Kamis, 31 Desember 2015

28. Kita tidak mengubah hidup kita untuk datang kepada Yesus


28. Kita tidak mengubah hidup kita untuk datang kepada Yesus. Kita datang kepada Dia sebagaimana kita ada, dan Dia mengubah hidup kita.

Suatu hari seorang perawat singgah ke kantor saya. Dia berkata, “Saya bosan dan jenuh dengan hidup saya. Saya tahu saya membutuhkan TUHAN, dan saya mau datang kepada-Nya. Maukah engkau menolong saya?”

Yah, itu adalah kesempatan yang sangat ditunggu-tunggu setiap pendeta. Maka saya berkata, “Tentu! Yang perlu engkau lakukan adalah datang kepada-Nya dalam doa dan mohon pada-Nya untuk mengampuni dosa-dosamu dan mengendalikan hidupmu. Kita dapat melakukannya sekarang.”
“Tidak,” jawabnya, “Tunggu dulu. Saya punya rencana akhir pekan ini.” Dia menceritakan kepada saya tentang rencananya. Dia akan pergi keluar kota bersama suami orang lain. Dia ingin datang kepada Kristus, tetapi dia tidak ingin mengubah rencananya untuk akhir pekan itu. Dan saat itu adalah Kamis sore.
Saya berkata, “Engkau dapat datang kepada Kristus sebagaimana engkau ada. Engkau tidak harus mengubah rencana-rencanamu untuk akhir pekan nanti agar dapat datang kepada Kristus. Engkau datang kepada Kristus, apa adanya, dan Dia yang akan mengurus rencana-rencanamu.”
Dia berkata, “Engkau tidak sungguh-sungguh, kan?”

Sekarang izinkan saya bertanya kepadamu. Siapakah yang benar? Apakah wanita itu harus mengubah rencana-rencananya untuk akhir pekan sebelum dia dapat datang kepada Kristus? Atau akankah Dia menerima wanita itu dengan rencana-rencananya untuk akhir pekan? Mana yang engkau percayai?

Yeremia 3:13 berkata, “Hanya akuilah kesalahanmu, bahwa engkau telah mendurhaka terhadap TUHAN, Allahmu.” Perawat muda ini telah melakukan banyak hal. Dia mengakui bahwa rencananya untuk akhir pekan adalah salah. Tetapi dia masih belum mau menyerahkan rencana-rencananya.

Bagaimana pertobatan dapat dipenuhi? Apakah kita datang kepada Kristus untuk bertobat, atau apakah kita bertobat untuk datang kepada Kristus? Di wilayah pertobatan, kita sering menemukan diri kita berada pada posisi seseorang yang klakson mobilnya tidak mau berbunyi. Maka dia pergi ke bengkel untuk memperbaiki klaksonnya, dan di pintu bengkel ada tanda dengan tulisan, “Bunyikan Klakson Untuk Mendapatkan Pelayanan.”

Bagian tentang pertobatan dalam Steps in Christ menjelaskan jalan keluar dari dilema ini. Buku tersebut berkata, “Hanya di sinilah titik dimana terdapat banyak kesalahan, dan karena itu mereka gagal menerima pertolongan yang ingin Kristus berikan kepada mereka. Mereka pikir mereka tidak dapat datang kepada Kristus kecuali mereka bertobat lebih dulu, dan pertobatan itu menyediakan pengampunan bagi dosa-dosa mereka. Benar bahwa pertobatan mendahului pengampunan untuk dosa-dosa; karena hanya hati yang remuk dan patahlah akan merasakan kebutuhan seorang Juru-selamat. Tetapi haruskah seorang berdosa menunggu hingga dia telah bertobat sebelum dapat datang kepada Yesus? Apakah pertobatan dibuat untuk menjadi peng-halang antara orang berdosa dengan Juruselamat?”—Halaman 26.

Jawaban untuk pertanyaan itu muncul di halaman yang sama, “Kita tidak dapat bertobat tanpa Roh Kristus yang membangkitkan kesadaran bahwa kita tidak dapat diampuni tanpa Kristus.” Pertobatan bukanlah sesuatu yang kita lakukan; itu adalah sebuah pemberian (karunia). Untuk menerima sebuah karunia, terlebih dahulu kita harus datang ke hadirat Sang Pemberi.

Jadi, jika engkau adalah perawat muda pada sebuah Kamis sore, merindukan sesuatu yang lebih baik untuk hidupmu, tetapi tidak mampu mengubah rencanamu untuk akhir pekan, engkau dapat datang kepada Kristus sebagaimana engkau ada.


Engkau tidak akan pernah mampu mengubah kehidupanmu yang penuh dosa tanpa Dia. Tetapi ketika engkau datang kepada-Nya, Dia akan memberikanmu pertobatan dan pengampunan dan kasih karunia untuk menang, mengerjakan di dalam dirimu segala sesuatu yang menyenangkan pada pemandangan-Nya. Bagianmu adalah tetap datang kepada-Nya, agar tetap menerima karunia-karunia yang Dia telah tawarkan.

Rabu, 30 Desember 2015

27. Pertobatan adalah dukacita terhadap dosa dan berpaling dari perbuatan-perbuatan dosa


27. Pertobatan adalah dukacita terhadap dosa dan berpaling dari perbuatan-perbuatan dosa. Pertobatan adalah karunia. Oleh karena itu, dukacita terhadap dosa adalah karunia, dan berpaling dari perbuatan-perbuatan dosa adalah karunia.

Pada awal masa pelayanan saya, saya menemukan diri saya pada posisi yang paling tidak nyaman. Saya belum diubahkan, dan saya tidak tahu bagaimana caranya untuk diubahkan.

Saya belum diselamatkan, dan saya tidak tahu bagaimana supaya selamat. Dan bagi seseorang yang belum diubahkan dan belum diselamatkan pelayanan penginjilan adalah tempat yang paling tidak nyaman di dunia ini!

Musim panas tiba. Waktu untuk pertemuan perkemahan semakin dekat. Sebagai seorang pendeta muda, salah satu tugas saya adalah menolong untuk mendirikan tenda-tenda di lokasi perkemahan seminggu sebelum pertemuan dimulai. Pendeta-pendeta yang ditugaskan mendirikan tenda telah mendirikan tenda-tenda baris pertama, maka mereka masih punya banyak pekerjaan, dan mereka butuh istirahat! Kami tidak biasa dengan gerak badan seperti ini! Sementara kami beristirahat sejenak di antara barisan tenda-tenda, kami menjadi terlibat dalam sejenis diskusi teologis. Kami berbicara tentang dimana Perang Armagedon akan terjadi dan apakah sayap malaikat-malaikat mempunyai bulu atau tidak! Saya melihat kesempatan saya.

Kepada salah seorang pendeta yang lebih senior, saya bertanya, “Apa yang akan engkau katakan kepada seseorang yang bertanya bagaimana caranya supaya selamat?”
Dia berkata, “Saya akan katakan kepadanya agar bertobat.”
“Seandainya mereka bertanya bagaimana caranya bertobat?”
“Yah, pertobatan adalah berdukacita karena dosa-dosamu dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan dosa itu.”
“OK, bagaimana engkau menjauh dari dosa-dosamu?”
“Mengapa, engkau bertobat!”
Saya berkata, “Tunggu dulu. Apakah engkau mengatakan kepada saya bahwa cara menjauh dari dosa-dosamu adalah dengan menjauh dari dosa-dosamu, dan cara untuk bertobat adalah dengan bertobat?”
“Ya, itu benar,” dia berseri-seri, jelas merasa senang dengan menjernihkan pemahaman saya tentang masalah itu.

Definisi klasik untuk pertobatan, ditemukan pada halaman 23 dari buku Steps to Christ, menggunakan kata-kata yang paling tepat. “Pertobatan termasuk berdukacita karena dosa dan menjauhinya.” Tetapi kebenaran tentang pertobatan yang luput dari saya adalah bahwa pertobatan adalah sebuah karunia. Itu bukan sesuatu yang kita raih; itu adalah sesuatu yang kita terima. Itu membuat perbedaan yang menyeluruh.

Kisah 5:31 mengatakan kepada kita bahwa pertobatan adalah karunia Allah. Selected Messages, jilid 1, hlm. 353, berkata dengan jelas, “Pertobatan, sebagaimana pengampunan, adalah karunia dari Allah melalui Kristus.” Maka semua pertobatan yang kita usahakan atas kekuatan kita, semua pertobatan yang dihasilkan diri kita, pasti akan segera gugur di hadapan pertobatan sejati. Kita mungkin mampu menyesali konsekuensi-konsekuensi dari perbuatan-perbuatan jahat kita. Kita mungkin menyesali apa yang dihasilkan oleh kehidupan kita yang penuh dosa. Tetapi kecuali kita menerima pertobatan yang merupakan karunia dari Allah, kita tidak akan mampu berjalan lebih jauh dari pada sekedar menyesal saja.

Berdukacita karena dosa, berdukacita karena hidup terpisah dari Allah, hanya dapat datang dari TUHAN sendiri. Kita tidak dapat membuat diri kita menyesal. Kesedihan sejati atas dosa adalah sebuah karunia.


Dan menjauh dari dosa-dosa juga karunia. Kita tidak menjauhi dosa untuk bertobat. Kita datang kepada Yesus untuk bertobat! Dan Roma 2:4 berkata bahwa adalah kebaikan Allah-lah yang menuntun kita kepada pertobatan. Kita sangat mengenali sepenuhnya kejahatan dosa ketika kita sangat menyadari sepenuhnya kasih Yesus. Pada saat kita mempelajari kehidupan Yesus, saat kita merenungkan pengorbanan-Nya bagi kita di salib, hati kita menjadi remuk, dan kita mengalami pertobatan sejati. Dosa tidak lagi menjadi menarik. Ketika hati kita diubahkan, tindakan kita diubahkan, dan kita menerima karunia pertobatan. Bagian kita hanyalah, selalu, datang kepada-Nya.

Selasa, 29 Desember 2015

26. Perubahan dan pertobatan adalah pengalaman berkelanjutan, tidak hanya sekali saja.


26. Perubahan dan pertobatan adalah pengalaman berkelanjutan, tidak hanya sekali saja.

Suatu kali seorang mahasiswa datang ke kantor saya dan berkata, “Saya membuat sebuah keputusan untuk memberikan hidup saya bagi Kristus pada musim panas lalu di sebuah kebaktian perkemahan, dan saat ini saya sungguh-sungguh berpikir saya diubahkan. Namun dalam beberapa minggu, saya justru lebih jauh dari TUHAN dari pada sebelumnya. Hal ini telah terjadi kepada saya berulang kali. Apa yang salah sehingga perubahan saya tidak pernah bertahan lama?”

Perubahan tidak diperkirakan untuk bertahan lebih dari satu hari! Dilema mahasiswa ini bukanlah sebuah masalah dari seseorang yang terlalu sering diubahkan—itu adalah masalah dari seseorang yang tidak cukup sering diubahkan!

Kita tidak percaya pada perubahan-satu kali, selalu berubah. Jika engkau sungguh-sungguh berubah hari ini, engkau masih perlu sungguh-sungguh berubah besok. Perubahan adalah persoalan setiap hari.

Pada satu musim panas saya bekerja sebagai seorang penginjil literatur mahasiswa di Sandhills, Nebraska. Saya berharap bahwa pengalaman yang saya miliki bersama TUHAN selama musim panas itu akan berlanjut selama tahun ajaran berikut. Namun ketika kesibukan jadwal kuliah menimpaku dan, dikelilingi oleh teman-temanku, saya tidak lagi merasakan kebutuhan untuk mencari TUHAN, pengalaman luar biasa di musim panas itupun segera lenyap. Secara rohani, tahun itu berubah menjadi salah satu masa kuliah terburukku.

Bahkan perwujudan-perwujudan kuasa Allah yang paling spektakulerpun akan segera kehilangan kuasanya untuk mempengaruhi kita. Hal itu benar di masa Kristus. Dia telah memberi makan 5.000 orang pria, ditambah wanita dan anak-anak, dari beberapa ketul roti dan ikan. Surga sepertinya turun ke bumi. Orang-orang segera bersiap-siap untuk memahkotai Dia sebagai raja. Engkau dapat membaca kisah itu dalam Yohanes 6.

Hanya dua puluh empat jam kemudian, ketika Dia menolak permintaan mereka untuk mujizat baru yang lebih besar, orang-orang segera bersiap-siap meninggalkan Dia dalam kebencian. Mereka tidak memiliki kesabaran untuk memakan Roti Hidup misterius yang Dia bicarakan. Begitu banyak dari antara mereka berpaling meninggalkan Dia pada hari itu sehingga Dia akhirnya bertanya kepada murid-murid-Nya, “Apakah kalian akan pergi juga?” Secara jelas hanya murid-murid-Nyalah yang tinggal.

Jika engkau belum menemukan perlunya perubahan setiap hari, hal ini dapat menjadi terobosan besar dalam hidupmu. Thoughts From The Mount of Blessings, hlm. 101, membuat janji ini: “Jika engkau mencari TUHAN dan diubahkan setiap hari... semua kegelisahanmu akan ditenangkan, semua kesulitanmu akan disingkirkan, semua masalah-masalah membingungkan yang sekarang menyerangmu akan dipecahkan.”

Perubahan dan pertobatan sangat terkait erat satu sama lain, dan saya telah memasukkan pertobatan dalam tesis ini saat saya membuat perpindahan ke thesis yang membahas tentang pertobatan. Tetapi pertobatan bukanlah pengalaman-sekali-seumur-hidup. Hal itu, juga, adalah persoalan setiap hari.

Ketika saya membicarakan pertobatan sebagai keperluan setiap hari, saya tidak membicarakan pertobatan dari perbuatan-perbuatan salah. Engkau mungkin pernah mendengar cerita tentang seorang pria yang berkata kepada pendetanya, “Saya telah ribuan kali memohon pengampunan TUHAN untuk dosa yang ini.” Sang pendeta menjawab, “Sedang yang 999 kali sudah terlalu banyak.”

Saya tidak sedang mengkampanyekan sebuah pertunjukan tanpa akhir dari kegagalan-kegagalan dan kesalahan-kesalahan kita. TUHAN telah menjanjikan, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” 1 Yohanes 1:9. Malah saya sedang membicarakan pertobatan yang digambarkan di dalam The Acts of The Apostles, hlm. 561: “Tidak ada seorangpun dari antara para rasul dan para nabi yang pernah menyatakan diri tanpa dosa. Orang-orang yang pernah hidup sangat dekat kepada TUHAN, orang-orang yang akan lebih senang mengorbankan hidupnya dari pada melakukan tindakan yang salah, orang-orang yang dihormati Allah dengan terang dan kuasa surga, telah mengakui sifat keberdosaan mereka.” Inilah pertobatan yang dibutuhkan setiap hari, pertobatan yang dibawakan oleh kesadaran baru akan kondisi kita yang penuh dosa yang membuat kasih karunia Allah sebuah kebutuhan. Inilah pertobatan yang mengatakan, “Pada setiap langkah maju dalam pengalaman Kristen, pertobatan kita akan semakin mendalam.”—Ibid.


Apakah engkau diubahkan? Sudahkah engkau diubahkan hari ini?

Senin, 28 Desember 2015

25. Perubahan menuntun kepada kehidupan yang diubahkan.


25. Perubahan menuntun kepada kehidupan yang diubahkan.
Tidak ada jendela layanan drive-through atau rantai makanan cepat saji yang menawarkan buah Roh. Pertumbuhan kerohanian membutuhkan waktu. Per-umpamaan Yesus membandingkan perkembangan kerohanian dengan jasmani. “Mula-mula tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir itu.” Markus 4:28.

Hanya datang kepada Yesus sajapun—belum termasuk bertumbuh di dalam Dia—melibatkan sebuah proses. Langkah awalnya adalah hasrat untuk sesuatu yang lebih baik. Kita bahkan mungkin tidak menyadari bahwa hasrat ini sebagai sesuatu yang ada hubungannya dengan TUHAN. Kita mungkin hanya sekedar berhasrat memiliki mobil yang lebih bagus atau pekerjaan yang lebih baik atau nilai rata-rata yang lebih baik. Tetapi TUHAN telah menempatkan di dalam setiap hati keinginan untuk mencari sesuatu yang lebih.

Langkah kedua di dalam datang kepada Kristus adalah mendapatkan sebuah pengetahuan tentang apakah yang lebih baik itu. Melalui Alkitab, melalui kesaksian orang-orang Kristen, melalui pekerjaan Roh Kudus di dalam hati, kita mempelajari rencana keselamatan, jawaban TUHAN bagi kekosongan hati umat manusia.

Langkah ketiga dalam datang kepada Kristus adalah keyakinan bahwa kita adalah orang berdosa. Kita diyakinkan akan kondisi kita—bukan sekedar perbuatan-perbuatan berdosa kita. Saat kita mendapatkan pengetahuan mengenai kasih Allah, kita menyadari betapa kita tidak menghargainya. Kita menyadari bahwa kita telah hidup terpisah dari-Nya. Kita mengetahui kondisi kita yang sangat menyedihkan dan menyadari kebutuhan kita akan keselamatan dari Dia.

Langkah keempat dalam datang kepada Kristus adalah kesadaran bahwa kita tidak mampu melakukan apapun untuk mengatasi kondisi kita. Orang muda khususnya mungkin akan gamang pada langkah ke-3 dan ke-4, menyadari bahwa mereka orang berdosa, namun belum mengakui bahwa mereka tidak mampu menolong diri mereka untuk keluar dari kondisi mereka.

Akhirnya, kita tiba pada akhir dari akal kita. Ketika kita melihat ketidakberdayaan kita, hanya ada satu hal yang dapat dilakukan. Menyerah. Kata itu dieja P-E-N-Y-E-R-A-H-A-N. Sebagaimana yang telah kita ketahui, kita tidak dapat membawa diri kita ke titik penyerahan. Tetapi ketika TUHAN membawa kita ke sana, kita dengan sendirinya membuat pilihan untuk menyerah kepada-Nya.

Steps to Christ, hlm. 18, menggambarkan keajaiban dari perubahan, atau kelahiran baru: “Juruselamat berkata, ‘Kecuali seorang dilahirkan dari Roh, kecuali dia menerima sebuah hati yang baru, hasrat yang baru, niat-niat, dan motif-motif, yang menuntun kepada kehidupan yang baru, dia tidak dapat melihat kerajaan Allah.’”

Jangan luput dari kata, “Menuntun kepada kehidupan yang baru.” Hal itu tidak terjadi seluruhnya dalam satu malam. Kelahiran jasmani adalah awal. Kelahiran baru adalah awal. Itu belum perubahan menyeluruh kehidupan dan pola tingkah laku dalam semalam. Tetapi itu adalah perubahan arah yang menyeluruh.
Kita telah mengambil waktu untuk melihat murid-murid, yang terus-menerus selama tiga setengah tahun bergumul dengan beberapa masalah yang sama sebelum akhirnya mereka mengalami terobosan yang menuju kepada kemenangan. Yakub menyerah kepada TUHAN di Betel, namun itu terjadi dua puluh tahun sebelum krisis dalam hidupnya di tepi sungai Yabok yang membawanya kepada akhir pengandalan dirinya. Maria datang kepada Yesus tujuh kali, memohon agar Yesus berdoa demi dia untuk mengusir setan yang menguasai hidupnya. Butuh waktu baginya untuk mengerti bagaimana untuk tetap berserah kepada Yesus sepanjang waktu.

Tetapi untuk semua orang ini, ada sebuah persamaan. Mereka sekarang berusaha mencari persahabatan dengan Yesus dari pada lari dari-Nya. Arah mereka telah berubah. Mereka telah memiliki kapasitas baru untuk mengenal dan mengasihi TUHAN. Sikap mereka terhadap TUHAN telah berubah. Dan saat mereka terus-menerus mencari Yesus, proses pertumbuhan dan ke-dewasaan melakukan pekerjaannya, dan hidup mereka diubahkan.

The Ministry of Healing, hlm. 454, mengatakan kepada kita, “Karunia yang mulia dari Roh Kudus tidak dikembangkan dalam sesaat. Keberanian, ketabahan, kelemahlembutan, iman, kepercayaan yang tidak goyah dalam kuasa TUHAN untuk menyelamatkan, diperoleh melalui pengalaman bertahun-tahun.”

Kita akan mempelajari tentang pencobaan dalam Tesis 80 hingga 84. Tetapi untuk saat ini, perhatikan hal ini: Dimanakah penyerahan kepada pencobaan dimulai? “Penyerahan kepada pencobaan dimulai ketika mengizinkan pikiran untuk goyah, untuk tidak tetap dalam kepercayaanmu kepada TUHAN.”—Thoughts From the Mount of Blessings, hlm. 92. Dan berapa lama waktu dibutuhkan untuk memiliki kepercayaan yang tidak goyah kepada TUHAN? Hal itu tidak terjadi dalam satu malam. Hal itu membutuhkan waktu.

Telahkah engkau menyerahkan dirimu kepada TUHAN? Apakah engkau terus-menerus datang kepada-Nya setiap hari di dalam persahabatan dan persekutuan? Dan apakah engkau masih menemukan bahwa dirimu masih tidak tetap dalam kepercayaanmu terhadap-Nya? Selamat datang di klub ini. Hati barumu sedang menuntun kepada sebuah hidup baru. Apakah engkau mau untuk tetap datang kepada-Nya, bahkan jika engkau menemukan dirimu sangat lamban dalam mempelajari pelajaran-pelajaran yang Dia akan ajarkan kepadamu? Apakah engkau mau memberikan waktu kepada TUHAN?


Minggu, 27 Desember 2015

24. Perubahan adalah pekerjaan Roh Kudus



24. Perubahan adalah pekerjaan Roh Kudus, yang menghasilkan sebuah perubahan sikap terhadap Allah dan menciptakan sebuah kapasitas baru untuk mengenal Allah.

Engkau tidak dapat memilih hari lahirmu sendiri! Tidak seorangpun pernah mampu melakukan hal itu. Di saat kita hadir di sini, hari lahir kita telah dipilih. Dan, walaupun ilmu pengetahuan kedokteran sudah sedemikian maju, bukanlah hal mudah untuk memilih hari lahir seseorang.

Perubahan disebut kelahiran baru. Itu adalah awal kehidupan rohani. Dan sama seperti kehidupan jasmani, engkau tidak bisa memilih hari lahir rohanimu.

Ketika putra saya kuliah di perguruan tinggi, saya memutuskan sudah tiba saatnya bagi dia untuk berubah. Saya minta dia duduk pada suatu hari, dengan maksud melakukan tugas itu. Hal itu tidak berhasil. Kami berdua berakhir dengan frustasi. Saya telah melupakan prinsip pertama dalam pertobatan—bahwa itu adalah pekerjaan Roh Kudus. Kita tidak dapat mengubahkan diri kita, ataupun orang lain. “Perubahan ini hanya dapat dibawa oleh pekerjaan Roh Kudus yang berhasil.”—The Desire of Ages, hlm. 172.

Orang muda telah sering salah mengerti tentang apa sesungguhnya perubahan itu. Beberapa orang telah mencari pengalaman Jalan ke Damaskus, dengan melupakan bahwa bahkan Paulus membutuhkan tiga tahun menyepi di padang pasir Arabia sebelum dia siap untuk memulai pelayanan publiknya. Pada pihak lain yang ekstrem, mereka tidak yakin apakah mereka telah berubah sama sekali, tetapi berasumsi bahwa mereka pasti telah berubah sejak mereka dibesarkan di dalam gereja. Beberapa orang telah membuat komitmen kepada Kristus, dan ketika mereka tidak menemukan diri mereka mengalami perubahan yang ajaib dalam tabiat pada pagi hari setelah malam pengucapan komitmen itu, mereka berkesimpulan bahwa mereka belum berubah dan menunggu hingga suasana emosional berikutnya untuk mencobanya lagi.

Menemukan arti perubahan, kemudian, menjadi luar biasa penting. Perubahan adalah pekerjaan Roh Kudus, dan hal itu menghasilkan sebuah perubahan sikap terhadap Allah. Kapankah anak yang hilang itu berubah? Ketika dia berada di kandang babi. Dan dimanakah anak yang hilang itu berada segera setelah perubahannya? Masih di kandang babi! Beberapa orang biasanya menambahkan pada titik itu, “Tetapi dia tidak tinggal lama di sana.” Itu benar. Tetapi apa yang berubah pada saat perubahannya? Yang berubah adalah sikapnya. Dia masih harus melalui perjalanan panjang untuk mencapai rumah bapanya, tetapi sikapnya terhadap bapanya telah melalui sebuah perubahan besar. Dan perubahan sikap itu mempersiapkan jalan untuk perubahan-perubahan yang akan mengikutinya.

Perubahan menciptakan kapasitas atau kemampuan baru untuk mengenal Allah. Tidak ada seorangpun yang mampu makan atau bernafas untuk dirinya sendiri hingga mereka dilahirkan. Dan sementara dirasakan masih mungkin untuk mempercepat proses perubahan dengan menempatkan dirimu di dalam sebuah suasana rohani, usaha pada kehidupan yang berbakti akan menjadi tidak berarti apa-apa kecuali pekerjan sulit dan membosankan hingga engkau dilahirkan secara rohani. 1 Korintus 2:14 berkata, “Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani.”

Salah satu mujizat yang dihasilkan Roh Kudus pada saat perubahan adalah menciptakan kapasitas baru untuk mengenal Allah. “Untuk melayani Dia dengan benar, kita harus dilahirkan di dalam Roh Suci. Ini akan menyucikan hati dan memperbarui pikiran, memberikan kita kemampuan baru untuk mengenal dan mengasihi Allah.”—The Desirre of Ages, hlm. 189.

Tidak masalah jika engkau berasal dari latar belakang atheis atau Kristen sejati, engkau harus dilahirkan kembali untuk dapat melihat kerajaan surga.

Yesus berkata kepada Nikodemusi dalam Yohanes 3:3, “Jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat kerajaan Allah.”

Dan engkau dapat mengetahui apakah engkau telah berubah atau tidak. Adalah benar bahwa perbedaan perubahan sama seperti mekanisme perbedaan emosional manusia kita, tetapi pengalaman perubahan masih lebih khusus. “Sedikit demi sedikit, mungkin secara tanpa disadari oleh penerima, pengaruh yang dibuat cenderung untuk menarik jiwa kepada Kristus. Hal ini mungkin diterima melalui merenungkan tentang Dia, melalui pembacaan Alkitab, atau melalui pendengaran akan firman yang disampaikan pengkhotbah. Tiba-tiba, saat Roh itu datang dengan seruan yang langsung, jiwa itu dengan sukacita menyerahkan dirinya kepada Yesus.”—The Desire of Ages, hlm. 172.

Pernahkah “tiba-tiba” itu terjadi terhadapmu? Pernahkah engkau bergantung pada kelakuan baikmu, posisimu di dalam gereja, atau warisan Kristen turun-temurunmu untuk memastikan keselamatanmu?

Atau apakah engkau memusatkan perhatianmu pada kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahanmu dan berkesimpulan berdasarkan hal itu bahwa engkau belum pernah berubah?

Ketika engkau mengerti apa perubahan itu, engkau dapat mengetahui apakah engkau telah berubah atau belum.


Sabtu, 26 Desember 2015

23. Orang Kristen yang bertumbuh mengalami penyerahan yang hidup-lagi mati-lagi.


23. Orang Kristen yang bertumbuh mengalami penyerahan yang hidup-lagi, mati-lagi. Kadang kala mereka bergantung kepada TUHAN, kadang kala pada diri mereka.

Murid-murid berjalan menyusuri jalan menuju Kapernaum. Langkah kaki mereka bertambah lambat, dan semakin lambat, hingga mereka hampir tidak kelihatan lagi di belakang Yesus. Mereka sedang terlibat dalam perdebatan panas antara mereka dan tidak memperhatikan bahwa Yesus tidak lagi bersama mereka—kecuali melihat secara sepintas untuk memastikan bahwa Yesus tidak mendengar pembicaraan mereka.

Bahan pembicaraan mereka adalah sesuatu yang digemari: Siapa yang menjadi terbesar dalam kerajaan itu? Saat itu mereka sudah terlalu jauh untuk melibatkan Yesus dalam debat ini, berharap mendapatkan jawaban yang tegas dari-Nya yang mungkin bisa menyelesaikan masalah ini. Tetapi Dia pernah menjawab mereka hanya dengan perumpamaan tentang anak-anak kecil, daripada memberikan kepada setiap mereka gambaran tugas yang jelas untuk jabatan yang mereka telah harapkan. Sekarang mereka merasa malu terhadap Dia karena mengetahui mereka masih mempersoalkan masalah itu. Kalaupun ini akan menjadi terakhir kalinya murid-murid terlibat dalam pertengkaran ini, karena jengkel pada usaha Yesus yang berulang-ulang untuk mengajar mereka. Mereka akan mendengarkan firman-Nya di sebuah rumah di Kapernaum hari itu.

Mereka akan menyadari kesalahan mereka dalam mencari jabatan yang tertinggi, dosa Lucifer sejak awalnya. Tetapi jauh sebelum Yakobus dan Yohanes akan datang, melalui ibu mereka, dengan permohonan yang berulang-ulang untuk mendapatkan posisi tertinggi, di sebelah kanan dan kiri, dan murid-murid akan melakukannya lagi. Tidak lama kemudian, Petrus, Yakobus, dan Yohanes akan terlibat dalam sebuah perjalanan misterius ke puncak bukit, dan sembilan yang ditinggalkan akan menghabiskan malam itu dengan berdebat tentang siapa yang akan menjadi terbesar. Bahkan rasa malu karena tidak mampu mengusir setan pagi berikutnya tidak cukup untuk memberikan pelajaran kepada mereka. Karena itu di ruang atas, pada malam sebelum penyaliban, mereka kembali berada di ujung pedang, setiap orang tidak mau menyerahkan keinginannya untuk mendapatkan tempat tertinggi dan mengambil bagian menjadi seorang hamba.

Murid-murid itu melakukan dosa. Mereka tahu itu adalah dosa. Namun mereka tetap melakukannya berulang-ulang.

Siapakah murid-murid ini? Mereka adalah orang-orang yang beruntung menjalani waktu selama tiga tahun dalam hubungan yang erat bersama Yesus. Mereka bergaul dengan-Nya setiap waktu. Mereka adalah orang-orang yang bertobat, karena Yesus berkata kepada mereka apabila mereka kembali dari perjalanan misionaris mereka, agar jangan bersukacita karena kepada mereka diberikan kuasa mengalahkan setan, namun mereka akan bersukacita karena nama mereka tertulis di surga. Baca Lukas 10:20. Buku kehidupan tidak pernah berisi nama orang-orang yang tidak pernah bertobat. Baca Yohanes 3.

Cerita tentang murid-murid adalah cerita yang mengganggu bagi beberapa orang. Hal itu benar-benar sesuai dengan apa yang dikatakan Alkitab, dan faktanya pola hidup-lagi, mati-lagi tidak dimulai atau diakhiri dengan murid-murid. Abraham, Yakub, Elia, Daud, Maria dan Martha, dan bahkan Paulus, menunjukkan pola yang sama, bersama dengan banyak nama lainnya. Hal itu mengganggu, tetapi itulah kenyataannya. Sebuah kenyataan yang dicatat Alkitab dengan setia.

Kita telah mengetahui di pelajaran awal bahwa tidak ada yang namanya penyerahan parsial (sebagian). Penyerahan adalah semua atau tidak sama sekali. Tetapi ada kemungkinan untuk penyerahan yang tidak terus-menerus. Kenyataannya, berdasarkan riwayat-riwayat hidup yang Alkitab berikan kepada kita, kita mungkin bisa berkata lebih jauh lagi bahwa penyerahan yang tidak terus-menerus bukan hanya sebuah kemungkinan. Lebih sering dari tidak, membutuhkan waktu dan ujian dan kesalahan sebelum seseorang yang telah menyerah kepada TUHAN belajar untuk tetap menyerah kepada Dia sepanjang waktu, tanpa keraguan.

Tesis 72 akan memasuki rincian yang lebih besar tentang pola hidup-lagi, mati-lagi ini dalam kehidupan orang Kristen. Tetapi untuk saat ini, cukuplah sampai di sini: Seandainya engkau menemukan bahwa dirimu berada dalam posisi murid-murid? Seandainya engkau menemukan bahwa satu menit engkau bergantung kepada TUHAN dan mengalami kemenangan—dan menit berikut, dalam berbagai cara engkau mulai bergantung pada dirimu sendiri dan menemukan bahwa engkau telah jatuh dan gagal dan berdosa lagi. Apa yang akan engkau lakukan?


Di sini ada pelajaran dan dorongan untuk orang seperti itu. “Jika seseorang yang setiap hari bersekutu dengan TUHAN berbuat kesalahan, jika dia berpaling sesaat dari memandang secara tetap kepada Yesus, itu bukan karena dia berkemauan untuk berbuat dosa; karena ketika dia melihat kesalahannya, dia kembali lagi, dan memperteguh pandangannya kepada Yesus, dan kenyataan bahwa dia telah bersalah, tidak membuat dia kurang dekat di hati Allah.”—Ellen White, Review and Herald, 12 Mei 1896.




Minggu, 20 Desember 2015

22. Satu-satunya usaha yang dilakukan secara sadar dalam kehidupan Kristen adalah mencari TUHAN


22. Satu-satunya usaha yang dilakukan secara sadar dalam kehidupan Kristen adalah mencari TUHAN. Usaha spontan ke arah hal-hal lainnya akan menjadi hasil.

Misalkan pada suatu hari Minggu pagi engkau memutuskan untuk merotasi ban-ban di mobil Datsunmu. Engkau mendongkrak mobil itu dan melepaskan seluruh keempat ban mobil itu. Namun, isterimu memanggilmu untuk makan siang.

Sebelum engkau selesai makan, putrimu yang berusia empat tahun bermain-main di halaman depan. Bolanya menggelinding ke bawah Datsun tersebut, dan dia merangkak ke bawah mobil itu untuk mengambil bolanya, dan tanpa sengaja kakinya menendang salah satu dongkrak.

Engkau mendengarnya menjerit dan melihat keluar dari jendela di dekat meja makan. Engkau dapat melihat mobil dari tempat engkau duduk dan segera mengerti apa yang telah terjadi. Maka engkau....

Apa yang akan engkau lakukan pada titik itu? Apakah engkau kembali bersandar di kursi makanmu dan berkata kepada isterimu, “Sepertinya mobil itu telah jatuh menimpa Mary. Kayaknya lebih baik aku segera keluar dan mendongkraknya kembali. Tetapi sebelum itu, bisakah engkau memberiku sepotong lagi pai apel itu?”

Atau apakah engkau segera bergegas ke halaman depan, menggunakan seluruh kekuatan supermanusia, dan mengangkat bagian mobil yang terjatuh agar putrimu dapat dibebaskan?

Tindakan mana yang bagimu paling mudah dilakukan? Tunggu—jangan menjawabnya terlalu cepat. Mana yang lebih mudah dalam arti usaha yang dilakukan secara sadar? Duduk di meja dan menikmati potongan kedua pai apel, atau mengangkat mobil—walau itu hanya sebuah Datsun? Mana yang lebih membutuhkan energi? Mana yang membakar lebih banyak kalori? Mana yang lebih memberimu gerak badan?

Di sisi lain, jika engkau sangat mencintai putrimu, mana yang lebih sulit dilakukan? Ini bukan kontes, bukan? Mungkin membutuhkan kekuatan supermanusia untuk mengangkat salah satu sisi mobil sehingga putrimu dapat diselamatkan, tetapi akan menuntut usaha yang mustahil untuk tetap duduk di meja makan!

Perbedaan antara usaha yang disengaja dengan usaha yang spontan adalah sesuatu yang penting untuk mengerti usaha yang terlibat dalam menghidupkan kehidupan Kristen. Kadang kala orang mendapat ide ketika kita berbicara tentang tidak melawan dosa dan kejahatan dengan kekuatan kita sendiri, bahwa kita sedang membicarakan agama yang tanpa usaha. Ada sekte aneh yang bernama ‘Quietists’ (Para Pendiam) di abad lalu, yang percaya kita tidak perlu berusaha sama sekali. Kita hanya perlu duduk dan goyang-goyang kaki—kenyataannya, ini mungkin masih terlalu banyak. Kita hanya perlu duduk. Apapun yang perlu dilakukan, TUHAN akan melakukannya sendiri, tanpa kita.

Tetapi TUHAN tidak pernah melimpahkan keselamatan ke atas kita tanpa usaha kita. Masalahnya adalah kita begitu sering salah mengerti kemana usaha kita ditujukan.

Dilema ini telah sering membuat para ahli teologi berdebat hingga larut malam, tetapi jawabannya secara jelas di dalam dua ayat yang adalah pelajaran kecil dalam kebenaran oleh iman, sebagai pernyataan singkat pada mata pelajaran kekuatan surga melawan usaha manusia sebagaimana yang engkau ingin temukan.

Dua ayat itu adalah Yohanes 15:5 dan Filipi 4:13. Kata Yesus, “Di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa,” dan Paulus berkomentar, “Aku dapat melakukan segala sesuatu di dalam Dia.” Tempatkan keduanya bersama-sama. Jika tanpa Kristus kita tidak dapat berbuat apa-apa, tetapi di dalam Dia kita dapat melakukan segala sesuatu, maka apa yang menjadi bagian kita untuk dilakukan? Berusaha bersama Yesus dan tetap bersama Yesus.

“Segala sesuatu yang mungkin dilakukan manusia untuk keselamatannya adalah menerima undangan itu, ‘Barangsiapa mau, biarlah dia mengambil air hidup itu secara cuma-cuma.’”—Selected Messages, jilid 1, hlm. 343. Dan jangan lupa bahwa istilah keselamatan termasuk bukan saja pengampunan dosa, tetapi kuasa untuk penurutan, dan surga pada akhirnya—pembenaran, penyucian, dan pemuliaan.

Bagaimana kita bisa bersama Kristus? Bagaimana kita bisa mengambil air hidup itu? “Di dalam persekutuan dengan Kristus, melalui doa dan belajar kebenaran yang besar dan suci dari firman-Nya, kita akan seperti jiwa kelaparan untuk diberi makan; seperti yang kehausan, kita akan disegarkan pada mata air kehidupan itu.”—Thoughts From the Mountain of Blessings, hlm. 113.


Untuk orang tua, usaha yang disengaja yang telah dilakukan hari demi hari dalam membina hubungan dengan anak-anak mungkin telah menuntut masa-masa kerja keras. Tetapi ketika krisis datang, usaha yang diperlukan sepenuhnya adalah usaha yang spontan. Tidak ada orang tua yang mengasihi anaknya akan berhenti untuk menghitung-hitung berapa banyak energi yang harus ia keluarkan, tetapi akan segera bergegas memberikan pertolongan kepada anaknya yang ditimpa kesulitan.

Demikian juga halnya bagi orang Kristen. Segala jenis usaha dituntut dalam kehidupan Kristen. Tetapi satu-satunya usaha yang disengaja atau dilakukan secara sadar adalah mencari persekutuan dengan TUHAN. Usaha spontan terhadap hal-hal lainnya pasti akan muncul sebagai hasil.


Sabtu, 19 Desember 2015

21. Menyerahkan kemauan adalah menyerahkan kuasa memilih



21. Menyerahkan kemauan adalah menyerahkan kuasa memilih, tetapi kita menggunakan kuasa memilih kita untuk menyerahkannya. Kita menyerahkan kuasa memilih tingkah laku kita; kita memegang teguh kuasa memilih hubungan kita.

Tolong ambil kaca pembesarmu dan bergabunglah bersama saya untuk melihat dari dekat pada satu halaman, halaman 47, dalam buku Steps to Christ.

“Banyak yang bertanya-tanya, ‘Bagaimanakah aku melakukan penyerahan diriku kepada TUHAN?’ Engkau berhasrat menyerahkan dirimu kepada Dia, namun engkau lemah dalam kuasa moral, dalam perbudakan keragu-raguan, dan dikendalikan oleh kebiasaan-kebiasaan hidupmu yang penuh dosa.

Janji-janji dan tekad-tekadmu seperti tali yang lapuk. Engkau tidak dapat mengendalikan pikiran-pikiranmu, dorongan-dorongan hatimu, dan kesenangan-kesenanganmu. Ingatanmu terhadap janji-janjimu yang kau ingkari dan sumpah-sumpahmu yang engkau khianati melemahkan keyakinanmu dalam keikhlasanmu, dan menyebabkan engkau merasa bahwa TUHAN tidak dapat menerimamu, tetapi engkau tidak perlu putus asa.”

Pada saat pertama kali saya membaca hal itu, saya berkata, “Bagaimana penulis Steps to Christ bisa mengenaliku begitu baik?” Tetapi halaman itu mempunyai kabar baik. Dia berkata, “Engkau tidak perlu putus asa. Apa yang perlu engkau mengerti adalah kuasa kemauan yang sebenarnya.”—Ibid.

“Itu benar,” saya pikir. “Saya tidak memiliki kuasa yang cukup atas kemauan saya. Saya tidak bisa menjauhi stopless biskuit. Saya tidak bisa memaksa diri saya untuk berlari setap pagi. Saya tidak bisa menguasai amarah saya. Saya membutuhkan kekuatan lebih banyak lagi.”

Dan saya mulai lagi dengan janji-janji dan tekad-tekad, terbuat dari tali lapuk, dan kembali berakhir dengan cara yang sama dengan yang pertama kali. Hal itu begitu menawarkan hati sebelum berkali-kali lagi, kapan saja saya kembali ke halaman 47, saya akan berkata, “Oh—itu lagi!” Dan melompat ke halaman 49!

Tetapi penjelasannya melekat pada kalimatnya, jika engkau mengambil waktu untuk sungguh-sungguh membacanya. “Apa yang perlu engkau mengerti adalah kuasa kemauan yang sebenarnya.

Ini adalah kekuatan yang memerintah di dalam sifat alamiah manusia, kuasa untuk memutuskan, atau memilih.”

Lalu apakah kemauan itu? Kuasa memilih. Ada perbedaan yang sangat besar antara kemauan—kuasa memilih—kuasa kemauan—disiplin diri atau keteguhan. Maka marilah kita lanjutkan membaca dan menggantikan “kuasa memilih,” persamaan yang diberikan bacaan tersebut untuk kata kemauan.

“Semua bergantung pada tindakan yang benar dari kemauan. [OK, ganti. Semua bergantung pada tindakan yang benar dari kuasa memilih.] Kuasa memilih telah diberikan TUHAN kepada manusia; itu harus mereka latih. Engkau tidak dapat mengubah hatimu, engkau tidak bisa dengan kekuatanmu sendiri menyerahkan segala kesenangan-kesenanganmu kepada TUHAN; tetapi engkau dapat memilih untuk melayani Dia. Engkau dapat memberikan kemauanmu kepada-Nya. [Engkau dapat memberikan kuasa memilihmu kepada-Nya.] Kemudian Dia akan bekerja di dalammu untuk mau dan bekerja sesuai dengan kesenangan-Nya. Maka seluruh sifat alamiahmu akan berada di bawah kendali Roh Kristus....

“Banyak yang akan hilang sementara berharap dan berhasrat untuk menjadi orang-orang Kristen. Mereka tidak datang ke titik penyerahan kemauan kepada TUHAN. [Mereka tidak datang ke titik penyerahan kuasa memilih kepada TUHAN.]....

“Melalui latihan yang benar kemauan [kuasa memilih], sebuah perubahan yang menyeluruh akan dibuat di dalam hidupmu. Dengan menyerahkan kemauanmu [kuasa memilihmu] kepada Kristus, engkau akan meng-gabungkan dirimu dengan kekuatan yang berada di atas segala kerajaan-kerjaan dan kekuasaan-kekuasaan. Engkau akan mendapatkan kekuatan dari atas untuk menjagamu tetap teguh, dan melalui penyerahan yang terus-menerus kepada TUHAN engkau akan dimampukan untuk menghidupkan kehidupan yang baru, bahkan kehidupan iman.”—Hlm. 47, 48.


Tetapi membutuhkan kuasa memilihmu untuk menyerahkan kuasa memilihmu! Sekali lagi, ini adalah perbedaan antara tingkah laku dan hubungan. Kita menyerahkan kuasa memilih tingkah laku kita. Kita memegang teguh kuasa memilih hubungan kita. Saat kita terus-menerus memilih untuk memasuki hubungan pribadi dengan Kristus setiap hari, Dia bekerja di dalam kita, untuk mau dan melakukan kesenangan-Nya. Kita tidak dapat membawa diri kita ke titik menyerahkan kemauan kita, istilah lain untuk penyerahan. Tetapi kita dapat mengizinkan Kristus melakukan pekerjaan itu, dengan menempatkan diri kita di dalam tangan-Nya saat kita mengusahakan hubungan pribadi dengan-Nya.



9. TUHAN tidak menuntut pertanggungjawaban kita karena dilahirkan penuh dosa.


Rabu, 16 Desember 2015

20. Kita dikendalikan oleh TUHAN atau Setan



20. Kita dikendalikan oleh TUHAN atau Setan. Satu-satunya kendali yang kita miliki adalah memilih siapa yang akan mengendalikan kita.

Maukah engkau menjawab kuis ini? Tandailah hanya satu jawaban dari setiap pertanyaan!

1. Apakah engkau
a. pengikut partai Republik?
b. pengikut partai Demokrat?
c. bukan salah satu yang diatas?

2. Apakah engkau
a. seorang milyarder?
b. seorang fakir miskin?
c. bukan salah satu yang di atas?

3. Apakah engkau
a. seorang jenius?
b. seorang sinting?
c. bukan salah satu yang di atas?

4. Apakah engkau
a. cantik?
b. jelek?
c. bukan salah satu yang di atas?

5. Apakah engkau
a. sedang dikendalikan TUHAN?
b. sedang dikendalikan Setan?

Dan di sini, kita harus merusak pola untuk kuis kecil kita. Engkau dapat menduduki semua jenis wilayah menengah di dunia ini. Engkau dapat tidak tertarik pada politik, dalam status ekonomi berada di kelompok kelas menengah, tingkat kecerdasan rata-rata, tidak cantik namun juga tidak jelek. Tetapi ketika tiba pada siapa yang mengendalikan hidupmu, tidak ada wilayah tengah. Ini adalah pilihan semua atau tidak sama sekali.

“Apakah kamu tidak tahu, bahwa apa bila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai hamba untuk mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati, baik dalam dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam ketaatan yang memimpin kamu kepada kebenaran?” Roma 6:16. Dua pilihan. Dosa kepada kematian. Atau ketaatan kepada kebenaran. Hanya itu pilihan yang ada. Yesus mengatakan hal itu dalam Lukas 11:23, “Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku.”

Buku The Desire of Ages berisikan empat keterangan besar yang menjelaskan kebenaran ini—hlm 125, 258,324, dan 466. Engkau mungkin bisa membacanya secara keseluruhan, tetapi saya akan mengutip dua dari antaranya di sini.

Kecuali kita menyerahkan diri kita kepada kendali Kristus, kita akan dikuasai oleh si jahat. Tidak terelakkan, kita harus berada di bawah kendali satu atau yang lain dari dua kekuatan besar yang sedang memperjuangkan supremasinya terhadap dunia ini. Kita tidak perlu dengan sengaja memilih melayani kerajaan kegelapan untuk berada di bawah kekuasaannya. Yang kita perlu lakukan hanyalah menolak untuk menyerahkan diri kita kepada kerajaan terang itu.”—Ibid, hlm. 324.

Setiap jiwa yang menolak menyerahkan dirinya kepada TUHAN berada di bawah kendali kuasa lain. Dia tidak memiliki dirinya sendiri. Dia bisa saja bicara tentang kebebasan, namun dia berada di bawah perbudakan yang paling hina.”—Ibid, hlm. 466.

Ide ini kadang kala membuat orang-orang menjadi gelisah. “Tetapi bagaimana dengan kepribadian kita?” tanya mereka. “Jika kita sepenuhnya dikendalikan oleh Allah, apakah itu tidak menyingkirkan kuasa memilih kita? Tidakkah kita akan menjadi boneka?”

Sebenarnya, justru dengan menolak untuk datang ke bawah kendali TUHAN-lah yang akan menjadikan kita boneka dan mengorbankan kepribadian kita !

Karena pengendalian TUHAN membawa kemerdekaan untuk menolak kuasa itu kapan saja kita menginginkannya. Adalah sang musuh yang ingin mencengkeram siapa saja yang berada di bawah kendalinya, menolak untuk melepaskan mereka.

Sebagai manusia, kita hanyalah peralatan-peralatan. Roma 6:13 berkata bahwa kita dapat menjadi perlengkapan-perlengkapan kebenaran kepada TUHAN, atau perlengkapan-perlengkapan ketidakbenaran kepada dosa. Kita menyanyikannya: “Jadilah TUHAN, kehendakmu, Engkaulah Khalik, aku debu…” Tetapi kita masih boleh menolak untuk menerima hal itu. Apakah engkau sebuah peralatan? Sebuah peralatan dikuasai oleh yang lain. Sebuah kapak tidak baik atau buruk dengan sendirinya. Sebuah kapak dipakai untuk membelah kayu untuk menghangatkan rumah selama musim dingin, atau bisa juga untuk membunuh seseorang.

Siapa yang mengendalikan peralatan itulah yang memutuskan. Sebuah biola dapat membuat suara yang merdu, tergantung dari siapa yang mengendalikannya.


Kita juga adalah perlengkapan-perlengkapan. Siapakah yang sedang mengendalikan kita pada hari ini?