang untuk menghapuskan misa dengan kekerasan, ia berkata, "Misa adalah hal yang buruk, Allah menentang hal itu. Upacara itu harus dihapuskan. Dan saya mau agar diseluruh dunia upacara itu diganti dengan perjamuan kudus me­nurut Injil. Tetapi janganlah memaksa seseorang untuk meninggalkannya. Kita harus menyerahkan masalah itu ketangan Allah. Firman-Nyalah yang bertindak, bukan kita. Dan engkau mungkin bertanya mengapa demikian? Oleh karena saya tidak menggenggam hati manusia di dalam tanganku, " sebagaimana tukang periuk menggenggam tanah liat. Kita mempunyai hak berbicara, tetapi kita tidak mempunyai hak untuk bertindak. Marilah kita berkhotbah, selebihnya milik Allah. Sekiranya saya menggunakan paksaan apakah yang akan saya peroleh? Menyeringai, formalitas, peniruan, peraturan manusia dan kemunafikan .... Tetapi tidak akan ada kesungguhan hati, atau iman, atau kedermawanan. Di mana ketiga hal ini maka semua kurang, dan saya tidak merasa senang dengan keadaan itu .... Allah berbuat lebih banyak dengan firman-Nya sendiri dengan kekuatanmu, kekuatanku dan kekuatan seluruh dunia dipersatukan. Allah memegang hati kita; dan jikalau hati itu sudah dikuasai­Nya segala sesuatu sudah dimenangkan ....

Saya akan berkhotbah, berdiskusi dan menulis; tetapi saya tidak akan memaksa, karena iman adalah tindakan sukarela. Lihatlah apa yang saya sudah lakukan. Saya berdiri menentang paus, surat pengampunan dosa, dan pengikut kepausan, tetapi tanpa kekerasan dan keributan. Saya mengemukakan ­firman Allah. Saya berkhotbah dan menulis, inilah semua yang saya lakukan. Namun sementara saya tidur, . . . firman yang saya sudah khotbahkan menggulingkan kepausan, agar supaya baik pangeran maupun kaisar tidak melakukannya dengan banyak kerusakan dan bahaya. Namun saya tidak melakukan apa pun; Firman itu sendiri yang melakukannya. Ji­kalau saya mengimbau penggunaan kekerasan, barangkali seluruh Jerman sudah kebanjiran darah. Tetapi apa hasilnya? Kehancuran dan kebinasaan jiwa. Oleh sebab itu saya tetap diam, dan membiarkan firman itu menjalankan tugasnya di seluruh dunia." Ibid.
Hari demi hari, sepanjang minggu, Luther terus berkhotbah kepada orang banyak yang rindu mendengarkan. Firman Allah mematahkan kuasa kefanatikan. Kuasa Injil membawa orang, yang tersesat kembali kepada kebenaran.
Luther tidak berkeinginan untuk menghadapi orang-orang fanatik itu, dimana pekerjaan mereka telah menghasilkan kejahatan benar. Ia mengetahui mereka sebagai orang-orang Yang tidak mempunyai pertimbangan yang kuat dan sehat, dan penuh nafsu yang tidak berdisiplin, yang sementara mereka mengatakan mendapat terang khusus dari surga, tidak tahan mene­rima perbedaan sedikit pun, atau bahkan teguran atau nasiat yang paling lembut. Dengan mengaku mempunyai kekuasaan tertinggi, mereka menuntut setiap orang mengakuinya tanpa tedeng aling-aling. Tetapi ketika mereka memintanya untuk diwawancarai, Luther setuju untuk menemui mereka. Dan dia menelanjangi kemunafikan mereka dengan berhasil, se­hingga para penipu itu langsung meninggalkan Wittenberg.

Kefantikan dapat dikendalikan untuk sementara. Tetapi beberapa tahun kemudian kembali merebak dengan lebih keras dan dengan akibat yang mengerikan. Luther berkata mengenai para pemimpin pergerakan ini, "Kepada mereka Alkitab itu hanyalah sebuah suatu yang telah mati, dan mere­ka semua mulai berseru, `Roh itu !, Roh itu !' Tetapi yang pasti saya tidak akan mengikuti ke mana roh mereka itu memimpin mereka. Semoga rahmat Allah memeliharakan saya di dalam gereja yang tidak ada di dalamnya orang-orang lain kecuali orang-orang kudus. Saya rindu untuk tinggal ber­sama orang-orang yang rendah hati, hina, orang yang sakit, mereka yang mengetahui dan merasakan dosa-dosa mereka, dan mereka yang terus me­ngerang dan berseru kepada Allah dari lubuk hati yang dalam untuk memohon penghiburan dan pertolongan­" -Ibid, b. 10, psl. 10.

­Thomas Munzer, seorang fanatik yang paling giat, adalah seorang yang berkemampuan, yang jikalau diarahkan dengan benar, akan mampu mela­kukan hal-hal yang baik; tetapi ia belum mempelajari prinsip-prinsip uta­ma agama yang benar. Ia telah dikuasai oleh suatu keinginan untuk mem­barui dunia ini, tetapi lupa, sebagaimana pengikut-pengikut yang lain juga lupa, bahwa pembaharuan itu harus dimulai dulu dari dirinya sendiri." Ibid. Ia berambisi untuk mendapatkan kedudukan dan pengaruh, dan tidak mau menjadi orang kedua, biar kepada Luther sekalipun. Ia menyatakan bahwa para Pembaru dalam menggantikan wewenang paus kepada wewenang Alkitab, hanya untuk mendirikan kepausan bentuk lain. Ia sendiri, menurutnya, telah diutus Yang Ilahi untuk memperkenalkan pembaruan yang benar. "Ia yang memiliki Roh ini, “kata Munzer, "memiliki iman yang benar, walaupun ia tidak pernah me­lihat Alkitab itu dalam hidupnya.” Ibid.

Guru-guru kefanatikan memberikan dirinya dikuasai oleh perasaan, menganggap setiap perasaan dan dorongan hati sebagai suara Allah. Aki­batnya mereka bertindak keterlaluan. Sebagian bahkan membakar Alkitab dan berseru, "Surat itu membunuh, tetapi roh itu memberi kehidup­an.” Pengajaran Munzer menghimbau keinginan manusia kepada hal-hal yang mengagumkan, sementara itu menghargai kebanggaan mereka oleh menempatkan ide-ide dan pikiran manusia di atas firman Allah. Doktrin-doktrinnya telah diterima oleh beribu-ribu orang. Ia segera mencela semua aturan perbaktian umum, dan mengatakan bahwa mentaati para pangeran adalah mencoba berusaha untuk melayani Allah dan Belial.

Pikiran orang banyak sudah mulai membuangkan beban (kuk) kepaus­an, dan juga menjadi tidak sabar di bawah pembatasan-pembatasan kekua­saan pemerintah. Pengajaran revolusioner Munzer, yang menyatakan sanksi Ilahi, menuntun mereka melepaskan diri dari semua pengendalia­n, dan membiarkan dirinya diperintah oleh prasangka dan nafsu mereka sendiri. Tindakan penghasutan dan percekcokan yang paling mengerikan menyus­ul, dan bumi Jerman pun bermandikan darah.

Penderitaan jiwa yang sudah lama ditanggung Luther sebelum pengalaman di Erfurt, sekarang menekannya dengan kekuatan dua kali lipat pada waktu ia melihat akibat dari kefanatikan yang dituduhkan kepada Pembaharuan. Para pangeran pengikut kepausan memberikan pernyataan, dan banyak orang yang setuju dengan pernyataan itu bahwa pemberontakan itu adalah akibat logis dari doktrin-doktrin Luther. Meskipun tuduhan ini tidak berdasar sama sekali, tidak boleh tidak telah menyebabkan Pembaru itu mengalami kesusahan besar. Dengan demikian pekerjaan kebenaran dipermalukan oleh mensejajarkannya dengan fanatisme yang paling mendasar, yang tampaknya mele­bihi daripada yang dapat ditanggungnya.

Sebaliknya, pemimpin-pemimpin dalam ­pemberontakan itu membenci Luther, oleh karena bukan saja ia menentang doktrin-doktrin mereka dan menyangkal pernyataan mereka mengenai ilham Ilahi, tetapi juga ia telah menyatakan mereka sebagai menentang kekuasaan pemerintah. Sebagai balasannya mereka men­celanya sebagai orang yang berpura-pura, yang tidak bermoral.
Tampaknya banyak permusuhan yang ditujukan kepadanya, baik dari para pangeran maupun dari orang-orang.

Para pengikut Romanisme bergembira, berharap menyaksikan kejatuh­an segera Pembaruan. Dan mereka mempersalahkan Luther, bahkan untuk kesalahan-kesalahan yang ia sendiri sudah berusaha dengan sungguh-sung­guh untuk memperbaikinya. Golongan fanatik, yang dengan salah menga­takan telah diperlakukan dengan tidak adil, berhasil memperoleh simpati dari segolongan besar orang. Dan sebagaimana sering terjadi dengan orarng-­orang yang memilih pihak yang salah, mereka mau dianggap sebagai para syuhada. Dengan demikian, mereka yang telah mengerahkan segenap tenaga untuk menentang Reformasi telah dikasihani dan disanjung sebagai kor­ban-korban kekejaman dan penindasan. Ini adalah pekerjaan Setan, yang didorong oleh roh pemberontakan yang sama, yang pertama-tama ditunjuk­kan di surga.

Setan terus-menerus berusaha menipu manusia, dan menuntun mereka untuk mengatakan dosa itu kebenaran, dan kebenaran itu dosa. Betapa peker­jaannya ini sudah berhasil! Betapa sering celaan dan teguran ditujukan ke­pada hamba-hamba Allah yang setia oleh karena mereka mau berdiri tanpa gentar mempertahankan kebenaran! Orang-orang yang sebenarnya adalah agen-agen Setan dipuji-puji dan disanjung, dan bahkan dipandang sebagai syuhada, sementara mereka yang seharusnya dihargai dan dipertahankan oleh karena kesetiaannya kepada Allah, dibiarkan sendirian, dicurigai dan tidak dipercayai.

Kesucian palsu, penyucian palsu, masih melakukan pekerjaan penipu­annya. Dalam berbagai bentuk ditunjukkan roh yang sama seperti pada zaman Luther, mengalihkan pikiran orang-orang dari Alkitab, dan menuntun manusia menuruti perasaan dan pikirannya sendiri lebih daripada menuruti hukum Allah. Inilah salah satu alat Setan yang paling ampuh untuk mence­la kemumian dan kebenaran.
Tanpa gentar, Luther mempertahankan Injil dari serangan-serangan yang datang dari segala sudut. Firman Allah membuktikan dirinya sebagai sen­jata ampuh dalam setiap pertikaian. Dengan firman itu ia berperang melawan kuasa kepausan, dan filsafat rasionalistik para orang terpelajar, sementara ia sendiri teguh bagaikan batu karang melawan kefanatikan yang berusaha mau bersekutu dengan Pembaruan.

Setiap unsur penentang ini berusaha mengesampingkan Alkitab, dan meninggikan kebijaksanaan manusia sebagai sumber kebenaran keagamaan dan pengetahuan. Rasionalisme mendewa-dewakan akal sehat, dan membuat ini sebagai ukuran atau kriteria bagi agama. Romanisme, yang menyatakan kekuasaan tertinggi kepausan sebagai suatu ilham yang diturunkan dari para rasul, dan tidak bisa diubah sepanjang masa, memberikan kesempatan yang cukup bagi segala jenis pemborosan dan korupsi serta kebejatan yang bersembunyi dibalik kesalehan perintah rasul. Inspirasi atau ilham yang dikatakan oleh Munzer dan kawan-kawannya, bermula dari sumber yang ti­dak lebih tinggi dari tingkah laku aneh imaginasi, dan pengaruhnya merong­rong semua kekuasaan manusia atau Ilahi. Kekristenan yang benar menerima ­Allah sebagai rumah perbendaharaan kebenaran yang diilhamkan, dan sebagai penguji segala jenis ilham.

Sekembalinya dari Wartburg, Luther menyelesaikan terjemahan Per­janjian Baru, dan Injil itu tidak lama kemudian diberikan kepada rakyat Jerman dalam bahasa mereka sendiri. Terjemahan ini disambut dengan suka­ cita besar oleh mereka yang cinta kebenaran, tetapi ditolak dengan penghi­naan oleh mereka yang memilih tradisi dan peraturan manusia.

Para imam merasa khawatir oleh karena mereka berpikir bahwa rakyat jelata sekarang sanggup mendiskusikan ajaran firman Allah dengan mere­ka, dan dengan demikian kebodohan mereka akan terungkap. Senjata pertimbangan jasmani mereka tidak berkuasa melawan pedang Roh itu. Roma memanggil seluruh penguasanya untuk mencegah pengedaran Alkitab itu. kutukan, dan penyiksaan tampak seperti tidak ada gunanya. Semakin Alkitab itu dicela dan dilarang, semakin besar keinginan orang mengetahui apa sebenarnya yang diajarkannya. Semua yang sudah bisa membaca ingin mempelajari firman Allah bagi mereka sendiri. Mere­ka membawanya ke mana saja, dan membacanya berulang-ulang, dan ti­dak merasa puas sebelum dapat menghafalkan sebagian besar isinya. Setelah melihat penerimaan yang baik terhadap Perjanjian Baru, Luther segera menerjemahan Perjanjian Lama, dan menerbitkannya sebagian-sebagian segera setelah selesai diterjemahkan.

Tuisan-tulisan Luther mendapat sambutan, baik di kota-kota maupun di desa-desa. "Apa yang ditulis oleh Luther dan sahabat-sahabatnya, diedar­kan oleh orang-orang lain. Para biarawan, yang menyadari tidak sahnya kewajiban dan syarat-syarat biara, ingin mengubah kebiasaan hidup bermalas-malasan dengan kehidupan yang giat dan aktif, tetapi terlalu bodoh untuk menyiarkan firman Allah. Mereka ini pergi menjelajahi seluruh pro­pinsi, mengunjungi desa-desa dan gubuk-gubuk, menjual buku-buku tulisan Luther dan teman-temannya. Tidak lama kemudian Jerman dibanjiri oleh kolportir-kolportir yang tangguh ini." Ibid, b. 9, psl. 11.

Tulisan-tulisan itu dipelalari dengan perhatian yang mendalam, baik oleh orang-orang miskin maupun orang-orang kaya, orang terpelajar maupun tidak. Pada malam hari, guru-guru sekolah-sekolah desa membacakan firman itu kuat-kuat kepada kelompok-kelompok yang berkumpul dekat perapian. Sebagai hasil berbagai usaha, beberapa jiwa-jiwa sangat yakin akan kebe­naran itu, dan menerima firman itu dengan gembira, yang pada gilirannya akan menceriterakan kabar baik ini kepada orang lain.

Firman yang diilhamkan itu "Bila tersingkap, Firman-firman-Mu mem­beri terang, memberi pengertian kepada orang bodoh." (Mazmur 119:130). Pelajaran Alkitab telah menyebabkan perubahan besar dalam pikiran dan hati orang banyak. Peraturan-perharan kepausan telah meletakkan pada pundak pengikutnya suatu kuk besi yang membuat mereka tetap dalam kebodohan dan kemerosotan atau penurunan martabat. Pemeliharaan ke­takhyulan dipertahankan dengan cermat, tetapi dalam semua upacara me­reka, hati dan intelek tidak mempunyai peranan yang berarti. Khotbah­-khotbah Luther, yang mengetengahkan kebenaran firman Allah yang se­derhana, dan kemudian firman itu sendiri, yang diberikan ke tangan orang­-orang biasa, telah membangkitkan semangat orang-orang yang selama ini tertidur, bukan saja memumikan dan memuliakan kerohanian, tetapi juga memberikan kekuatan dan tenaga baru kepada pikiran

Orang-orang dari segala lapisan masyarakat tampak membawa Alkitab di tangan mereka, mempertahankan doktrin-doktrin Reformasi. Para pengi­kut kepausan yang mempercayakan pelajaran Alkitab itu kepada para imam dan para biarawan, sekarang ditantang tampil untuk membuktikan kesa­lahan ajaran-ajaran baru itu. Akan tetapi, karena sama sekali tidak tahu me­ngenai Alkitab dan kuasa Allah, imam-imam dan biarawan-biarawan itu dikalahkan total oleh orang-orang yang mereka katakan tidak terpelajar "Sayangnya," kata seorang penulis Katolik, "Luther membujuk ikutnya untuk tidak percaya kepada firman lain selain Alkitab."­ – D’Aubigne, b. 9, psl. 11. Orang-orang akan berkumpul untuk mendengar­ yang dibela oleh orang-orang yang kurang pendidikan, dan mendiskusikannya dengan para ahli teologi yang terpelajar dan trampil. Ketidaktahuan yang memalukan orang-orang besar ini telah men­jadi nyata ketika argumentasi mereka dihadapi dengan ajaran-ajaran seder­hana firman Allah. Para pekerja, tentara, kaum wanita, dan bahkan anak­ mengenal lebih baik pengajaran-pengajaran Alkitab daripada para doktor-doktor terpelajar.

Perbedaan antara murid-murid Injil dengan pendukung ketakhyulan kepausan "tidak kurang nyata dalam tingkatan para cendekiawan daripada kalangan orang biasa. "Bertentangan dengan pimpinan lama hirarki, yang telah melalaikan mempelajari bahasa dan pembinaan kesusasteraan, . . . pemuda-pemuda yang berpikiran dermawan, mempelajari dan menyelidiki Alkitab dan membiasakan diri dengan karya-karya seni zaman purba. Orang-orang muda yang memiliki pikiran yang giat, jiwa yang ditinggikan dan hati yang berani, segera memperoleh pengetahuan seperti itu, yang untuk jangka waktu lama tak seorang pun dapat menandingi mereka . . . Oleh sebab itu, bilamana pemuda-pemuda pembela Pembaruan ini dengan para doktor pengikut Roma di suatu perkumpulan, mereka menyerang dengan begitu mudah dan meyakinkan sehingga para pengikut Roma menjadi malu"-Ibid.

Ketika para pastor Roma melihat jemaat mereka semakin berkurang, mereka meminta pertolongan para hakim. Dan dengan berbagai cara yang dalam wewenang mereka, mereka berusaha untuk mengembalikan para pendengar mereka. Tetapi orang-orang telah menemukan dalam ajaran-ajaran ­baru itu apa yang memenuhi kebutuhan jiwa mereka, dan mening­galkan mereka yang telah memberi makan kepada mereka sekam yang tak berguna dari upacara-upacara ketakhyulan dan tradisi manusia yang tak bermanfaat.
Ketika penganiayaan dilancarkan terhadap para guru kebenaran itu, mereka menaruh perhatian kepada sabda Kristus, "Apabila mereka menganiaya kamu di kota yang satu, larilah kamu ke kota lain," (Matius 10: 23). Terang itu menembus ke mana-mana. Para pelarian itu akan menemukan di suatu tempat pintu terbuka untuk menerima mereka, dan sementara tinggal di sana mereka mengkotbahkan Kristus, kadang-kadang di dalam gereja, atau kalau tidak diberi kesempatan, di rumah-rumah pribadi atau alam terbuka. Di mana saja mereka bisa mendapat pendengar, itulah menjadi bait yang dikuduskan. Kebenaran itu, yang disiarkan dengan kekuatan dan kepastian, tersiar dengan kuasa yang tak terbendung.
Baik para penguasa maupun pemerintah percuma berusaha menghancurkan bidat itu. Percuma mereka berusaha memenjarakan, menyiksa, membakar dan membunuh mereka dengan pedang. Ribuan orang percaya memeteraikan iman mereka dengan darahnya, namun pekerjaan itu terus berlanjut. Penganiayaan hanya akan melebarkan dan meluaskan pekabaran kebenaran saja; dan kefanatikan yang diusahakan Setan untuk menyatukannya dengan kebenaran, hanya mengakibatkan perbedaan yang lebih nyata dan jelas antara pekerjaan Setan dan pekerjaan Allah.

9. PEMBAHARU SWISS

Dalam memilih alat-alat pembaruan gereja, rencana Ilahi yang sama terlihat dalam penanaman dan pengembangan jemaat. Kristus, Guru surgawi itu diabaikan oleh orang-orang besar dunia, orang-orang kaya, orang-orang bertitel, yang sudah terbiasa menerima pujian dan penghormatan sebagai pemimpin bangsa. Mereka begitu sombong dan angkuh dalam superioritas kebanggaan mereka, sehingga mereka tidak bisa diarahkan bersimpati kepada sesama manusia dan menjadi teman kerja "orang Nazaret" yang rendah hati itu.
Kepada orang-orang yang tidak terpelajar, para nelayan Galilea yang bekerja keras, panggilan diberikan, "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Matius. 4:19). Murid murid ini rendah hati dan dapat diajar. Semakin sedikit mereka dipengaruhi oleh ajaran-ajaran palsu pada zamannya, semakin berhasil mereka diajar dan dilatih oleh Kristus bagi pelayanan-Nya.

Demikian juga halnya pada zaman Pembaruan. Pembaru-pembaru terkemuka adalah orang-orang yang hidupnya sederhana, orang-orang yang hidupnya jauh dari kesombombongan kedudukan, dan dari pengaruh kefanatikan dan keimaman. Adalah cara Allah untuk menggunakan alat-alat yang sederhana untuk mencapai hasil-hasil yang besar. Kemudian kemuliaan tidak akan diberikan kepada manusia itu, tetapi kepada-Nya yang bekerja melalui mereka yang melaku­kan kemauan-Nya.

Beberapa minggu setelah Luther lahir digubuk buruh tambang di Saxon, Ulric Zwingli telah lahir di pondok gembala di antara Pegunungan Alpen. Lingkungan Zwingli pada masa kanak-kanak dan pendidikan pertamanya adalah sedemikian rupa sehingga mempersiapkan dirinya kepada misinya dikemudian hari.
Karena dibesarkan di tengah-tengah kebebasan dan ke­indahan pemandangan alam, dan keagungan yang menakjubkan, pikirannya teIah terkesan dengan rasa kebesaran, kuasa dan keagungan Allah. Sejarah ­perbuatan-perbuatan berani yang dicapai di negerinya di daerah pegunung­an telah menyalakan aspirasi kemudaannya. Dan dari neneknya yang saleh ia mendengar beberapa cerita Alkitab berharga yang telah dikumpulkan menggantikan cerita-cerita legenda dan tradisi gereja. Dengan penuh per­hatian ia mendengarkan cerita tentang perbuatan-perbuatan besar para bapa dan para nabi, dan tentang para gembala yang menjaga kawanan ternaknya di bukit-bukit Palestina di mana malaikat-malaikat berbicara dengan mere­ka tentang Bayi Betlehem dan tentang Orang Golgota.
Seperti John Luther, ayah Martin Luther, ayah Zwingli juga mengingin­kan suatu pendidikan bagi anaknya. Lalu ia mengirimkan anak itu ke seko­lah di luar kampung halamannya di lembah itu. Pikiran anak muda ini her­kembang cepat sehingga timbul masalah mendapatkan seorang guru yang berkompeten mengajarnya. Pada usia tiga belas tahun ia pergi ke Bern, di mana terdapat sekolah yang paling terkenal di Swiss. Namun, di sini timbulah suatu bahaya yang mengancam janji hidupnya. Upaya-upaya keras dilaku­kan oleh para biarawan untuk memikatnya memasuki biara. Para biarawan Dominika dan Francisca saling bersaing untuk menarik perhatian. Hal ini dilakukan dengan menunjukkan gereja-gereja mereka yang dihiasi, pertun­jukan acara-acara mereka dan penarikan benda-benda kuno dan patung-­patung yang membuat mukjizat.

Para biarawan Dominika Bern melihat bahwa jika mereka dapat meme­nangkan pemuda berbakat ini, mereka akan mendapat keuntungan dan ke­hormatan. Usianya yang masih sangat muda, kemampuan alamiahnya se­bagai pembicara dan penulis, kecerdasannya yang luar biasa dalam musik dan Puisi, akan lebih efektif ketimbang semua pertunjukan dan peragaan untuk menarik orang-orang mengunjungi kebaktian dan sekaligus meningkatkan pemasukan uang bagi ordo mereka.

Dengan tipuan dan pujian yang berlebih-lebihan mereka berusaha membujuk Zwingli memasuki biara mereka. Luther, pada waktu ia masih sekolah, telah membenamkan dirinya di ruangan biara. Ia pasti sudah hilang dari dunia ini seandainya pemeliharaan Allah tidak melepaskannya. Zwingli tidak diizinkan untuk menemui bahaya yang sama. Secara kebetulan ayahnya menerima informasi mengenai rencana para biarawan itu. Ia tidak berencana untuk mengizinkan anaknya untuk mengikuti jalan hidup biarawan. Ia melihat bahwa kegunaannya di hari depan terancam, sehingga ia menyuruh Zwingli segera pulang.
Perintah ayahnya itu dituruti. Tetapi pemuda ini tidak berapa lama bisa sabar tinggal di kampung halamannya di lembah itu. Ia segera menerus sekolahnya ke Basel setelah beberapa lama kemudian. Di sinilah Zwingli untuk pertama sekali mendengar Injil rahmat Allah yang diberikan dengan cuma-cuma. Seorang guru bahasa-bahasa kuno, bernama Wittenbach, telah dituntun kepada Alkitab pada waktu ia mempelajari bahasa-bahasa Yunani dan Ibrani. Dan dengan demikian sinar-sinar terang Ilahi telah dipancarkan ke dalam pikiran siswa-siswa yang diajarnya. Ia menyatakan bahwa ada satu kebenaran yang lebih tua dan yang lebih berharga daripada teori-teori yang diajarkan oleh para guru dan para ahli filsafat. Kebenaran tua ini ialah bahwa kematian Kristus adalah tebusan orang-orang berdosa satu-satunya. Bagi Zwingli perkataan ini bagaikan sinar terang pertama yang mendahului fajar.
Tidak lama kemudian Zwingli dipanggil dari Basel untuk memasuki pekerjaan hidupnya. Ladang tempat bertugasnya yang pertama ialah di salah satu paroki di Alpine, tidak jauh dari kampung halamannya di lembah. Setelah ia menerima pengurapan sebagai imam, ia "membaktikan dirinya dengan segenap jiwanya untuk menyelidiki kebenaran Ilahi, karena ia sepenuhnya menyadari," kata seorang teman Pembaru, "betapa ia harus tahu kepada siapa kawanan domba Kristus dipercayakan."-Wylie, b. 8, psl. Semakin ia menyelidiki Alkitab, semakin jelas tampak perbedaan antara kebenaran-kebenaran Alkitab dengan penyelewengan-penyeleweng Roma. Ia menerima Alkitab sebagai firman Allah, sebagai satu-satunya peraturan yang sempurna dan mutlak. Ia melihat bahwa firman itu mene­rangkan tentang dirinya sendiri. Ia tidak berani mencoba menerangkan Alkitab untuk mempertahankan ajaran-ajaran dan teori-teori yang sudah diprakondisi sebelumnya. Tetapi mengambil sebagai tugasnya untuk mempelajari apa ajarannya yang langsung dan nyata. Ia berupaya menyediakan dirinya menjadi penolong untuk memberikan pengertian yang penuh dan benar tentang artinya, dan memohon pertolongan Roh Kudus, yang ia katakan akan menyatakannya kepada semua orang yang mencarinya dengan sungguh-sungguh dan dengan doa.

"Alkitab itu," kata Zwingli, "datang dari Allah, bukan dari manusia, dan bahkan Allah, yang menerangi itu, akan memberikan kepadamu pe­ngertian bahwa perkataan itu datang dari Allah... tidak bisa gagal. Firman itu terang, mengajarkan sendiri, menyatakan dirinya sendiri. Ia menerangi jiwa dengan semua keselamatan dan rahmat kasih karunia, menghiburkan jiwa itu didalam Tuhan, melembutkannya, sehingga menyangkali bahkan menghilangkan diri sendiri dan merangkul Allah."-Wylie, b. 8, psl. 6. Kebenaran firman ini telah dibuktikan sendiri oleh Zwingli. Berbicara me­ngenai pengalamannya pada waktu ini, ia kemudian menulis, "Ketika ... saya mulai menyerahkan diri saya seluruhnya kepada Alkitab yang suci, falsafah dan teologi selalu mengundang pertentangan dalam diri saya. Akhirnya saya datang kepada pemikiran ini, ‘Engkau harus menganggap itu semua sebagai kebohongan, dan mempelajari mengenai Allah semata-mata dari finman-Nya yang sederhana.' Kemudian saya mulai memohon kepada Allah terang-Nya, dan Alkitab itu mulai lebih mudah saya pahami." Ibid.


Doktrin yang diajarkan oleh Zwingli tidak diterimanya dari Luther. Doktrin itu adalah doktrin Kristus. "Jikalau Luther mengkhotbahkan Kris­tus," kata Pembaru Swiss itu, "ia melakukan apa yang sedang saya lakukan. Mereka yang telah dibawa kepada Kristus jauh lebih banyak daripada me­reka yang saya tuntun. Tetapi ini tidak menjadi soal. Saya tidak akan mem­bawa nama lain selain Kristus, saya adalah laskar-Nya dan Dia adalah satu­-satunya pemimpinku. Belum pernah sepatah kata pun saya tuliskan kepada Luther, atau oleh Luther kepada saya. Dan mengapa?... Agar hal itu me­nunjukkan betapa Roh Allah adalah satu, oleh karena keduanya kami, tan­pa persekongkolan, telah mengajarkan doktrin Kristus dengan cara yang sama." D’Aubigne, b. 8, psl. 9.

Pada tahun 1516, Zwingli telah diundang menjadi pengkhotbah di biara di Einsiedeln. Disini ia dapat melihat lebih dekat kebejatan Roma, dan berusaha menanamkan pengaruhnya sebagai Pembaru, yang dapat dirasakan jauh diluar kampung halamannya Alpen. Salah satu yang paling menarik perhatian di Einsiedeln ialah patung Anak Dara, yang dikatakan mempunyai, kuasa membuat mukjizat-mukjizat. Diatas gerbang biara ada tulisan, "Di sini dapat diperoleh pengampunan dosa yang sempurna." D'Aubigne, b 8, psl. 5. Sepanjang masa para musafir berdatangan ke tempat pemuja Anak Dara ini. Tetapi pada perayaan besar tahunan, penahbisannya, orang banyak datang dari berbagai daerah Swiss, dan bahkan dari Perancis di Jerman. Zwingli merasa sangat susah melihat hal ini, lalu menggunakan kesempatan itu untuk mengumumkan pembebasan melalui Injil bagi orang-orang yang diperbudak oleh ketakhyulan ini.

"Jangan kamu sangka" katanya, "bahwa Allah hanya ada di dalam tempat pemujaan ini dan tidak ada ditempat lain. Negara mana saja pun tempat kamu tinggal, Allah ada di sekitarmu, dan mendengarkan kamu.... Dapatkah pekerjaan sia-sia, pengembaraan berziarah yang jauh, persembahan-persembahan, pemanggilan Anak Dara atau orang-orang kudus memberikan rahmat kasih karunia Allah kepadamu? ... Apakah manfaatnya kata-kata yang banyak yang kita tuangkan dalam doa-doa kita? Kemanjuran apakah yang dimiliki oleh mantel pendeta yang mengkilap, topi runcing, jubah yang panjang atau sandal yang bersulam emas?... Allah melihat hati, tetapi hati kita jauh dari pada-Nya." "Kristus," katanya, "yang sekali telah korbankan di kayu salib, adalah persembahan dan korban, yang telah menyelesaikan dosa-dosa orang percaya sampai zaman kekekalan." Ibid,psl. 5.
Pengajaran ini tidak diterima oleh banyak pendengar. Adalah suatu yang mengecewakan kepada mereka mengatakan bahwa perjalanan mereka yang dengan susah payah itu adalah kesia-siaan. Mereka tidak dapat memahami pengampunan yang diberikan dengan cuma-Cuma kepada mereka melalui Kristus. Mereka telah puas mencari surga dengan cara lama yang telah ditentukan oleh Roma bagi mereka. Mereka menjauhkan diri dari kebingungan menyelidiki sesuatu yang lebih baik. Adalah lebih mudah mempercayakan keselamatan kepada imam-imam dan kepada paus dari­pada mencari kesucian hati.

Tetapi kelompok lain menerima dengan gembira berita penebusan me­lalui Kristus. Upacara-upacara yang diperintahkan oleh Roma telah gagal memberikan kedamaian jiwa, dan dengan iman mereka menerima darah Juruselamat sebagai perdamaian mereka. Orang-orang ini kembali ke kam­pung halamannya dan mengatakan kepada orang-orang lain terang berhar­ga yang mereka telah terima. Dengan demikian terang kebenaran itu telah dibawa dari satu desa ke desa lain, dan dari satu kota ke kota lain. Orang-­orang musafir peziarah ke tempat pemujaan Anak Dara berkurang dengan drastis. Dampaknya terjadi penurunan uang persembahan, dan sebagai aki­batnya berkurang gaji Zwingli yang diperoleh dari persembahan itu. Akan tetapi ia bersukacita karena melihat bahwa kuasa kefanatikan dan ke­takhyulan sedang hancur.

Para penguasa gereja tidak buta terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh Zwingli, tetapi untuk sementara mereka bersabar untuk tidak menggang­gunya. Mereka masih mengharapkan Zwingli untuk kepentingan mereka, schingga mereka berusaha memenangkannya dengan bujukan dan pujian-­pujian. Dan sementara itu kebenaran telah memasuki hati orang-orang.

Pekerjaan Zwingli di Einsiedeln telah mempersiapkannya untuk suatu ladang yang lebih luas yang segera akan ia masuki. Setelah tiga tahun di sini, ia telah dipanggil untuk menduduki jabatan pengkhotbah di katedral di Zurich. Zurich kemudian menjadi kota terpenting di konferderasi Swiss, dan pengaruh yang dikembangkan di sini akan dirasakan secara luas. Para rohaniwan, yang mengundangnya datang ke Zurich, sebenarnya ingin men­cegah sembarang pembaruan; dan oleh sebab itu mereka mulai menginstruksi­kan kepadanya apa-apa yang menjadi tugasnya.
“Engkau harus mengerahkan seluruh tenaga," kata mereka, "untuk me­ngumpulkan pendapatan dari semua kelompok tanpa mengabaikan yang paling kecil. Engkau harus mendorong mereka yang setia, baik dari mimbar maupun dalam pengakuan dosa, untuk membayar semua persepuluhan dan iuran, dan menunjukkan kasih sayang mereka kepada gereja oleh per­sembahan mereka. Engkau harus rajin meningkatkan pendapatan dari orang­-orang sakit, dari upacara misa dan pada umumnya dari setiap peraturan yang bersangkutan dengan gereja dan para ulama." "Mengenai pelaksanaan sakramen, berkhotbah dan penggembalaan umat," para instrukturnya menambahkan, "ini juga adalah tugas pendeta. Tetapi untuk ini engkau boleh mempekerjakan seorang pengganti, terutama dalam berkhotbah. Engkau melaksanakan sakramen hanya kepada orang-orang terkenal, itu pun kalau mereka memanggil. Engkau dilarang melaksanakannya tanpa membedakan orang-orang. " D’Aubigne, b. 8, psl. 6.


Zwingli mendengar tugas-tugas ini dengan diam. Dan dalam jawabannya setelah mengucapkan rasa syukurnya atas panggilannya pada pos penting ini, ia mulai menerangkan rencana yang ia usulkan untuk dijalani "Hidup Kristus telah terlalu lama disembunyikan dari umat manusia," katanya. "Saya akan mengkhotbahkan seluruh Injil Matius, . . . yang seluruhnya diambil dari mata air Alkitab, mengukur kedalamannya, membanding satu alinea dengan alinea lainnya, dan berusaha memahaminya oleh doa yang sungguh-sungguh dan terus menerus. Saya akan mengabdikan pelayanan saya kepada kemuliaan Allah, kepada puji-pujian kepada Anak-Nya Yang Tunggal, kepada keselamatan jiwa-jiwa yang sesungguhnya, dan kepada pembangunan mereka dalam iman yang benar." Ibid. Walaupun sebagian dari para ulama itu tidak menyetujui rencana ini,, dan berusaha mencegahnya untuk dilakukan, Zwingli tetap pada pendiriannya. Ia mengatakan bahwa ia tidak memperkenalkan metode baru, tetapi metoda lama yang digunakan oleh gereja pada zaman yang lebih dahulu dan yang lebih murni.

Suatu minat telah timbul pada kebenaran yang diajarkannya. Orang-orang sangat banyak berkumpul mendengarkan khotbahnya. Banyak diantara para pendengar mereka yang sudah lama tidak menghadiri upacara perbaktian. Ia memulai pelayanannya dan membuka Injil, dan membacanya dan menerangkannya kepada para pendengarnya berita kehidupan itu, pengajaran dan kematian Kristus. Di sini, sebagaimana juga di Einsiedeln, ia menyampaikan firman Allah sebagai satu-satunya kuasa mutlak, dan kematian Kristus sebagai satu-satunya korban yang sempurna. Ia berkata "Saya ingin menuntun kamu sekalian kepada Kristus- sumber keselamatan yang benar." Ibid. Di sekeliling pengkhotbah itu berkerumun orang-orang dari segala lapisan-para negarawan dan cendekiawan, para pekerja dan petani. Mereka mendengarkan kata-kata Zwingli dengan perhatian yang mendalam. Ia bukan saja mengumumkan tentang pemberian keselamatan dengan cuma-cuma, tetapi tanpa gentar mencela kejahatan dan kebenaran pada zaman itu. Banyak yang pulang dari katedral memuji Tuhan. "Orang ini;" kata mereka, "adalah pengkhotbah kebenar­an. Ia adalah Musa kita, yang memimpin kita keluar dari kegelapan Mesir ini." Ibid.

Akan tetapi walaupun pada mulanya pekerjaannya telah diterima de­ngan semangat yang tinggi, perlawanan timbul setelah beberapa lama wak­tunya. Para biarawan menghalang-halangi usahanya dan mencela ajaran­-ajarannya. Banyak yang menyerangnya dengan ejekan dan cemoohan; yang lain bertindak kurang ajar dan mengancam. Tetapi Zwingli menanggung semuanya dengan sabar, dan berkata, "Jikalau kita ingin memenangkan orang jahat kepada Kristus, kita harus menutup mata kita terhadap banyak hal."-Ibid.

Kira-kira pada waktu ini seorang anggota baru tampil untuk memaju­kan pekerjaan pembaruan. Seorang anggota ordo Lucian telah dikirim ke Zurich dengan membawa tulisan-tulisan Luther oleh seorang sahabat di Basel, yang imannya telah dibaruai. Ia menyarankan bahwa penjualan buku­-buku ini mungkin akan menjadi satu alat ampuh untuk menyebarkan te­rang kebenaran itu. "Pastikan," ia menulis kepada Zwingli, "apakah orang ini cukup bijaksana dan trampil; jika demikian, biarkanlah ia menjual dari kota ke kota, dari desa ke desa dan bahkan dari rumah ke rumah orang-­orang Swiss, karya-karya Luther, terutama pembahasannya tentang "Doa Tuhan Yesus," yang ditulis untuk orang awam. Semakin banyak yang me­ngetahui, semakin banyak pembeli yang ditemukan." Ibid. Demikianlah terang kebenaran memperoleh jalan masuk.

Pada waktu Allah bersiap-siap mematahkan belenggu kebodohan dan ketakhyulan, maka pada waktu itu Setan bekerja keras untuk menyelubungi manusia di dalam kegelapan dan belenggunya lebih kuat lagi. Ketika manusia bangkit di berbagai negeri untuk menyatakan kepada orang-orang peng­ampunan dan pembenaran melalui darah Kristus, Roma tampil dengan ke­kuatan yang diperbarui untuk menawarkan surat pengampunan dosa de­ngan uang kepada seluruh umat Kristen.

Setiap jenis dosa mempunyai tarif masing-masing, dan kepada orang-orang diberikan surat izin untuk melakukan kejahatan, asal peti perbendaharaan gereja diisi penuh. Demikianlah kedua gerakan itu bersaing maju: -Yang satu memberi pengampunan melalui uang, Yang satu lagi pengampunan melalui darah Kristus. Roma memberi lisensi untuk berbuat dosa dan membuatnya sebagai sumber pendapatannya, dan para Pembaru mencela dosa dan menunjuk kepada Kristus sebagai pendamai dan penyelamat.

Di Jerman, penjualan surat pengampunan dosa telah diserahkan kepada para biarawan ordo Dominika, dan telah dilaksanakan oleh Tetzel yang keji itu. Di Swiss pengedarannya diserahkan kepada para biarawan ordo Fransiskus, di bawah pengawasan Samson, seorang biarawan bangsa ltalia. Samson telah melakukan pelayanan yang baik kepada gereja, dengan mengumpulkan sejumlah besar uang dari Jerman dan Swiss untuk mengisi perbendaharaan kepausan. Sekarang ia menjelajahi seluruh Swiss menarik perhatian banyak orang, merampas petani-petani miskin yang hanya berpenghasilan sedikit, dan mengeruk pemberian-pemberian mewah dari orang-orang kaya. Tetapi pengaruh Pembaruan telah terasa dapat mengurangi penjualan surat pengampunan dosa walaupun tidak dapat menghentikannya. Zwingli masih berada di Einsiedeln pada waktu Samson tiba dengan dagangannya di kota yang berdekatan, segera setelah ia memasuki Swiss. Menyadari akan misinya, Pembaru itu segera berusaha menentangnya. Keduanya tidak bertemu, tetapi Zwingli berhasil membuka kedok biarawan angkuh itu sehingga ia terpaksa meninggalkan tempat itu pergi ke daerah lain.

Di Zurich, Zwingli berkhotbah dengan bersemangat menentang perdagangan surat pengampunan dosa. Dan pada waktu Samson mendekati tempat itu, ia telah dijumpai oleh seorang utusan konsili, dengan suatu pemberitahuan bahwa ia harus segera meninggalkah tempat itu. Ia akhirnya dapat masuk dengan siasat licik, tetapi ia meninggalkan tempat itu tanpa berhasil menjual satu pun surat pengampunan dosa. Segera sesudah itu is meninggalkan Swiss.

Gerakan pembaruan mendapat dorongan kuat dengan terjadinya wabah atau yang disebut "kematian hebat" yang melanda Swiss pada tahun 1519. Sementara manusia berhadapan muka dengan muka dengan kematian, banyak yang merasa betapa sia-sianya dan tidak bergunanya surat pengam­punan dosa yang baru saja mereka beli. Mereka merindukan landasan iman yang lebih pasti. Zwingli di Zurich diserang penyakit. Ia menderita begitu parah sehingga tidak ada harapan untuk sembuh. Bahkan laporan yang ter­sebar luas mengatakan bahwa ia telah meninggal. Pada saat yang kritis itu, pengharapan dan keberaniannya tetap tidak goyah. Ia memandang dalam iman kepada salib di bukit Golgota, dan mempercayai pendamaian yang sempurna bagi dosa. Setelah ia terlepas dari bahaya maut itu, ia mengkhot­bahkan Injil dengan semangat yang lebih berapi-api dari sebelumnya. Kata-­katanya mengandung kuasa yang luar biasa. Orang-orang menyambut de­ngan sukacita, pendetanya yang kembali dari tepi liang kubur kepada me­reka. Mereka sendiri baru kembali dari menolong orang sakit dan yang hampir mati. Mereka merasakan manfaat Injil seperti yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.

Zwingli telah sampai kepada pengertian kebenaran yang lebih jelas, dan telah mengalami lebih sempurna kuasa memperbarui kebenaran itu. Kejatuhan manusia dan rencana penebusan adalah pokok-pokok penting yang dia pikirkan. "Di dalam Adam," katanya, "kita semua mati, tengge­lam dalam kebejatan dan kutuk."-Wylie, b. 8, psl. 9. "Kristus,...telah mem­beli penebusan kekal bagi kita .... PenderitaanNya adalah... pengorbanan kekal, dan yang selamanya dapat menyembuhkan. Pengorbanan itu meme­nuhi keadilan ilahi selama-lamanya demi kepentingan semua yang bergantung kepada-Nya, dengan iman yang teguh dan tidak goyah." Na­mun demikian ia dengan jelas mengajarkan bahwa manusia, bahwa kemu­rahan Kristus, tidak membuat sesorang bebas untuk terus berbuat dosa. "Di mana saja ada iman kepada Allah, disitu Allah ada. Dan di mana saja Allah tinggal, di situ ada semangat yang mendorong dan mendesak manusia melakukan peker­jaan-pekerjaan baik." D’ Aubigne, b. 8, psl. 9.

Begitu luas perhatian terhadap khotbah Zwingli sehingga katedral me­limpah dipenuhi orang banyak yang datang untuk mendengarkannya. Se­dikit demi sedikit, semampu mereka mendengar, ia membukakan kebenar­an itu kepada para pendengar. Ia berhati-hati, pada mulanya, untuk tidak memperkenalkan pokok-pokok ajaran yang dapat mengejutkan dan me­nimbulkan prasangka. Pekerjaannya ialah memenangkan hati mereka ke­pada ajaran-ajaran Kristus, dan untuk melembutkan hati itu dengan kasihNya, serta menunjukkan teladan-Nya di hadapan mereka. Dan sementar mereka menerima prinsip-prinsip Injil, praktik-praktik dan kepercayaan ketakhyulan mereka akan dibuang.

Selangkah demi selangkah Pembaruan itu maju di Zurich. Dalam ketakutan musuh-musuh pembaruan bangkit menentang dengan gigih. Setahun sebelumnya, biarawan Wittenberg (Luther-red) telah mengatakan "Tidak" kepada paus dan kaisar di Worms, dan sekarang ada tanda-tanda bahwa perlawanan yang sama terhadap tuntutan kepausan akan terjadi di Zurich. Berulang-ulang Zwingli mendapat serangan. Di daerah-daerah kepausan, dari waktu ke waktu murid-murid Injil dibawa ke tiang gantungan. Tetapi ini belum cukup. Guru bidat itu sendiri harus dibungkam. Oleh sebab itu uskup dari Constance mengutus tiga orang deputi ke Konsili Zurich, menuduh Zwingli mengajar orang-orang untuk melanggar hukum-hukum gereja, dengan demikian membahayakan perdamaian dan ketertiban masyarakat. Ia mengatakan, jikalau wewenang gereja dikesampingkan, akibatnya akan timbul anarki dimana-mana. Zwingli menjawab bahwa ia telah empat tahun mengajarkan Injil di Zurich, "yang telah lebih tenang dan lebih damai dari kota-kota lain di konfederasi in]." "Bukankah," katanya, "Kekristenan adala pengawal keamanan umum?"-Wylie, b. 8, psl. 11.

Para utusan itu menasihatkan para anggota konsili untuk tetap bertahan di dalam gereja, karena di luar itu, seperti yang mereka nyatakan, tidak ada keselamatan. Zwingli menanggapi, "Jangan biarkan tuduhan ini menggoncangkan kamu. Dasar gereja adalah Batu yang sama, Kristus yang sama yang memberikan nama kepada Petrus oleh karena ia mengakui-Nya dengan jujur. Dari segenap bangsa, barang siapa yang percaya kepada Tuhan Yesus dengan segenap hati akan diterima oleh Allah. Inilah sebenarnya gereja itu, yang di luar ini tak seorang pun dapat selamat." D’ Aubigne, b 8, psl. 11. Sebagai hasil dari pertemuan itu, salah seorang deputi usk menerima iman yang dibarui itu.
Konsili menolak mengambil tindakan terhadap Zwingli. Oleh sebab itu Roma bersiap-siap mengadakan serangan baru. Setelah mengetahui rencana jahat musuh-musuhnya, Pembaru itu berseru, "Biarlah mereka datang, rasa takut saya kepada mereka hanya sebagai sebuah gunung batu menghadapi pukulan ombak di kakinya” -Wylie, b. 8, psl. 11. Usaha para pemuka agama, yang tadinya dimaksudkan untuk menggulingkan pembaruan, justru me­majukan reformasi itu sendiri. Kebenaran itu terus tersebar. Di Jerman, pa­ra pengikut pembaharuan yang putus asa oleh karena menghilangnya Luther, kembali bersemangat ketika mereka melihat kemajuan Injil di Swiss.

Pada waktu Pembaruan menjadi kuat di Zurich, buah-buahnya nampak lebih jelas dengan menurunnya angka kejahatan, meningkatnya ketertiban dan keharmonisan. "Kedamaian mendiami kota kita," tulis Zwingli, "tidak ada pertengkaran, tidak ada kemunafikan, tidak ada kecemburuan, tidak ada perselisihan. Dari mana datangnya persatuan seperti itu kalau bukan dari Tuhan dan dari ajaran kita, yang memenuhi kita dengan buah-buah perdamaian dan kesalehan?"-Wylie, b.8, psi. 15.

Kemenangan-kemenangan yang diperoleh Pembaruan menggerakkan para pengikut Romanisme untuk lebih meningkatkan upayanya yang akan meruntuhkan Pembaruan itu. Memperhatikan betapa sedikit yang dihasilkan penganiayaan dalam menekan pekerjaan Luther di Jerman, maka mereka memutuskan untuk menghadapi Pembarauan itu dengan senjatanya sendi­ri. Mereka akan mengadakan perdebatan dengan Zwingli, dan mengatur segala sesuatu yang perlu untuk itu. Mereka mengatur sedemikian rupa agar pasti memperoleh kemenangan dengan cara menentukan sendiri tempat perdebatan dan para hakim yang harus memutuskan siapa pemenang dari para pedebat. Dan jikalau seandainya mereka bisa sekali memasukkan Zwingli ke dalam kekuasaan mereka, mereka tidak akan melepaskannya lagi. Pemimpin itu akan diam dan pergerakan itu pun akan dapat ditumpas dengan cepat. Ren­cana ini dengan cermat dirahasiakan.

Perdebatan itu ditentukan akan dilaksanakan di Baden. Tetapi Zwingli tidak hadir. Konsili Zurich mencurigai rencana pengikut kepausan itu dan diamarkan oleh tumpukan kayu yang telah disulut di wilayah kepausan bagi pengaku Injil. Lalu konsili melarang pendeta mereka untuk menampak­kan diri kepada bahaya itu. Di Zurich ia telah siap sedia untuk bertemu de­ngan semua pendukung Roma yang mungkin dikirim. Tetapi untuk pergi ke Baden di mana darah para syuhada baru saja dicurahkan demi kebenar­an, adalah seperti pergi kepada suatu kematian tertentu. Oecolampadius dan Haller telah dipilih untuk mewakili para Pembaru, sementara Dr. Eck yang terkenal, didukung oleh sekelompok para doktor dan pejabat tinggi gereja, mewakili pihak Roma.

Meskipun Zwingli tidak hadir pada pertemuan itu, tetapi pengaruhi dapat dirasakan. Semua sekretaris dipilih oleh pengikut kepausan, dan orang-orang lain diancam akan disiksa atau dihukum kalau berani membuat catatan. Meskipun begitu, Zwingli setiap hari menerima laporan yang jujur mengenai apa yang dikatakan di Baden. Seorang mahasiswa yang menghadiri perdebatan itu membuat catatan setiap malam mengenai argumentasi yang diadakan pada hari itu. Catatan-catatan ini, bersama surat harian Oecolarpadius diserahkan kepada dua orang mahasiswa lain untuk disampaikan kepada Zwingli di Zurich. Pembaru itu memberi jawaban, nasihat dan usulan-usulan. Surat-suratnya ditulis pada malam hari, dan surat itu dibawa oleh mahasiswa-mahasiswa yang kembali ke Baden pada pagi harinya. Untuk mengelabui ketatnya penjagaan di pintu gerbang kota, jurukabar-jurukabar ini membawa keranjang berisi ayam di atas kepala mereka, dengan demikian mereka diizinkan lewat tanpa rintangan.
Demikianlah Zwingli mempertahankan perlawanan terhadap lawan- lawannya yang licik. "Ia telah bekerja lebih. keras," kata Myconius, "dengan bermeditasi, tidak tidur pada malam hari, menuliskan nasihat yang diteruskan ke Baden, dibandingkan dengan mendiskusikannya sendiri tengah-tengah musuh-musuhnya." D’Aubigne, b. 11, psl. 13.

Para pengikut Romanisme, dengan mengharap akan menang, datang ke Baden dengan berpakaian yang mewah-mewah dan mahal-mahal, dengan permata yang berkilau-kilauan. Makanan mereka serba mewah, meja penuh dengan makanan yang mahal-mahal, dengan anggur pilihan. Beban utama mereka diperingan oleh kegembiraan dan pesta pora. Perbedaan yang nyata terlihat pada para Pembaru, yang tampak kepada orang-orang sedikit lebih baik daripada sekelompok pengemis, dengan makanan yang sangat sederhana membuat mereka tidak perlu lama-lama di meja makan. Kadang-kadang Oecolampadius diamati oleh tuan tanahnya di dalam kamarnya didapati terus belajar atau berdoa, dan sangat heran, dilaporkan bahwa orang bidat paling sedikit "sangat saleh."

Pada pertemuan itu, "Eck dengan angkuhnya naik ke mimbar yang telah dihiasi dengan indahnya, sementara Oecolampadius yang berpakaian sederhana, telah dipaksa duduk di atas bangku yang diukir dengan kasar, tepat di hadapan lawannya." Ibid- Suara Eck yang keras dan kepercaya­an diri yang tak terbatas tidak pernah hilang. Semangatnya dirangsang oleh pengharapan akan mendapat upah emas dan kemasyhuran, karena pembela iman ini akan diberi upah yang besar. Bilamana argumentasi terbaik gagal, ia akan menghina dan bahkan bersumpah.
Oecolampadius, yang sederhana dan yang tidak mempercayai diri sen­diri, telah merasa gentar dalam pertempuran itu, lalu ia memasuki perta­rungan itu dengan satu pengakuan yang terus terang, "Saya tidak mengakui standar penghakiman selain firman Allah."--Ibid. Meskipun bertingkah laku lembut dan sopan, ia membuktikan dirinya sanggup dan tabah meng­hadapi serangan. Sementara penganut Romanisme, sesuai dengan kebiasa­an mereka berpegang pada wewenang dan kebiasaan gereja, sedangkan Pembaru berpegang teguh pada Alkitab yang suci. "Kebiasaan," ketanya, "tidak mempunyai kekuatan di negeri kita Swiss, kecuali sesuai dengan undang-undang. Sekarang, dalam masalah iman, Alkitab itulah kitab un­dang-undang kita." Ibid.

Perbedaan antara kedua pendebat itu bukan tanpa efek. Pertimbangan Pembaru terang dan jelas, yang disampaikan dengan lembut dan sederha­na, menarik perhatian dan membalikkan kesombongan dan keributan Eck yang menjijikkan.

Perdebatan itu berlangsung selama delapan belas hari. Pada penutup­annya, para pengikut kepausan dengan yakin mengatakan mereka meraih kemenangan. Kebanyakan para utusan memihak kepada Roma, dan Mah­kamah mengumumkan kekalahan Pembaru, dan menyatakan agar mereka bersama pemimpin mereka, Zwingli, dipecat dari gereja. Tetapi hasil per­temuan itu menyatakan pihak mana (Pembaru -red) yang beruntung. Perdebatan itu meng­hasilkan suatu dorongan kuat bagi pergerakan Protestan, dan tidak lama sesudah itu kota-kota penting Bern dan Basel menyatakan ikut Pembaruan.

6. Huss dan Jerome

Benih Injil telah ditanam di Bohemia pada abad kesembilan. Alldtab telah diterjemahkan, dan perbaktian umum telah dilaksanakan dalam bahasa penduduk setempat. Akan tetapi, sementara kuasa paus bertamibah, maka firman Allah semakin tersembunyi. Paus Gregory VII, yang telah merendahkan harga diri raja-raja, tidak kurang niatnya untuk memperbudak orang-orang. Dan untuk itu ia mengeluarkan keputusan melarang perbaktian umum diadakan di dalam bahasa Bohemia. Paus mengatakan bahwa "adalah menyenangkan kepada Yang Mahakuasa kalau perbaktan kepada-Nya dilakukan dalam satu bahasa yang tidak diketahui, dan bahwa banyak kejahatan dan bidat telah timbul karena tidak mematuhi peraturan ini."-Wylie, b. 3, psl.l

Dengan demikian Roma telah mende­kritkan bahwa terang firman Allah harus dipadamkan, dan orang-orang harus ditutup dalam kegelapan. Tetapi Surga telah menyediakan agen-agen lain untuk memelihara gereja. Banyak orang Waldensia dan Albigensia yang diusir oleh penganiayaan dari rumah-rumah mereka di Perancis dan Italia datang ke Bohemia. Meskipun mereka tidak berani mengajar secara terang-terangan, mereka dengan bersemangat bekeda secara sembunyi-sem­bunyi. Dengan demikian iman yang benar itu telah dipelihara dari abad ke abad.

Sebelum zamannya Huss, ada orang-orang di Bohemia yang bangkit mempersalahkan dengan terang-terangan kebejatan di dalam gereja dan kemerosotan moral umatnya. Usaha mereka itu membangkitkan perhatian di kalangan luas. Timbullah kekuatiran hirarki, dan penganiayaan pun dila­kukan ke atas murid-murid Injil itu. Mereka diusir ke hutan-hutan dan ke gunung-gunung di mana mereka mengadakan perbaktian. Mereka diburu oleh tentara dan banyak yang dibunuh. Setelah beberapa lama dikeluarkanlah dekrit bahwa semua yang berpaling dari perbaktian Romaisme harus dibakar. Akan tetapi sementara orang-orang Kristen menyerahkan hidup mereka, mereka mengharapkan kepada kemenangan jauh di hadapan mereka.

Salah seorang dari mereka yang "mengajarkan bahwa keselamatan hanya didapat oleh iman dalam Juruselamat yang telah disalibkan itu," mengata­kan waktu mau meninggal, "Kemarahan musuh-musuh kebenaran seka­rang leluasa melawan kita, tetapi itu tidak akan berlangsung selama-lama­nya. Akan ada seseorang yang bangkit dari orang-orang biasa, tenpa pedang dan kekuasaan; dan melawan dia mereka tidak akan bisa sewenang­wenang."-Wylie, b. 3, ch. 1. Zaman Luther masih jauh di depan. Tetapi telah bangkit seseorang, yang kesaksiannya melawan Roma akan meng­gemparkan bangsa-bangsa.

John Huss dilahirkan sebagai orang yang hina, dan secara dini telah men­jadi anak yatim karena ditinggal mati ayahnya. Ibunya yang saleh, yang menganggap pendidikan dan takut akan Allah sebagai-harta milik paling berharga, berusaha membuat ini sebagai warisan bagi anaknya. Huss bel­ajar di sekolah propinsi, kemudian melanjutkan ke universitas di Praha yang diterima sebagai mahasiswa amal, tanpa membayar. Ia disertai ibunya da­lam perjalanan ke Praha. Sebagai seorang janda miskin ia tak mempunyai sesuatu harta dunia yang bisa diberikan. kepada anaknya. Tetapi sementara mereka semakin dekat ke kota besar itu, ibunya berlutut di samping pemuda yang tidak berayah ini, dan memohon berkat Bapa Surgawi baginya. Ibu itu tidak begitu menyadari bagaimana doanya itu akan dijawab.

Di universitas itu Huss segera menonjol karena ketekunannya yang tak mengenal lelah dan kemajuannya yang pesat, sementara kehidupannya yang tidak bercacat dan kelemahlembutannya, dan kelakuannya yang baik mem­berikan kepadanya penghargaan universal. Ia adalah seorang penganut Gereja Roma yang sungguh-sungguh, dan seorang yang sungguh-sungguh mencari berkat-berkat rohani yang dijanjikan akan diberi. Pada suatu pera­yaan jubileum, ia mengadakan pengakuan dosa, membayarkan uangnya yang terakhir, dan mengikuti arak-arakan agar mudah mendapat bagian pengampunan yang dijanjikan. Setelah ia menyelesaikan pendidikan ting­gi, ia memasuki kismamatan, dan dengan segera memperoleh kedudukan yang tinggi. Ia segera bertugas di istana raja. Ia juga diangkat menjadi pro­fesor dan kemudian menjadi rektor universitas di mana ia dulu mempero­leh pendidikannya. Dalam beberapa tahun-saja, mahasiswa amal yang hina ini telah menjadi kebanggaan negaranya, dan namanya telah terkenal di seluruh Eropa.

Tetapi Huss memulai pekerjaan pembaruan dalam bidang lain. Beberapa tahun setelah ia menjadi imam, ia ditunjuk sebagai pengkhotbah di kapel Betlehem. Pendiri kapel ini telah melakukan pengkhotbahan Alkitab da­lam bahasa masyarakat setempat, sebagai sesuatu yarig sangat penting. Wa­laupun Roma menentang tindakan seperti itu, belum sepenuhnya dihentikan di Bohemia. Tetapi mereka sangat buta mengenai Alkitab, dan kejahatan merajalela di semua lapisan masyarakat. Kejahatan ini sangat dicela oleh Huss, dan mengimbau untuk memperhatikan firman Allah dan menjalankan prinsip-prinsip kebenaran dan kesucian yang ia telah ajarkan berulang-ulang.
Seorang warga Praha yang bemama Jerome, yang kemudian begitu de­kat berhubungan dengan Huss, telah membawa tulisan-tulisan Wycliffe pada waktu ia kembali dari Inggris. Ratu Inggris, yang telah bertobat kepa­da pengajaran Wycliffe, adalah Putri Bohemia. Dan melalui pengaruhnya juga pekerjaan Reformasi itu telah disebarkan secara luas di negara asalnya. Tulisan-tulisan itu dipelajari oleh Huss dengan minat yang besar. Ia percaya pengarang tulisan-tulisan itu adalah seorang Kristen yang sungguh-sung­guh, sehingga ia cenderung mengakui pembaruan-pembaruan yang dilancarkannya. Huss sebenarnya telah memasuki suatu jalan yang mem­bawanya jauh dari Roma, walaupun ia tidak menyadarinya.


Pada waktu itu ada dua orang asing yang baru tiba di Praha dari Inggris. Orang-orang itu adalah orang-orang terpelajar, yang telah menerima te­rang. Mereka datang untuk menyebarkan terang di negeri itu. Mereka me­mulai dengan serangan terbuka terhadap supremasi paus, dan oleh karena itu mereka segera dibungkam oleh para penguasa. Tetapi oleh karena me­reka tidak mau membatalkan niatnya, maka mereka terpaksa mencari cara lain. Oleh karena mereka adalah seniman yang sekaligus pengkhotbah, mereka mulai menggunakan kemahiran mereka: Di suatu tempat yang ter­buka untuk umum mereka melukis dua gambar. Yang satu menggambar­kan Kristus memasuki Yerusalem, "lemah lembut dan mengenderai seekor keledai" (Matius 21:5), dan diikuti oleh murid-murid-Nya dengan pakaian yang sudah kumal dan dengan kaki telanjang. Lukisan yang satu lagi meng­gambarkan prosesi kepausan : Paus berhias diri dengan jubah yang mewah dan dengan mahkota tiga tingkat, duduk di atas kuda yang dihiasi dengan agungnya, yang didahului oleh peniup sangkakala dan diikuti oleh para kardinal dan pejabat-pejabat tinggi agama dalam suatu kemegahan.

Ini merupakan suatu khotbah yang menarik perhatian semua golongan. Orang ramai berkerumun melihat lukisan itu. Tak seorang pun yang gagal membaca makna moral lukisan itu, bahkan banyak yang terkesan secara mendalam oleh perbedaan menyolok antara kelemah-lembutan dan keren­dahan hati Kritus, yang adalah Tuhan; dengan kesombongan dan keangkuhan paus, yang mengatakan dirinya hamba Kristus. Terjadilah keributan di Praha. Dan demi keselamatan mereka, kedua orang asing itu merasa perlu untuk meninggalkan tempat itu. Tetapi pelajaran yang mereka telah ajarkan tidak dilupakan. Lukisan itu memberikan kesan mendalam dalam pikiran Huss, sehingga menuntun dia untuk mempelajari Alkitab dan tulisan-tulisan Wycliffe lebih teliti. Meskipun pada waktu itp ia belum siap untuk meneri­ma semua pembaruan yang dicetuskan oleh Wycliffe, ia melihat semakin jelas tabiat kepausan. Dan dengan semangat yang lebih besar ia mencela kesombongan, ambisi dan kebejatan moral para penguasa hirarki.
Dari Bohemia terang itu meluas ke Jerman, karena gangguan yang terjadi di Universitas Praha menyebarkan ratusan mahasiswa Jerman ditarik dari sana. Banyak dari antara mereka telah menerima pengetahuan pendahulu­an Alkitab dari Huss. Dan pada waktu mereka kembali, mereka menyiar­kan Injil itu di negeri mereka.
Berita mengenai pekerjaan di Praha telah sampai ke Roma. Dan Huss dipanggil untuk menghadap paus di Roma. Memenuhi panggilan seperti itu berarti Huss membuka diri kepada kematian. Raja dan ratu Bohemia, pelajar-pelajar universitas, kaum bangsawan dan pejabat-pejabat pemerintah bersatu untuk mengadukan suatu permohonan kepada paus, agar Huss diizinkan tetap tinggal di Praha, dan memberikan jawaban di Roma melalui wakil atau utusan. Gantinya memenuhi permintaan itu paus melanjutkan mengadili dan menghukum Huss dan mengadakan Praha sebagai kota terlarang (tidak boleh mengadakan upacara kudus--sakramen).
Pada masa itu hukum seperti ini, bila diumumkan, akan menimbulkan kegemparan dan ketakutan. Upacara yang diadakan bersamaan dengan pengumuman disesuaikan benar untuk menimbulkan teror kepada seseorang yang memandang paus sebagai wakil Allah sendiri, yang memegang anak kunci surga dan neraka, dan mempunyai kuasa untuk mengadakan pengadilan duniawi maupun rohani. Dipercayai bahwa pintu surga telah tertutup bagi daerah yang dinyataka terlarang, sehingga orang-orang mati di daerah yang terlarang seperti itu tidak akan masuk ke tempat yang berbahagia sampai paus dengan senang hati mencabut larangan itu. Sebagai tanda bencana yang mengerikan ini semua upacara agama dihentikan. Gereja-gereja ditutup. Upacara pernikahan dilaksanakan di halaman gereja saja. Orang-orang mati dilarang dikuburkan di tempat pemakaman yang telah ditahbiskan. Merek dikuburkan di parit-parit atau di ladang-ladang tanpa upacara penguburan. Dengan demikian, oleh hal-hal yang menarik kepada imaginasi orang-orang, Roma berusaha menguasai hati nurani manusia.

Kota Praha dipenuhi kegemparan dan kekacauan. Sebagian besar menuduh Huss sebagai penyebab dari semua malapetaka ini dan menuntut agar ia menyerah saja kepada tindakan balas dendam Roma. Untuk menenangkan gejolak tersebut, untuk sementara reformis itu mengundurkan diri ke kampung halamannya. la menulis kepada teman-temannya di Praha, "Jika saya mengundurkan diri dari tengah-tengah Anda sekalian, adalah mengikuti ajaran dan teladan Yesus Kristus, untuk memberikan kesempatan ke pada orang-orang yang sudah sakit pikiran mengambil bagi dirinya hukuma yang kekal, dan agar supaya jangan menjadi penyebab kepicikan manya. Dari abad ke abad, pekerja-pekerja yang setia susul-menyusul menuntun orang-orang lebih jauh ke dalam jalan penbaraan.

Perpecahan dalam gereja masib terus berlangsung. Sekarang tiga orang paus bersaing untuk mendapatkan supremasi, dan persaingan mereka itu memenuhi dunia Kekristenan dengan kejahatan dan keributan. Tidak puas dengan sating mengutuk, mereka juga mengguhakan senjata. Masing-ma­sing membeli senjata dan membentuk pasukan tentara. Sudah barang tentu mereka memerlukan uang untuk ini. Dan untuk memperoleh uang mereka menjual hadiah-hadiah, jabatan dan berkat-berkat gereja (Lihat Lampiran1). Para imam juga meniru atasan mereka, memperjualbelikan pangkat gereja dan berperang menjatuhkan martabat lawan dan memperkuat kekuasaan sendiri. Dengan keberanian yang semakin bertambah setiap hari, Huss mencela kekejian yang dilakukan dengan kedok agama. Dan orang-orang menuduh para pemimpin Roma sebagai penyebab penderitaan yang menimpa dunia Kekristenan.

Sekali lagi-kota Praha nampaknya berada di tepi jurang pertikaian berda­rah. Seperti pada zaman-zaman dahulu, hamba-hamba Allah dituduh seba­gai "yang mencelakakan Israel" (1 Raja-raja 18:17). Kota itu sekali lagi dinyatakan sebagai kota terlarang, dan Huss mengundurkan dirt ke kampung halamannya. Berakhirlah sudah kesaksian setia yang keluar dari kapelnya di Betlehem. Ia akan berbicara dari podium yang lebih luas kepada semua dunia Kekristenan, sebelum menyerahkan nyawanya sebagai saksi kebe­naran.

Untuk mengatasi kejahatan-kejahatan yang mengganggu Eropa, maka diadakanlah konsili umum di Constance. Konsili itu diadakan atas kemauan Kaisar Sigismund, oleh salah seorang paus yang bersaing, Yohanes XIII. Sebenarnya Paus Yohanes tidak menyukai diadakannya konsili itu oleh karena tabiat pribadinya dan kebijaksanaannya tidak tahan pemeriksaan, baik oleh pejabat-pejabat tinggi gereja, yang kurang bermoral sebagaima­na juga para anggota gereja pada masa itu. Namun, ia tidak berani melawan keinginan Kaisar Sigismund. (Lihat Lampiran 2).

Tujuan utama yang hendak dicapai konsili itu ialah untuk memulihkan perpecahan di dalam gereja, dan untuk membasmi bidat atau aliran yang menyimpang. Oleh karena itu kedua orang yang anti paus telah dipanggil menghadap serta propagandis utama pemikiran-pemikiran baru, John Huss. Kedua orang anti paus tidak mau menghadap oleh karena alasan kesela­matan, tetapi mengirim utusannya untuk mewakili.

Paus Yohanes, semen­tara berpura-pura sebagai seorang yang mengadakan konsili itu, ia datang dengan keragu-raguan, menduga bahwa kaisar berencana secara diam-diam untuk menggulingkannya. Ia takut diminta pertanggung-jawaban atas keja­hatan-kejahatan yang merendahkan mahkota kepausan, serta kejahatan­kejahatan yang telah dilakukan untuk mendapatkannya. Namun begitu ia memasuki kota Constance dengan suatu kebesaran dan keagungan disertai para imam golongan atas dan diikuti oleh iring-iringan panjang pegawai tinggi istana. Semua imam dan para pejabat kota bersama kerumunan massa keluar menyambut dan' mengelu-elukan dia. Di atas kepalanya terbentang penutup singgasana keemasan yang diusung oleh empat orang pejabat tinggi. Roti Suci dibawa dihadapannya, dan kemegahan pakaian para kardinal dan para bangsawan membuat suatu pameran yang mengagumkan.

Sementara itu seorang lain yang mengadakan perjalanan juga sedang mendekati kota Constance. Huss sadar akan bahaya yang mengancamnya. Ia berpisah dengan teman-temannya, seolah-olah ia tidak akan pernah me­lihat mereka lagi. Dan ia menjalani perjalanannya dengan perasaan seolah­-olah berjalan menuju tiang gantungan, Walaupun ia telah mendapatkan surat jaminan keamanan dari raja Bohemia dan Kaisar Sigismund untuk perjalanannya ini, ia telah menyiapkan segala sesuatu karena kematiannya masih mungkin dapat terjadi.

Dalam sebuah suratnya yang ditujukan kepada teman-temannya di Praha ia berkata, "Saudara-saudaraku, . . . Saya pergi dengan surat jaminan dari raja, untuk menemui musuh-musuh saya yang banyak.... Saya menaruh kepercayaan penuh pada kuasa Allah, pada Juruselamatku; saya percaya bahwa la akan mendengarkan doamu yang sungguh-sungguh, agar Dia memasukkan kebijaksanaan-Nya dan akal budi-Nya kedalam mulutku, agar supaya saya boleh bertahan terhadap mereka. Dan agar Dia memberikan Roh Kudus-Nya untuk menguatkan saya di dalam kebesaran-Nya, agar supaya saya dapat menghadapi dengan berani segala pencobaan dan penjara, dan jikalau perlu, kematian yang kejam.

Yesus Kristus menderita untuk semua yang dikasihi-Nya, dan oleh sebab itu bukankah kita patut bergembira karena Ia telah memberikan teladan­Nya bagi kita, agar supaya kita tabah menanggung segala sesuatu demi keselamatan kita? Ia adalah Allah, dan kita adalah makhluk-Nya. Ia adalah Tuhan, dan kita adalah hamba-hamba-Nya. Ia adalah Tuhan dunia ini, dan kita adalah manusia berdosa yang hina dan keji namun Dia telah mende­rita untuk kita! Kalau begitu, mengapa kita juga tidak menderita, terutama kalau penderitaan itu bagi kita adalah penyucian?

Oleh sebab itu, saudara-saudara yang kekasih, jikalau kematianku untuk kemuliaan-Nya, berdoalah supaya kematian itu cepat datang, dan agar Dia menyanggupkan saya menanggung semua malapetaka dengan keteguhan hati. Akan tetapi jika adalah lebih baik aku kembali ke tengah-tengah kamu, baiklah kita berdoa kepada Allah agar saya boleh kembali tanpa noda; yaitu, agar aku jangan menyembunyikan satu pun kebenaran Injil, agar aku dapat meninggalkan suatu teladan bagi saudara-saudaraku untuk diikuti. Oleh sebab itu, mungkin saudara-saudara tidak akan memandang mukaku lagi di Praha. Tetapi jika menjadi kehendak Allah yang Mahakuasa berke­nan mengembalikan saya kepada kamu, marilah kita maju terus dengan hati yang semakin teguh dalam pengetahuan dan kecintaan kepada hukum­Nya." Bonnechose, Jld. I, hlm. 147, 148.

Dalam surat lain, kepada seorang imam yang telah menjadi murid Injil, Huss berbicara dengan kerendahan hati yang mendalam mengenai kesa­lahan-kesalahannya sendiri, menuduh dirinya sendiri, "telah menikmati kesenangan dalam memakai pakaian yang mewah, dan telah menghabis­kan waktu dalam pekerjaan yang sia-sia." Lalu ia menambahkan nasihat yang menyentuh hati ini: "Biarlah kemuliaan Allah dan keselamatan jiwa­jiwa menempati pikiranmu, dan bukan kedudukan dan harta kekayaan. Berhati-hatilah, jangan menghiasi rumahmu melebihi jiwamu. Dan diatas segalanya, berikanlah perhatianmu kepada pembangunan kerohanian. Berlakulah saleh dan rendah hati kepada orang miskin, dan jangan meng­habiskan hartamu dalam pesta pora. Jikalau engkau tidak mengubah kehidupanmu dan berhenti dari segala yang berlebihan, saya khawatir bah­wa engkau akan dihukum seperti saya ini .... Engkau mengetahui ajaran­ku, karena engkau telah menerima petunjukku sejak dari masa kanak­kanakmu. Oleh sebab itu tidak ada gunanya bagiku menulis kepadamu le­bih jauh. Tetapi saya meminta kepadamu, oleh rahmat Tuhan kita, agar tidak meniruku dalam kesombongan yang sia-sia, ke dalam mana engkau saksikan saya jatuh." Pada sampul suratnya itu is menambahkan, "Saya mengimbaumu, saudaraku, jangan membuka surat ini sampai engkau su­dah mendapat kepastian bahwa saya sudah mati"' Ibid, hhn. 148, 149.


Dalam perjalanannya, Huss melihat di mana-mana tanpa-tanda tersebamya ajaran-ajarannya, dan dukungan demi perkembangan ajaran itu. Orang-orang berduyun-duyun menemuinya, dan di beberapa kota pejabat-pejabat menyambutnya di jalan-jalan. Setelah tiba di Constance, Huss diberikan kekebasan penuh. Kepadanya telah diberikan su­rat jaminan keamanan yang diberikan oleh kaisar, ditambah jaminan perlindungan pribadi oleh paus. Tetapi pelanggaran kepada deklarasi yang sungguh-sungguh dan diulang-ulang ini, menyebabkan Pembaru itu ditang­kap dalam waktu singkat, dan atas perintah paus dan para kardinal, ia dijebloskan ke dalam penjara bawah tanah yang menjijikkan. Kemudian Huss dipindahkan ke kastil yang kokoh di seberang Sungai Rhine sebagai tawanan.

Tidak berapa lama kemudian, paus, oleh karena pengkhianatannya telah dijebloskan kedalam penjara yang sama.Ibid, hlm. 247. Di hadapan konsili, paus telah terbukti melakukan kejahatan yang paling mendasar, di samping pembunuhan, memperjua-lbelikan kedudukan gereja dan perzina­an, "dosa-dosa yang tidak pantas disebut namanya." Jadi konsili mengelu­arkan pernyataan; dan demikianlah akhirnya mahkota dicopot dari pada­nya, dan ia dijebloskan ke dalam penjara. Orang-orang yang anti paus juga dicopot dan paus baru pun dipilih.

Meskipun paus sendiri telah melakukan kesalahan yang lebih besar dari­pada yang pernah dituduhkan Huss kepada para imam, sehingga untuk itu Huss menuntut diadakan reformasi; namun konsili yang sama yang menurunkan martabat paus, juga meneruskan menumpas Sang Reformis. Dengan dipenjarakannya Huss telah menimbulkan kemarahan di Bohemia. Kaum bangsawan yang berkuasa mengajukan protes keras kepada konsili menentang perbuatan biadab itu. Kaisar, yang tidak suka adanya pe­langgaran terhadap surat jaminan keamanan yang diberikannya, menentang tindakan yang dilakukan kepada Huss. Tetapi musuh-musuh Sang Refor­mis begitu ganas dan bersikeras. Mereka memohon perhatian raja menge nai prasangkanya, ketakutannya dan semangatnya terhadap gereja. Mereka mengajukan argumentasi yang.panjang lebar untuk membuktikan bahwa "iman tidak boleh dipelihara bersama dengan bidat atau orang-orang yang dicurigai menganut kepercayaan yang menyimpang, walaupun mereka dilengkapi dengan surat-surat jaminan keamanan dari kaisar atau raja-raja."-Lenfant, "History of the Councils of Constance," Rd. I, him. 516. Maka dengan demikian mereka pun berhasil.

Dilemahkan oleh penyakit dan penahanannya di dalam -penjara bawah tanah yang lembab dengan udara yang bau busuk, telah menyebabkan Huss menderita demam yang nyaris mengakhiri hidupnya. Akhirnya Huss di ha­dapkan ke depan konsili. Dibebani dengan rantai-rantai, ia berdiri di hadapan kaisar yang mulia dan yang mempunyai iman yang baik, yang telah berjan­ji melindunginya. Selama pemeriksaannya yang memakan waktu lama, dengan teguh ia mempertahankan kebenaran, dan di hadapan perkumpulan para pejabat tinggi gereja dan negara ia mengeluarkan protes yang sung­guh-sungguh dan jujur menentang kebenaran para penguasa hirarki.

Rahmat Allah mendukung dia. Selama minggu-minggu yang telah berlalu sebelum keputusan terakhimya, damai surga memenuhi jiwanya. "Saya menulis surat ini," katanya- kepada seorang temannya, "di dalam ruang penjara saya, dan dengan tangan saya yang terbelenggu, menanti pelaksa­naan hukuman mati saya besok .... Bilamana, dengan pertolongan Yesus Kristus, kita kan.bertemu lagi di kedamaian kehidupan yang akan datang, engkau akan tahu bagaimana Allah yang berbelas kasihan itu telah memberikan diri-Nya kepadaku, dan betapa besar pertolongan Nya kepadaku dalam pencobaan dan pengadilanku.'' Bonnechose, Md. II, him. 67.

Di dalam kegelapan penjara ia melihat kemenangan iman yang benar. Dalam mimpi ia kembali ke kapel di Praha di mana ia mengkhotbahkan Injil, ia melihat paus dan para uskupnya menghapus gambar Kristus yang telah dilukisnya di dinding kapel itu. "Penglihatan ini menyusahkan hati­nya, tetapi hari berikutnya ia melihat banyak pelukis melukis kembali gambar itu dalam jumlah yang lebih besar dan dengan warna yang lebih terang. Segera setelah tugas mereka selesai, para pelukis itu, yang telah dikelilingi oleh banyak sekali orang, berseru, “Sekarang biarlah para paus dan para uskup datang. Mereka tidak akan pemah lagi bisa menghapus gambar itu! "

Pembaharu itu berkata pada waktu ia menghubungkan mimpinya, "Saya merasa pasti, bahwa gambar Kristus tidak akan pernah dihapus. Mereka ingin memusnahkannya, tetapi akan dilukis baru di dalam semua hati oleh para pengkhotbah yang jauh lebih baik dari saya." D’ Aubigne, b. 1, ch.6.

Untuk terakhir kalinya, Huss dibawa kembali ke hadapan konsili. Mah­kamah sekali ini adalah mahkamah yang brilian dan luas-dihadiri oleh kaisar, para pangeran kerajaan, para deputi kerajaan, para kardinal, uskup-­uskup dan imam-imam; dan orang banyak yang datang sebagai penonton kejadian hari itu. Dari seluruh dunia Kekristenan telah berkumpul untuk menyaksikan korban besar yang pertama ini yang telah lama memperjuang­kan kebenaran hati nurani.

Setelah dipanggil untuk mendengarkan keputusan terakhir, Huss menya­takan penolakannya untuk menyangkal keyakinannya, dan sambil menuju­kan pandangannya yang tajam kepada kaisar yang kata-kata janjinya telah dilanggar dengan tidak mengenal malu, ia mengatakan, "Saya memutus­kan atas kemauan saya sendiri, untuk hadir di hadapan konsili ini di bawah perlindungan umum dan jaminan keselamatan kaisar yang hadir di sini."­Bonnechose, Jld.. 11, hlm. 84. Wajah Kaisar Sigismund menjdi merah pa­dam pada waktu semua mata orang yang hadir di mahkamah itu meman­dang kepadanya.

Keputusan telah diumumkan, upacara penurunan pangkat pun dimulai. Para uskup mengganti pakaiannya dan memakaikan pakaian keimamatan. Dan pada waktu Huss mengenakan pakaian keimamatan itu, ia berkata, "Tuhan kita Yesus Kristus telah dibungkus dengan kain putih sebagai penghinaan, pada waktu Herodes memerintahkan menghadapkannya kepada Pilatus."­Ibid, hlm. 86. Pada waktu sekali lagi ia diminta untuk menarik kembali pernyataannya, ia menjawab sambil berbalik kepada orang banyak, "Lalu dengan muka apa saya harus memandang Surga? Bagaimana saya melihat orang banyak itu kepada siapa saya sudah khotbahkan Injil yang sejati? Tidak. Saya lebih menghargai keselamatan mereka daripada tubuh saya yang hina ini, yang sekarang telah diputuskan untuk dibunuh." Pakaiannya ditanggalkan satu persatu; setiap uskup mengatakan kata-kata kutukan se­mentara mereka melakukan tugasnya dalam upacara itu. Akhimya, "mere­ka mengenakan di atas kepalanya sebuah topi atau semacam topi yang dipakai oleh uskup dalam upacara, yang berbentuk piramida dan terbuat dari kertas. Dikertas itu dilukiskan gambar-gambar Setan dengan kata-kata, `Kepala Bidat,' dituliskan dengan menyolok di bagian depan. `Sangat se­nang' kata Huss, `akan saya pakai mahkota yang memalukan ini demi Engkau, O, Yesus, yang telah mengenakan mahkota duri untukku"'

Setelah itu, "para pejabat tinggi gereja berkata, `Sekarang kami serahkan jiwamu kepada Setan.' `Dan saya,' kata John Huss, dengan menengadah ke langit, `menyerahkan rohku kedalam tangan-Mu, O, Tuhan Yesus, oleh karena Engkau telah menebus aku."'- Wylie, b. 3, psl. 7.

Sekarang ia diserahkan kepada pejabat-pejabat pemerintah, dan dibawa ke tempat pelaksanaan hukuman mati. Suatu arak-arakan besar mengikuti dia, ratusan orang bersenjata, para imam dan para uskup dengan berpakai­an yang mahal-mahal, dan penduduk kota Constance. Pada waktu ia diikat ke tiang gantungan, dan semua sudah siap untuk menyalakan api, orang martir (mati syahid) ini sekali lagi diimbau untuk menyelamatkan dirinya dengan meninggalkan kesalahannya. -"Kesalahan apa," kata Huss, "yang saya harus tinggalkan? Saya tahu saya tidak bersalah. Saya memohon Allah untuk menyaksikan bahwa semua yang saya telah tuliskan dan khotbahkan adalah demi penyelamatan jiwa-jiwa dari dosa dan kebinasaan. Dan oleh sebab itu, dengan sangat senang saya akan pastikan dengan darahku, kebe­naran yang telah kutuliskan dan kukhotbahkan. "-Wylie, b. 3, psl 7. Ketika api menyala disekelilingnya, ia mulai menyanyi, "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku," dan demikianlah seterusnya ia menyanyi sampai suaranya terdiam untuk selamanya.

Musuh-musuhnya sendiri pun merasa terpukul melihat keperkasaannya. Seorang pengikut paus yang bersemangat, menerangkan kematian Huss dan Jerome, yang mati segera sesudah itu, demikian: "Mereka berdua menetapkan hati pada waktu saat-saat terakhir datang menjelang. Mereka telah bersedia menghadapi api itu seperti mereka menghadapi pesta perni­kahan. Mereka tidak mengeluh kesakitan. Ketika nyala api menjulang, mereka menyanyikan nyanyian puji-pujian. Dan kehebatan api tidak dapat menghentikan nyanyian mereka."-Wylie, b.3, psl. 7.

Setelah tubuh Huss seluruhnya hangus terbakar, maka abunya bersama tanah tempat abu itu, dikumpulkan dan dibuangkan ke Sungai Rhine, yang kemudian dihanyutkan arus ke laut. Para penganiaya membayangkan bahwa mereka telah berhasil membasmi kebenaran yang telah dikhotbahkan Huss. Tidak terbayang bagi mereka bahwa abu jenazah yang dihanyutkan arus ke laut akan menjadi benih yang tersebar ke-seluruh negeri di dunia ini. Dan bahwa negeri yang belum diketahui itu akan memberikan buah-buah yang limpah sebagai saksi kebenaran.

Kata-kata yang diucapkan di gedung konsili di Constance telah mem­bahana, dan gaungnya akan terdengar sampai ke masa-masa yang akan datang. Huss tidak ada lagi, tetapi kebenaran yang diperjuangkannya de­ngan kematiannya tidak akan pernah binasa. Teladan iman dan ketetapan hatinya akan mendorong banyak orang untuk berdiri teguh demi kebenar­an, dalam menghadapai siksaan dan kematian. Kematiannya telah mem­beberkan kepada seluruh dunia tentang kekejaman pengkhianatan Roma. Musuh-musuh kebenaran, meskipun mereka tidak menyadarinya, telah memajukan kebenaran itu, yang dengan sia-sia mereka berusaha memusnah­kannya.


Satu lagi tiang gantungan pembakaran akan didirikan di kota Constance. Darah saksi yang lain harus menyaksikan kebenaran itu. Jerome, yang mengucapkan selamat jalan kepada Huss waktu ia pergi untuk menghadiri konsili, telah mendorong semangat dan menguatkan pendirian Huss. Jerome menyatakan akan datang menolongnya jika Huss harus menghadapi baha­ya. Setelah mendengar penahanan Pembaru itu, murid yang setia ini segera menyiapkan diri memenuhi janjinya. Tanpa surat jaminan keamanan ia berangkat ke Constance dengan seorang teman. Setelah tiba di Constance ia merasa pasti bahwa ia hanya membuka dirinya kepada bahaya tanpa adanya kemungkinan bisa berbuat sesuatu untuk melepaskan Huss. Ia melarikan diri dari kota itu, tetapi tertangkap dalam perjalanan pulang. Ia dibawa kembali ke Constance dengan dirantai dan dengan pengawalan sepasukan tentara. Pada penampilan pertama di konsili, dalam usahanya menjawab tuduhan-tuduhan yang dilontarkan kepadanya, telah disambut dengan teriakan, "Bakar dia! bakar dia!" Bonnechose, Md. l, hlm. 234. la dijebloskankan kedalam penjara bawah tanah, dirantai dalam posisi yang menyebabkannya sangat menderita, dan diberi makan roti dan air saja. Setelah beberapa bulan kekejaman yang dilakukan kepada Jerome, ia men derita penyakit yang mengancam nyawanya. Musuh-musuhnya takut ka­lau-kalau ia melarikan diri, memperlakukannya tidak sekejam sebelum­nya, meskipun ia tetap meringkuk dalam penjara selama setahun.

Kematian Huss tidak berakibat seperti yang diharapkan oleh pengikut-­pengikut kepausan. Pelanggaran terhadap surat jaminan keamanan telah membangkitkan badai kemarahan. Dan sebagai cara yang lebih aman, konsili memutuskan untuk memaksa Jerome, kalau mungkin, untuk menarik mun­dur pernyataannya, sebagai ganti membakarnya. Ia dibawa menghadap mahkamah, dan memberikan pilihan untuk menarik kembali pernyataannya, atau mati di tiang gantungan pembakaran. Kematian pada permulaan penahanannya adalah merupakan belas kasihan jika dibandingkan dengan penderitaan hebat yang telah dialaminya. Tetapi sekarang, setelah dilemah­kan oleh penyakit, keangkeran penjara, siksaan kecemasan dan ketegangan, dipisahkan dari teman-temannya, dan terpukul oleh kematian Huss, maka keteguhan hati Jerome pun luluhlah sudah. Dan ia setuju untuk menyerah kepada konsili. Ia berjanji kepada dirinya untuk mematuhi imam Katolik, dan menerima tindakan konsili dalam melarang ajaran-ajaran Wycliffe dan Huss, namun kecuali " kebenaran kudus," yang mere­ka telah ajarkan. Bonnechose, Jid.11, hlm. 141.

Dengan cara ini Jerome berusaha untuk mendiamkan suara hati nuraninya dan melepaskan diri dari kebinasannya. Akan tetapi di dalam keterasing­annya di penjara bawah tanah ia melihat lebih jelas apa yang telah dilaku­kannya. Ia merenungkan keberanian dan kesetiaan Huss, bertolak belakang dengan penyangkalannya akan kebenaran. Ia merenungkan Tuhannya yang kepada-Nya ia telah berjanji untuk melayani, dan demi kepentingannya sendiri bersedia menanggung kematian di kayu salib. Sebelum menarik kembali pernyataannya ia memperoleh penghiburan atas semua penderita­annya, dan kepastian memperoleh kasih Allah. Tetapi sekarang, penyesal­an yang dalam dan keragu-raguan menyiksa jiwanya. Ia tahu bahwa masih banyak penarikan pernyataan yang harus dilakukannya sebelum ia berdamai dengan Roma. Jalan yang sekarang akan ia lalui bisa berakhir hanya dengan kemurtadan penuh. Akhirnya ia membuat keputusan: ia tidak akan me­nyangkal Tuhannya hanya untuk kelepasan sementara dari penderitaan. Kemudian ia dibawa kembali menghadap konsili. Penyerahannya belum
memuaskan para hakimnya. Kehausan mereka akan darah yang dirang­sang oleh kematian Huss, mendesak mereka untuk mendapatkan korban baru. Hanya dengan penyerahan tanpa syarat Jerome dapat mempertahankan hidupnya. Tetapi ia telah berketetapan untuk berpegang pada imannya, dan mengikuti jejak saudara martirnya, Huss, ke pembakaran.

Ia membatalkan penarikan pernyataannya yang sebelumnya. Dan seba­gai seorang yang sedang sekarat, dengan sungguh-sungguh ia memohon kesempatan untuk memberikan pembelaannya. Takut akan pengaruh kata-­katanya, para pejabat tinggi gereja bertahan agar ia hanya menguatkan atau menolak kebenaran tuduhan yang dituduhkan kepadanya. Jerome memprotes perlakuan yang begitu kejam dan tidak adil. "Kalian telah me­nutup saya di penjara yang mengerikan selama tiga ratus empat puluh hari," katanya, "di tengah-tengah kekotoran, di dalam ruangan yang pengap dan bau busuk, dan di mana sangat kekurangan segala sesuatu. Dan sekarang kamu membawa saya menghadap dan mendengarkan musuh-musuhku , tetapi kalian tidak mau mendengarkan saya .... Jikalau kalian benar-benar orang bijaksana dan terang dunia ini, hati-hatilah jangan berdosa kepada keadiIan. Bagiku, saya hanya seorang manusia yang lemah. Hidupku tidak begitu penting. Dan bilamana saya mengimbau kalian agar jangan mengu­capkan satu pun kalimat yang tidak adil, saya bukan berkata-kata untuk diriku, tetapi untuk kalian." Ibid, hlm. 146, 147.

Akhirnya permohonannya disetujui. Di hadapan hakimnya Jerome ber­lutut dan berdoa agar Roh Ilahi dapat kiranya menguasai pikirannya dan kata-katanya, agar ia dapat berbicara dengan tidak bertentangan dengan kebenaran ataupun jangan sampai tidak menghormati Tuhannya. Baginya pada hari itu telah digenapi janji Allah kepada murid-murid yang, pertama itu: "Karena Aku kamu akan digiring kemuka penguasa-penguasa dan raja-raja .... Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagai­mana dan akan apa yang kamu harus katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang ber­kata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang berkata-kata di dalam kamu" (Matius 10:18-20).

Kata-kata Jerome menimbulkan keheranan dan kekaguman kepada semua orang, juga kepada musuh-musuhnya. Karena sepanjang tahun ia telah dikurung di dalam penjara bawah tanah, ia tidak bisa membaca bahkan melihat. Ia menanggung penderitaan fisik yang berat dan kecemasan mental. Namun argumen-­argumennya disampaikan dengan begitu jelas dan dengan kuasa seolah­-olah ia tidak pernah mengalami gangguan kesempatan belajar. Ia menun­jukkan kepada para pendengarnya barisan panjang orang-orang kudus yang telah dihukum oleh hakim-hakim yang tidak adil. Hampir di setiap generasi terdapat orang-orang yang, sementara berusaha mengangkat derajat orang-­orang pada zamannya, telah dipersalahkan dan dibuang, tetapi yang di ke­mudian hari ternyata berhak mendapat kehormatan. Kristus sendiri telah dihukum sebagai penjahat oleh pengadilan yang tidak adil.

Pada waktu Jerome menarik kembali pernyataannya, ia setuju dengan keputusan pengadilan yang menghukum mati Huss. Tetapi sekarang ia menyatakan pertobatannya, dan bersaksi mengenai ketidak bersalahan dan kesalehan orang yang mati syahid itu. "Saya mengenal dia sejak masa kanak-­kanaknya," katanya. "Ia adalah orang yang paling balk, jujur dan saleh. Ia telah dihukum walaupun ia tidak bersalah .... Saya juga, saya sudah sedia untuk mati. Saya tidak akan mundur menghadapi siksaan yang telah dise­diakan bagiku oleh musuh-musuhku dan para saksi palsu. Pada suatu hari kelak, mereka akan mempertanggung-jawabkan semua perbuatan tipuan mereka di hadirat Allah Yang Mahaagung, yang tak seorang pun bisa me­nipu."-Ibid, hlm. 151.

Dalam penyesalan dirinya sendiri karena menyangkal kebenaran, Jerome selanjutnya berkata, "Dari semua dosa yang saya lakukan sejak masa mudaku, tidak ada yang lebih berat membebani pikiranku dan yang menyebabkanku begitu sangat menyesal, daripada apa yang kulakukan di tempat celaka ini, pada waktu aku menyetujui keputusan yang tidak adil yang dijatuhkan kepada Wycliffe, dan kepada syuhada saleh John Huss, tuanku dan sahabatku. Ya! Saya mengakuinya dari dalam hatiku, dan me­nyatakan dengan kengerian bahwa saya merasa malu dan takut pada waktu saya mempersalahkan. ajaran-ajaran mereka oleh karena takut mati. Oleh sebab itu, saya memohon ... Allah Mahakuasa sudi mengampuni aku dari dosa-dosaku, terutama yang satu ini, yang paling mengerikan dari semua." SambiI menunjuk kepada hakimhya, ia berkata dengan tegas, "Kamu telah mempersalahkan Wycliffe dan John Huss, bukan karena mereka menggoncangkan doktrin gereja, tetapi hanya oleh karena mereka mengutuk kejahatan yang dilaku­kan para imam, kesombongan dan keangkuhan mereka, dan semua kebusukan para pejabat tinggi gereja dan para imam. Hal-hal yang mereka sudah kuatkan, yang tidak dapat dibantah lagi, saya juga berpikir dan me­ngatakan demikian, seperti mereka."

Kata-katanya disela. Para pejabat tinggi gereja gemetar dalam kemarah­annya, dan berteriak, "Bukti-bukti apa lagi yang diperlukan? Kita telah melihat dengan mata kepala kita sendiri seorang bidat yang keras kepala!"
Tanpa terpengaruh oleh keributan itu, Jerome menyerukan, "Apa? Apa­kah kamu menyangka saya takut mati? Kamu telah mengurung saya dipenjara bawah tanah yang mengerikan setahun penuh, yang lebih me­ngerikan dari kematian itu sendiri. Kamu telah memperlakukan saya lebih buruk dari orang-orang Turki, Yahudi atau orang kafir. Dan dagingku se­benarnya telah membusuk dan terlepas dari tulang-tulangku selagi saya masih hidup. Namun begitu, saya tidak mengeluh, karena ratap tangis akan menyakitkan hati dan jiwa. Tetapi saya tak dapat mengutarakan keherananku atas kebiadaban besar seperti itu terhadap seorang Kristen." Ibid, hlm. 151-153.

Sekali lagi topan amarah meledak, dan Jerome dilarikan ke penjara. Na­mun ada beberapa orang di dalam mahkamah yang sangat terkesan dengan kata-kata Jerome, dan yang ingin untuk meyelamatkan nyawanya. Ia dikunjungi oleh para pejabat tinggi gereja dan mendorongnya untuk menyerahkan dirinya kepada konsili. Hari depan yang paling gemilang te­lah ditawarkan kepadanya sebagai imbalannya jika ia meninggalkan perlawanannya kepada Roma. Tetapi seperti Tuhannya pada waktu dita­warkan kemuliaan dunia, Jerome tetap teguh menolak.

"Butikanlah kepadaku dari Alkitab bahwa saya ini salah," katanya, "dan saya akan meninggalkannya untuk selama-lamanya."
"Alkitab!" Seru seorang yang mencobainya, "apakah semuanya harus diadili oleh Alkitab? Siapa yang bisa mengertinya sampai gereja menafsir­kannya?
"Apakah tradisi manusia lebih layak untuk dipercaya daripada Injil Juruselamat kita?" jawab Jerome. "Paulus tidak menasihatkan orang-orang yang dikirimi surat untuk mendengarkan tradisi manusia, tetapi katanya, `Selidikilah Alkitab."'
“Bidat !” teriak seseorang, "Saya menyesal telah membujuk engkau begi­tu lama. Saya melihat bahwa engkau telah didorong oleh Setan."-Wylie, b. 3, psl. 10. .
Tidak lama kemudian keputusan hukuman mati dijatuhkan kepadanya. Ia dituntun ke tempat yang sama di mana Huss menyerahkan nyawanya. Sepanjang jalan ia menyanyi, wajahnya bercahaya penuh sukacita dan ke­damaian. Pandangannya tertuju kepada Kristus, dan baginya kematian te­lah kehilangan kengeriannya. Pada waktu petugas, yang hampir menyala­kan onggokan kayu api, berjalan dibelakangnya, syuhada itu berkata, "Ma­julah dengan berani, taruhlah api itu diwajahku. Kalau saya takut saya tidak akan berada di sini."

Kata-katanya yang terakhir yang diucapkan sementara nyala api membesar disekelilingnya adalah sebuah doa, "Tuhan Yang Mahakuasa," katanya, "kasihanilah saya, dan ampunilah dosa-dosaku, karena Engkau tahu, saya selalu mencintai kebenaran-Mu." Ibid, him. 168. Suaranya lenyap, teta­pi bibirnya tetap komat-kamit berdoa. Setelah api membakar seluruh tubuhnya, abu syuhada itu bersama tanah tempatnya, dikumpulkan dan, seperti abu jenazah Huss; dibuangkan ke Sungai Rhine.

Demikianlah binasa para pembawa terang Allah yang setia. Tetapi te­rang kebenaran yang disiarkan mereka, terang teladan keperkasaan mereka tidak bisa dipadamkan. Bagaikan manusia yang paling kuat berusaha me­nahan peredaran matahari agar matahari fajar tidak menyingsing, tetapi bagaimana pun juga, fajar tetap terbit bagi dunia. Pelaksanaan hukuman mati Huss telah menyulut api kemarahan dan kengerian di Bohemia. Hal itu dirasakan segenap bangsa itu, bahwa ia telah menjadi mangsa kebenaran para imam dan pengkhianatan kaisar. Ia dinyatakan sebagai seorang guru kebenaran yang setia, dan konsili yang memutuskan hukuman mati itu dituduh bersalah sebagai pembunuh. Ajaran-ajaran Huss sekarang menarik perhatian orang lebih banyak daripada sebelumnya. Atas perintah kepausan tulisan-tulisan Wycliffe telah dibakar. Tetapi yang lolos dari pemusnahan sekarang dibawa keluar dari tempat persembunyiannya dan dipelajari ber­sama Alkitab, atau bagian-bagiannya yang bisa didapat. Dan banyaklah yang dituntun menerima iman yang diperbarui itu.

Para pembunuh Huss tidak tinggal diam dan menyaksikan kemenangan­-kemenangan Huss. Paus dan kaisar bersatu untuk menumpas gerakan itu, dan tentara Sigismund menyerang Bohemia.

Tetapi bangkit seorang penyelamat. Ziska, yang segera sesudah perang mulai telah menjadi buta sama sekali, namun ia adalah seorang jenderal yang paling mahir pada zamannya, dan menjadi pemimpin orang Bohemia. Percaya pada pertolongan Allah dan kebenaran perjuangan mereka, membuat orang-­orang dapat menahan tentera musuh yang kuat yang menyerang mereka. Berulang-ulang kaisar mengirim tentera baru untuk menyerang Bohemia hanya untuk dipukul mundur secara memalukan. Pengikut-pengikut Huss sekarang tidak takut mati, dan tak ada yang tahan melawan mereka. Bebe­rapa tahun setelah perang meletus, Ziska, si pemberani itu wafat. Tetapi tempatnya digantikan oleh Procopius, yang juga adalah seorang jenderal pemberani dan trampil, dan dalam berbagai hal, seorang pemimpin yang lebih berkemampuan.

Musuh-musuh orang Bohemia, mengetahui bahwa pejuang yang buta itu telah meninggal, merasa sudah saatnya untuk menebus kekalahan mereka selama ini. Paus mengumumkan perang suci melawan pengikut-pengikut Huss. Dan tentara yang besar jumlahnya segera dikirimkan menyerang Bohemia, tetapi hanya untuk menderita kekalahan yang mengerikan. Pe­rang suci lain diumumkan. Di semua negara kepausan di Eropa, tentara, uang dan perlengkapan perang dikumpulkan. Orang banyak berduyun-duyun menggabungkan diri ke bawah panji-panji kepausan. Mereka merasa pasti bahwa akhimya para bidat pengikut Huss akan dapat ditumpas. Dengan keyakinan akan menang, pasukan besar itu pun memasuki Bohemia. Orang-­orang Bohemia bertempur mengusir mereka. Kedua pasukan saling men­dekat, sehingga hanya dipisahkan oleh sebuah sungai saja. "Tentara kepausan jauh lebih unggul, tetapi sebagai gantinya mereka langsung menyeberangi sungai untuk memerangi pengikut-pengikut Huss, mereka berdiri meman­dangi dengan diam prajurit-prajurit Huss. Sebenarnya mereka jauh-jauh datang hanya untuk memerangi pengikut-pengikut Huss ini."-Wylie, b. 3, psl. 17. Tiba-tiba ketakutan yang misterius melanda pasukan kepausan. Tanpa membuat sesuatu untuk melawan, pasukan yang kuat ini tercerai-berai dihalau oleh kekuatan yang tidak kelihatan. Banyak yang ditumpas oleh pasukan pengikut-pengikut Huss, yang mengejar musuh yang lari itu. Dan banyaklah barang-barang rampasan yang jatuh ke tangan pasukan yang menang, sehingga sebagai gantinya, perang-itu membuat kemiskinan, justru membuat orang-orang Bohemia lebih kaya.

Beberapa tahun kemudian, perang suci yang lain direncanakan di bawah pimpinan paus yang baru. Seperti yang sebelumnya, tentara dan peralatan diambil dari negara-negara kepausan di Eropa. Banyaklah janji diberikan untuk membujuk orang-orang untuk bergabung kepada pekerjaan yang berbahaya ini. Pengampunan penuh atas kejahatan yang paling keji telah dijanjikan bagi setiap orang tentara kepausan. Semua yang tewas dalam peperangan itu dijanjikan upah besar di suara dan mereka yang selamat akan memperoleh penghormatan dan kekayaan di medan pertempuran. Sekali lagi pasukan besar telah terkumpul, dan melintasi perbatasan me­masuki Bohemia. Pasukan pengikut Huss menggunakan taktik mundur di hadapan pasukan penyerang, sehingga musuh semakin jauh masuk ke negeri itu. Hal ini membuat penyerang mengira bahwa mereka telah meme­nangkan peperangan. Akhirnya tentara Procopius bertahan dan berbalik menghadapi musuh, maju menyerang mereka. Tentara musuh, menyadari kesalahannya, menunggu serangan di perkemahannya. Sementara suara pasukan yang mendekat terdengar, bahkan sebelum pasukan pengikut Huss terlihat, kembali kepanikan melanda pasukan kepausan. Para pangeran, para jenderal dan tentara biasa membuangkan senjata mereka, lalu lari ke segala penjuru. Sia-sia utusan kepausan, yang memimpin penyerangan itu, ber­usaha untuk mengumpulkan pasukannya yang sudah ketakutan dan kucar-­kacir tak teratur lagi itu. Walaupun ia berusaha keras, ia sendiri pun juga ikut hanyut dalam arus pelarian. Kekalahan itu sempurna. Dan sekali lagi barang-barang rampasan yang banyak jatuh ke tangan pemenang.

Demikianlah untuk kedua kalinya pasukan yang jumlahnya besar, yang dikirim oleh bangsa-bangsa kuat di Eropa, pasukan berani yang siap tempur, dan yang dilatih serta diperlengkapi
untuk berperang, lari tanpa perlawanan dari hadapan para pembela bangsa yang kecil dan lemah. Di sinilah mani­festasi kuasa Ilahi. Para penyerang telah dipukul mundur dengan teror gaib. Ia yang mengalahkan tentara Firaun di Laut Merah, yang membuat lari tentara Midian dari hadapan Gideon dan pasukannya yang berjumlah tiga ratus orang itu, yang pada suatu malam melumpuhkan pasukan Assur yang angkuh, kembali merentangkan tangan-Nya melumpuhkan kekuatan penindas. "Di sanalah mereka di timpa kejutan yang besar, padahal tidak ada yang mengejutkan; sebab Allah menghamburkan tulang-tulang para pengepungmu; mereka akan dipermalukan, sebab Allah telah menolak mereka" (Mazmur 53:5).

Setelah putus asa tidak berhasil menguasai Bohemia dengan kekuatan senjata, para pemimpin kepausan akhirnya menggunakan saluran-saluran diplomasi. Mereka mengadakan kompromi. Sementara mereka mengata­kan memberikan kemerdekaan hati nurani kepada Bohemia, tetapi sebe­narnya mereka dikhianati untuk masuk ke dalam kekuasaan Romawi. Orang-­orang Bohemia mengajaukan empat tuntutan sebagai syarat perdamaiannya dengan Roma: Kebebasan mengkhotbahkan Alkitab; hak seluruh jemaat atas roti dan anggur dalarn perjamuan kudus dan penggunaan bahasa sen­diri dalam perbaktian llahi; penarikan imam-imam dari kuasa dan jabatan pemerintahan; dan dalam hal perkara kejahatan, juridiksi pengadilan sipil sama terhadap para pendeta clan orang awam. Penguasa kepausan akhirnya "menyetujui menerima keempat tuntutan pengikut-pengikut Huss, akan te­tapi hak untuk menjelaskannya, yaitu menentukan makna yang sebenar­nya, haruslah menjadi hak konsili-dengan perkataan lain, hak paus dan hak kaisar."-Atas dasar ini dibuatlah suatu perjanjian. Dengan menyem­bunyikan tipu muslihatnya dan kecurangannya Roma memperoleh apa yang tidak bisa diperolehnya dengan peperangan, oleh karena, dengan memberi­kan interpretasinya atas tuntutan pengikut Huss itu, seperti juga atas Alkitab, ia dapat memutarbalikkan artinya sesuai dengan maksud dan kemauannya.

Segolongan besar orang di Bohemia, yang melihat bahwa kemerdekaan mereka telah dikhianati, tidak setuju dengan perjanjian itu. Timbullah perselisihan dan perpecahan yang menjurus kepada bentrokan dan pertum­pahan darah di antara mereka sendiri. Dalam perselisihan ini bangsawan Procopius jatuh, dan lenyaplah kebebasan Bohemia.

Sigismund, pengkhianat Huss dan Jerome, sekarang menjadi raja Bo­hemia. Dan tanpa mengingat sumpahnya untuk mendukung hak-hak orang Bohemia, ia mulai mendirikan kepausan. Tetapi ketakutannya kepada Roma tidak memberi keuntungan banyak baginya. Selama dua puluh tahun kehi dupannya telah dipenuhi dengan kerja keras dan bahaya. Bala tentaranya dikalahkan dan hartanya habis terkuras oleh perjuangan yang lama dan yang tak membawa hasil. Dan sekarang, setelah ia memerintah selama se­tahun ia pun mangkat, meninggalkan kerajaannya di tepi jurang perang saudara, dan mewariskan kepada generasi yang akan datang suatu nama kekejian.

Kerusuhan, perselisihan, dan pertumpahan darah berkepanjangan. Sekali lagi pasukan dari luar menyerang Bohemia, dan perselisihan di dalam ne­geri berlanjut mengalihkan perhatian bangsa itu. Mereka yang tetap setia kepada Injil dihadapkan kepada penganiayaan berdarah.

Sementara saudara-saudara mereka yang terdahulu, mengadakan per­janjian dengan Roma, dan menelan kesalahannya, mereka yang memberi perhatian kepada iman yang mula mula itu membentuk suatu gereja yang berbeda sifatnya, yang diberi nama, "United Brethren" (Perserikatan Saudara-saudara). Tindakan ini mengundang kutukan dari semua golongan kepada mereka. Namun, mereka tidak dapat digoyahkan. Meskipun ter­paksa mencari perlindungan di hutan-hutan dan di gua-gua, mereka masih tetap berkumpul untuk membawa firman Allah dan bersatu dan berbakti bersama kepada Tuhan.

Melalui pesuruh-pesuruh yang dikirim secara rahasia ke berbagai negeri, mereka mengetahui bahwa di sana-sini terdapat "saksi-saksi kebenaran yang terpisah-pisah, sedikit di kota ini dan sedikit di sana yang menjadi sasaran penganiayaan seperti mereka. Dan di tengah-tengah Pegunungan Alpen ada gereja tua; yang beralaskan Alkitab, dan yang memprotes kebejatan moral Roma."-Wylie, b. 3, ps1.19. Pesuruh-pesuruh rahasia ini telah diterima dengan sukacita yang besar, dan surat menyuratpun diadakan dengan orang Kristen Waldensia.

Sambil tetap teguh berpegang kepada Injil, orang-orang Bohemia menunggu sepanjang malam penganiayaan mereka. Di malam yang paling gelap mereka masih mengalihkan matanya ke ufuk timur seperti orang-­orang yang sedang menantikan terbitnya matahari pagi. "Mereka meng­alami nasib buruk pada hari-hari yang jahat, tetapi ... mereka mengingat kata-kata yang diucapkan oleh Huss, dan yang diulangi oleh Jerome, bah­wa seabad harus-berlalu sebelum fajar menyingsing. Kata-kata ini ditujukan kepada bangsa-bangsa di dalam perhambaan: `Saya akan mati, dan Allah pasti akan melawat kamu, dan membawa kamu keluar."' Ibid, b. 3, psl. 19. "Selama masa penutupan abad kelima belas terlihat perkembangan yang lambat tetapi pasti dari gereja Brethren. Walaupun tidak jauh dari ganggu­an, namun mereka masih mengalami kedamaian yang sebanding. Pada permulaan abad keenam belas, gereja mereka telah berjumlah dua ratus gereja di Bohemia dan Moravia."-Gillett, "Life and Times of John Huss," jld. II, hlm.,570. "Betapa bersukacitanya perasaan umat yang sisa, yang terlepas dari keganasan api dan pedang; melihat terbitnya fajar yang telah diramalkan oleh Huss."-Wylie, b. 3, ps1.19.


Lampiran 1
SURAT PENGAMPUNAN DOSA - Lihat catatan bab 3 "Zaman Kegelapan Rohani - Lampiran 7"

Lampiran 2
KONSILI CONSTANCE - Mengenai Konsili Constance oleh Paus Yohanes XXIII, atas desakan kaisar Sigismund, lihat Mosheim “Ecclesiastical History,” bk 3, cent 15, part 2, ch 2, sec 3.
J. Dowling, “History of Romanism,” bk 6, ch 2, par 13
A. Bower, “Hostory of the popes,” vol VII, pp 141-143 (London 1766)
Neander, “History of the Christian Religion and Church,” period 6, sec 1 (1854)