PERBEDAAN DI ANTARA PERJANJIAN
LAMA DAN PERJANJIAN BARU
1.
Apakah Yang Telah
Dijanjikan Oleh Allah Kepada Umat Manusia?
Tulisan-tulisan
Alkitab, sebagaimana yang telah kita ketahui, dibagi menjadi dua bagian. Bagian
yang pertama dikenal sebagai PERJANJIAN LAMA, dan bagian yang kedua dikenal
sebagai PERJANJIAN BARU. Apakah buku-buku Alkitab ini yang dimaksud dengan
perjanjian-perjanjian Allah itu? Perjanjian-perjanjian Allah itu dicantumkan
dalam buku-buku tersebut, tetapi buku-buku itu sendiri bukanlah perjanjian-perjanjian
Allah itu.
Buku
PERJANJIAN LAMA ditulis sebelum kedatangan Yesus di dunia, dan buku PERJANJIAN
BARU ditulis sesudah kedatangan Tuhan. Dalam hal ini, kedua buku itu mempunyai
suatu perbedaan, tetapi perbedaan tentang waktu penulisan buku-buku itu,
bukanlah perbedaan yang menjadi tujuan
penyelidikan kita. Alkitab berbicara tentang dua perjanjian. Perbedaan yang ada
di antara kedua perjanjian inilah yang perlu diketahui oleh setiap umat TUHAN,
karena hal ini menyangkut masalah keselamatan.
“Oleh air,
dunia yang ada pada waktu itu, telah digenang dan dibinasakan, tetapi langit
dan bumi yang sekarang ini disimpan oleh firman yang sama bagi pemusnahan
dengan api, terpelihara untuk hari pada saat mana orang-orang fasik akan
dihukum dan dimusnahkan.” – 2 Petrus 3:6, 7 terjemahan Dr.
James Moffatt.
Dalam ayat
13, telah dapat ditemukan janji Allah kepada umat manusia itu. Apakah
isi janji itu berbeda dalam PERJANJIAN LAMA dan PERJANJIAN BARU? Nyatanya
tidak. Perjanjian Allah yang lama kepada Abraham adalah sama dengan perjanjian
Allah kepada kita yang hidup pada akhir jaman.
Kepada
Abraham, Tuhan telah menjanjikan suatu negeri yang akan menjadi milik pusakanya
turun-temurun. Kepada kita firman yang sama itu telah berkata bahwa bumi kita
yang sekarang ini telah dipelihara bagi pembinasaan dengan api. Pada hari Allah yang maha besar itu, langit dan bumi akan
hancur dan meleleh. Semua anasir akan terbakar habis. Tetapi sesuai dengan
janji Allah, kita menantikan langit yang baru dan bumi yang baru, di mana
terdapat kebenaran; langit dan bumi yang akan
diperintahkan oleh Yesus Kristus untuk selama-lamanya!
2. Apakah Abraham Telah Menerima Apa Yang
Dijanjikan Allah Kepadanya Itu?
“Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang
akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak
mengetahui tempat yang ia tujui.”
“Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan
dibangun oleh Allah.”
“Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak
memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari yang jauh melihatnya
dan melambai-lambai kepadanya.” – Ibrani 11:8,
10, 13.
Apabila
ayat-ayat yang di atas ini kita baca dengan tenang serta memperkenankan Roh
Allah menjamah perasaan hati kita, kita akan di bawa kepada suatu pengertian
tentang hubungan yang ada di antara Allah dan anak-Nya dari dunia ini yang
telah belajar untuk meletakkan hidupnya di dalam tangan penjagaan Tuhan.
Abraham telah menerima panggilan dari Allah. Abraham
diminta untuk meninggalkan negeri leluhurnya dan berangkat menuju suatu tempat
yang tidak ia ketahui letaknya. Ia diberi suatu perjanjian bahwa ia akan
menerima sebuah kota yang direncanakan dan dibangun oleh Allah sendiri. Kota
itu akan dijadikan milik pusakanya untuk selama-lamanya.
Karena
IMAN saja, Abraham taat, lalu berangkat. Apakah yang telah
dialami Abraham dalam mengikuti panggilan Tuhan? Apakah Abraham terhindar dari
kesusahan dan ancaman-ancaman bagi keselamatan hidupnya? Setibanya di suatu
tempat, Abraham bukannya menerima negeri yang telah dijanjikan Allah itu,
tetapi Abraham harus menghadapi bahaya kelaparan di tempat itu, sehinggga ia
harus pergi ke tanah Mesir.
Apakah
yang telah terjadi di Mesir? Karena takut dirinya akan dibunuh oleh karena
isterinya yang cantik, Abraham telah tergelincir dalam dosa berdusta. Tuhan
telah berjanji untuk mewariskan kepadanya sebuah negeri yang berisikan
kebenaran, tetapi gantinya melihat sebuah negeri yang penuh dengan keadilan dan
damai, ia harus mengalami rasa takut di sebuah negeri orang asing, sehingga ia
harus berdusta untuk menyelamatkan dirinya.
Abraham
bukannya melakukan kesalahan ini satu kali saja. Ketika ia tinggal di Gerar
sebagai orang asing, ia telah berdusta terhadap Abimelekh, raja Gerar, oleh
karena hal yang sama (Kejadian 20). Abraham dijanjikan sebuah negeri untuk
dijadikan miliknya sendiri untuk selama-lamanya. Tetapi, ia harus
berulang-ulang kali tinggal di negeri orang asing tanpa melihat wujud janji
Allah itu!
Akhirnya
Abraham harus mati oleh karena usianya yang sudah sangat lanjut, dan Alkitab
hanya dapat meninggalkan catatan sejarah dari hal dirinya sebagai seorang yang
telah mati dalam iman tanpa “memperoleh apa yang dijanjikan itu”. Abraham hanya
melihat kota Allah dari jauh melalui IMAN. Ia hanya dapat melambai-lambai
kepada kota itu!
Itulah
bagian yang harus diterima oleh seorang hamba Allah! Ia telah diberi janji,
tetapi ia harus rela mengakhiri hidupnya di dunia ini, walaupun hanya menerima
janji itu oleh imannya saja! Seorang hamba Allah hidup oleh iman.
Ia tahu siapakah Allah! Ia tahu bahwa Allah berbicara dengan jangkauan yang
sangat jauh dan bawa hidup berimannya bukanlah hanya untuk dirinya saja. Seorang
hamba Allah harus hidup oleh IMAN sehingga ia dapat menyalurkan imannya itu
kepada keturunannya yang berikut. Iman disambung iman, dari satu
generasi ke generasi yang lainnya, hingga akhirnya tibalah generasi yang
sungguh-sungguh akan melihat janji Allah itu digenapi.
3.
Janji Allah Itu
Disertai Sumpah
“Tetapi kami
ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk
menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, agar
kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh
iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah.
Sebab ketika
Allah memberikan janji-Nya kepada Abraham ,
Ia bersumpah demi
diri-Nya sendiri, karena tidak ada orang yang lebih tinggi dari pada-Nya…..
Karena itu,
untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian
putusan-Nya, Allah telah mengikat diri-Nya dengan sumpah.”
– Ibrani 6:11-13, 17.
Allah hendak
mengajar kita sesuatu yang amat penting. Allah menghendaki kita mempercayai
janji-janjiNya secara ABSOLUT. Kita harus memiliki suatu pengharapan YANG
PASTI. Biarlah masing-masing kita mengetahui bahwa beragama, dengan tidak
disertai suatu pengharapan yang pasti, adalah beragama yang tanpa tujuan.
Agama
adalah suatu hubungan dengan Allah yang dinamis dan hidup-hidup. Agama adalah
pembentukkan suatu kepercayaan oleh suatu makhluk yang diciptakan terhadap
Allah yang menciptakannya. Agama adalah suatu jalinan kepercayaan di antara
manusia dan Allahnya seperti di antara seorang anak kecil dan ayah-ibunya.
Janganlah
hal ini dianggap sebagai suatu ucapan untuk memperindah suatu konsep saja.
Bukan! Kecuali dapat dibentuk suatu kepercayaan dari kita terhadap Allah kita
seperti (artinya sama dengan) kepercayaan anak kita yang masih kecil terhadap
kita, agama kita adalah bagaikan tempayan kosong atau yang mengeluarkan bunyi
apabila dipukul, tetapi yang tidak mempunyai bobot isi.
Abraham
adalah nenek moyang kita yang beragama. Walaupun grafik IMAN Abraham tidak
selalu menanjak secara lurus ke atas, Abraham mempunyai suatu hubungan yang
hidup-hidup dengan Allahnya. Walaupun Abraham belum memperoleh apa yang telah
dijanjikan Allah kepadanya, ia telah mendapat bagian dalam apa yang telah
dijanjikan itu oleh imannya.
Allah telah
bersumpah demi diri-Nya sendiri, bahwa Ia akan memenuhi janji-Nya itu. Apakah
sebabnya Allah telah bersumpah sedangkan Yesus telah mengajar kita supaya tidak
bersumpah?
“Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah…….. Janganlah juga
engkau bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau
menghitamkan sehelai rambut pun.” –
Matius 5:34, 36.
Yesus telah melarang kita untuk bersumpah oleh karena kita
tidak mempunyai kuasa untuk memegang atau memenuhi janji-janji yang telah
kita katakan dengan sumpah itu. Manusia tidak
dapat diandalkan! Manusia tidak dapat menentukan hari esoknya sendiri dan tidak
dapat memastikan apakah ia dapat melaksanakan apa yang telah ia rencanakan!
Manusia selalu mempunyai kecenderungan untuk menipu hatinya sendiri!
Bagaimanakah manusia, yang demikian keadaannya, dapat bersumpah??
Lain halnya dengan Allah. Allah menguasai segala sesuatu
dan Ia memegang kendali atas segala sesuatu yang bakal terjadi. Apa yang
dikatakan-Nya dengan sumpah sudah pasti dapat Ia penuhi atau genapi.
Sumpah
Allah mempunyai tujuan untuk menekankan kepada kita, bahwa apa yang telah
dikatakan-Nya dengan sumpah itu tidak berkondisi. Artinya, apa yang
telah dikatakan-Nya dengan sumpah, kegenapannya tidak lagi tergantung atas
terpenuhinya apa syarat. Contohnya: pada waktu Allah mengutus Yunus untuk
memberitakan pembinasaan kota Nineveh, pembinasaan itu tergantung atas mau
bertobatnya penduduk-penduduk Nineveh atau tidak. Pembinasaan itu adalah
bersyarat. Pada waktu penduduk Nineveh menyesali perbuatan-perbuatan jahat
mereka, lalu mereka berkabung dan duduk di atas abu, Allah telah menghindarkan
pembinasaan itu dari mereka.
Tetapi pembinasaan dunia kita ini dengan api sehingga
ssegala sesuatu akan menjadi cair, dan pembentukan suatu langit dan bumi yang
baru yang akan diperintah Yesus sendiri, adalah suatu janji yang tanpa
syarat. Mengenai hal ini, Tuhan telah berfirman dengan sumpah
“untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian
putusan-Nya.”
Bumi
yang sekarang kita huni ini sudah dirusak oleh kejahatan , kekerasan,
kekejaman, ketidak-adilan, kegelojohan, dan segala daya-upaya yang hanya
bersifat mementingkan diri sendiri. Bumi ini sudah tidak dapat diobati. Ibarat
penyakit kanker yang telah mencapai tingkat parah, kejahatan di bumi ini sudah
tidak dapat disembuhkan. Hanya ada satu tindakan terakhir yang dapat dilakukan
Allah untuk menolong bumi ini, yaitu membakarnya habis-habis sehingga sesuatu
yang baru dapat diciptakan untuk menggantikannya.
Itulah sebabnya Allah telah berbicara kepada Abraham
dengan sumpah, dan Abraham mempercayai janji Allah tersebut. Abraham tidak
menjadi lamban untuk mempercayai janji Allah itu. Ia telah menjadi penurut oleh
iman dan kesabaran sehingga ia telah mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan
itu.
Rasul
Paulus telah menganjurkan kita masing-masing agar menunjukkan
kesungguh-sungguhan yang sama seperti Abraham. Ia telah
meminta agar kita memiliki suatu pengharapan yang pasti hingga akhirnya.
4.
Perjanjian Yang
Lama Dan Perjanjian Yang Baru Dinyatakan Dalam Kehidupan Abraham
Melalui
kebenaran Alkitab, kita akan melihat bahwa perbedaan di antara perjanjian Allah
yang lama dan perjanjian Allah yang baru, telah dinyatakan dalam kehidupan
leluhur kita Abraham. Hal ini kita tekankan di sini, oleh sebab banyak orang
Kristen telah membuat pembedaan-pembedaan di antara buku PERJANJIAN LAMA
dan buku PERJANJIAN BARU. Banyak orang hanya mau mengikuti ungkapan
kebenaran apabila ditulis dalam buku PERJANJIAN BARU. Betapa salahnya
pendirian ini! Kebenaran Alkitab merupakan suatu jalinan yang utuh dari
tulisan-tulisan PERJANJIAN LAMA sampai tulisan-tulisan PERJANJIAN BARU. Kedua
tulisan itu tidak dapat dipisah-pisahkan!
Marilah kita
belajar dari tulisan Rasul Paulus yang terdapat dalam Galatia
4:22-26. Demikian bunyinya:
“Bukankah
ada tertulis, bahwa Abraham mempunyai dua anak, seorang dari perempuan yang
menjadi hambanya dan seorang dari perempuan yang merdeka? Tetapi anak dari
perempuan yang menjadi hambanya itu diperanakkan menurut daging dan anak dari
perempuan yang merdeka itu oleh karena janji.
Ini adalah
suatu kiasan. Sebab kedua perempuan itu adalah dua ketentuan Allah; yang satu
berasal dari Gunung Sinai dan melahirkan anak-anak perhambaan, itulah Hagar –
Hagar ialah Gunung Sinai di Tanah Arab – dan ia sama dengan Yerusalem yang sekarang,
karena ia hidup dalam perhambaan dengan anak-anaknya. Tetapi Yerusalem sorgawi
adalah perempuan yang merdeka, dan ialah ibu kita.”
Atas
dasar tulisan Rasul Paulus yang di atas,
kita dapat membedakan kedua perjanjian Allah itu sebagai berikut:
DUA PERJANJIAN
Menurut Daging:
Hagar
Ismael
Sinai –
mencari penurutan dengan kekuatan daging.
Hasilnya:
Yerusalem yang berada di dunia sekarang ini, yang akan dibinasakan.
Menurut Janji:
Sara
Ishak
Golgotha
– mencari penurutan dengan kekuasaan IMAN.
Hasilnya:
Yerusalem Sorgawi yang telah direncanakan dan dibangun oleh Allah sendiri.
Dua
jalan yang sangat mudah dimengerti telah dikemukakan oleh Allah kepada kita. Satu
jalan akan membuat kita ikut dibinasakan dengan dunia yang sekarang ini, dan
jalan yang lainnya akan membuat kita mewarisi Yerusalem Sorgawi yang telah
dijanjikan oleh Allah kepada kita.
Abraham telah menerima satu janji bagi seorang keturunan
dari Allah. Tetapi Abraham dan Sara telah menanggapi janji Allah itu dengan
“pikiran daging” mereka. Mereka melihat bahwa Sara sudah tua dan melampaui
segala kemungkinan untuk dapat memperoleh keturunan lagi. Mereka menyimpulkan
bahwa keturunan Abraham tidaklah mungkin datang dari Sara. Oleh sebab itu,
dua-dua telah bersepakat bahwa keturunan Abraham haruslah datang melalui
seorang perempuan yang lain. Inilah satu-satunya jalan, menurut pikiran
manusiawi, melalui mana janji Allah itu dapat digenapi. Lalu Abraham mengambil
Hagar, seorang hamba perempuannya, dan melahirkan Ismael.
Walaupun Ismael, secara silsilah, adalah bapa bangsa Arab
yang kita kenal sekarang, Alkitab menggunakan Ismael secara rohani untuk
mengibaratkan bangsa Israel yang telah membuat suatu perjanjian dengan
perjanjian Allah di Gunung Sinai.
Kita masih ingat bagaimana Yesus telah datang di Gunung
Sinai dengan pameran kebesaran dan kemuliaan-Nya yang luar biasa.
“Dan terjadilah pada hari ketiga, pada waktu terbit
fajar, ada guruh dan kilat dan awan padat di atas gunung dan bunyi sangkakala
yang sangat keras, sehingga gemetarlah seluruh bangsa yang ada di perkemahan.
Gunung Sinai ditutupi seluruhnya dengan asap, karena
Tuhan turun ke atasnya dalam api; asapnya membubung seperti asap dapur, dan
seluruh gunung itu gemetar sangat. Bunyi sangkakala kian lama kian keras.” – Keluaran 19:16, 18.
“Maka bangsa itu takut dan gemetar dan mereka berdiri
jauh-jauh. Mereka berkata kepada Musa: ‘Engkaulah berbicara dengan kami, maka
kami akan mendengarkan; tetapi janganlah Allah berbicara dengan kami, nanti
kami mati’.” – Keluaran 20:18, 19.
Israel mudah
sekali melupakan kebesaran Allah. Sama halnya dengan kita! Kita berseru kepada
Tuhan dengan sungguh-sungguh hanya apabila kita sudah ditimpa ketakutan oleh karena rumah kita sedang digoncang gempa
bumi yang dahsyat, atau kita sedang ditimpa malapetaka yang lainnya. Tetapi,
apabila kita sudah dilepaskan dari malapetaka itu dan segala sesuatu sudah
berjalan baik dan normal lagi, kita kembali melupakan Allah dan mulai melawan
kehendak-Nya!
“Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan
firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta
kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya
seluruh bumi. Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus.” – Keluaran 19:5.
Betapa sigapnya Israel telah menanggapi apa yang
dikatakan Tuhan di atas! Tanpa memikir panjang apakah arti “mendengarkan
firman-Ku” dan “berpegang pada perjanjian-Ku”, mereka dibawa oleh kebanggaan
bahwa mereka akan “menjadi harta kesayangan” Tuhan sendiri “dari antara segala
bangsa”. Tanpa memikir panjang apakah arti ucapan “menjadi bagi-Ku kerajaan
imam dan bangsa yang kudus”, mereka secara spontan menyampaikan jawab kepada
Tuhan bahwa:
“Segala yang difirmankan Tuhan akan kami lakukan.”
– Keluaran 19:8.
Israel dipenuhi rasa percaya diri pada kemampuan mereka
sendiri untuk melakukan segala sesuatu yang telah difirmankan Tuhan! Israel
telah lupa bahwa ada setan dan malaikat-malaikat jahatnya yang jauh lebih kuat
dari mereka! Mereka telah lupa untuk selalu bergantung kepada Tuhan!
Sinai melambangkan usaha Israel untuk menggenapi
perjanjian Allah dengan mereka berdasarkan kekuatan daging mereka
sendiri.
Apakah hasilnya? Oleh karena kepercayaan mereka pada
kemampuan mereka sendiri, mereka telah menolak Yesus sebagai Juruselamat
mereka. Akibatnya, mereka telah dikerat sebagai bangsa pilihan Allah, dan
Yerusalem serta rumah ibadat mereka yang berada di Yerusalem, telah dibinasakan
oleh Allah.
Dewasa ini ada usaha untuk membangkitkan Israel kembali
dan menjadikan Yerusalem sebuah kota yang suci. Hal ini telah menjadi harapan
beberapa pemimpin dunia ini. Apa pun yang akan dilakukan oleh manusia untuk
memulihkan kembali Israel sebagai bangsa pilihan Allah dan Yerusalem sebagai
kota idaman Allah. Tuhan telah memutuskan perkara-Nya, dan Yerusalem akan tetap mengibaratkan Sinai dan akan
dibinasakan bersama-sama dengan dunia ini.
Hanya ada satu Yerusalem yang dapat diterima oleh Allah,
yaitu Yerusalem Sorgawi yang akan turun dari sorga. Allah tidak akan menerima
sebuah kota yang lain. Allah sudah berjanji kepada Abraham dengan sumpah, dan
Allah akan menggenapi janji-Nya dengan menurunkan Yerusalem Sorgawi yang telah
direncanakan dan dibangun oleh Allah sendiri. Apa saja yang lainnya, yang
dibangun oleh manusia, tidak akan memenuhi syarat-syarat kesucian Allah.
Yerusalem Sorgawi ini hanya akan diwarisi melalui
perjanjian yang baru, yaitu suatu perjanjian yang berdasarkan kegenapan janji
Allah melulu. Warisan ini akan disampaikan melalui Sara, yang walaupun telah
melewati umur untuk dapat melahirkan seorang anak laki-laki, telah melahirkan
Ishak sebagai suatu pemberian sesuai dengan janji Allah itu. Perjanjian ini
didasarkan atas mujizat dari Allah dan bukan atas usaha dan kebaikan manusia
itu sendiri.
Perjanjian yang baru ini didasarkan atas Bukit Golgotha.
Perjanjian ini berdasarkan IMAN pada jasa penebusan Yesus Kristus. Dunia yang
sekarang ini akan dilebur. Ini adalah janji Allah yang sudah dikatakan-Nya
dengan sumpah. Segala sesuatu yang ada di dunia ini, yang sudah pernah dijamah
oleh dosa, akan dihancurkan sampai meleleh oleh panas api dari Allah. Kendati
Yerusalem akan berdiri tegak di atas bumi ini pada waktu itu, ia akan ikut
dibakar. Yang tidak ikut dibakar adalah umat percaya yang akan diangkat dari
dunia ini untuk bertemu dengan Yesus di awan-awan. Mereka dan Yerusalem Sorgawi
saja yang akan luput dari api Allah oleh sebab mereka ada di luar dunia ini.
5. Adakah Di antara Kita Yang Masih Merasa
Tergoda Untuk Mengikuti Jalan Keselamatan Menurut Perjanjian Yang Pertama di
Gunung Sinai?
Inilah
permasalahan yang menghadapi kita yang mengaku sebagai umat Tuhan. Kita begitu
terpikat pada usaha-usaha kita untuk menurut sepuluh hukum dengan kekuatan dan
kuasa kemauan kita sendiri sehingga Yesus telah terlupakan di belakang kita.
Kita menuju ke sorga dengan semangat yang begitu tinggi melalui usaha-usaha
penarikan jiwa kita, sehingga salib Kristus sudah tidak kita pandang lagi.
Kita, kita dan sekali lagi KITA yang telah menjadi fokus perhatian pikiran
kita, sehingga kita menjadi tidak sadar lagi bahwa kita telah memisahkan diri
kita dari Kristus. Yang membuat keadaan kita sangat berbahaya adalah bahwa kita
mengaku percaya pada Yesus Kristus. Kita menipu diri kita sendiri bahwa
pengakuan kita itu adalah cukup untuk membawa kita ke sorga melalui jalan IMAN
yang telah digariskan oleh perjanjian yang baru. Kita mengaku bahwa kita
mempercayai darah yang telah dikorbankan di Bukit Golgotha. Hal ini memang
benar secara pengakuan. Tetapi kuasa darah korban di Golgotha itu sama sekali
tidak bekerja di dalam diri kita!
Apakah
sebabnya hal ini dapat terjadi? Apakah sebabnya kita dinyatakan suam-suam kuku
sebagai bukti bahwa kuasa darah Kristus itu tidak ada bersama kita? Kita boleh
menyangkal kebenaran, tetapi dengan menyangkal kebenaran kita justru akan lebih
menggenapi teguran-teguran firman Allah! Mengapa kita harus memerangi firman
Tuhan lebih lama lagi? Apakah tidak lebih baik bagi diri kita sendiri, apabila
kita mau belajar untuk lebih merendah di hadapan Allah?
Dengan
mengaku menaruh IMAN pada Yesus Kristus, kita menjadi tidak sadar bahwa kita
berada dalam keadaan yang sama dengan Israel pada jaman dahulukala. Kita telah
mengikuti perjanjian di Sinai! Mereka telah mengikuti jejak Ismael dan Hagar
adalah ibu mereka! Tuhan mengetahui hal ini! Itulah sebabnya dalam belas
kasihan-Nya terhadap kita, Ia telah menyampaikan pekabaran-pekabaranNya kepada
kita. Kita digugah agar bangun dari tidur sebelum kita terjebak setan dan tidak
dapat keluar dari jebakannya!
Tuhan
telah menggunakan alat-alat pilihan-Nya sendiri untuk memberitakan
pekabaran-Nya di mana-mana di dunia ini. Hamba-hamba Allah yang setia –
pemimpin-pemimpin, pendeta-pendeta, pekerja-pekerja, tua-tua sidang dan
anggota-anggota awam – telah digerakkan oleh Tuhan untuk membangunkan
sidang-Nya yang tertidur! Kita harus memasang telinga kita, dan memperhalus
kepekaan hati nurani kita, agar kita dapat menangkap setiap terang yang dikirim
Allah kepada sidang-Nya.
Hentikan
segala perselisihan di antara kita sendiri, bergumullah dalam doa yang
sungguh-sungguh setiap hari untuk setiap dosa dan kelemahan kita, akuilah segala sifat, tabiat atau pun tingkah
laku kita yang mementingkan diri sendiri itu yang telah ditunjukkan oleh Tuhan,
buatlah perjanjian yang baru dengan IMAN bukan dengan kekuatan kita sendiri
bahwa kelak suatu saat segenap hukum kasihNya akan genap dalam kehidupan
pribadi kita dan nama Tuhan akan ditinggikan untuk selama-lamanya. Biarlah
segala pujian, hormat, dan kemuliaan hanya ditujukan kepada YESUS KRISTUS yang
telah tertumpah darahNya di salib Golgota!!
Tanda-tanda
kedatangan Tuhan sudah sangat semakin jelas, TUHAN segera akan datang!! Maukah
saudara dipersiapkan olehNya?? TUHAN rindu segera bertemu dengan kita semua,
tidakkah saudara rindu padaNya??
MARANATHA !!!
Disadur ulang dari Seri
Pelajaran Alkitab dan Roh Nubuat oleh Gito Siswojo Kadarman (alm.) Raya Dieng
31, Hari Sabat, 18 Mei 1985.
(Diketik oleh Janice & Delfirah
Singkuang – CP BSD, Januari 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar