Senin, 11 Januari 2016

32. Pengampunan tidak bermanfaat bagi orang berdosa kecuali dia menerimanya.


32. Pengampunan tidak bermanfaat bagi orang berdosa kecuali dia menerimanya.

Engkau mungkin pernah mengingat dan mendengar cerita beberapa tahun yang lalu tentang seorang yang dijatuhi hukuman mati, menantikan eksekusinya. Seseorang berusaha menangani kasusnya, membuat permohonan untuk menyelamatkan hidupnya, dan dia diberikan pengampunan. Tetapi dia menolak untuk menerimanya.

Penolakan itu menyebabkan kegemparan di kalangan pakar hukum. Apa yang akan engkau lakukan kepada orang yang menolak untuk diampuni? Kasus itu akhirnya dibawa ke Mahkama Agung, dan keputusan telah dibuat. Jika pengampunan diberikan, tetapi pengampunan itu tidak diterima, maka pengampunan tidak dapat dipaksakan kepada siapapun. Dan orang yang menolak untuk diampuni itu melangkah kepada kematiannya.

Umat manusia berada di bawah ancaman hukuman mati. Kita dipenjara di planet ini, menunggu eksekusi. Tetapi Yesus telah mengusahakan kasus kita.

Dia turun dan mati menggantikan tempat kita, menanggung hukuman kita, menjadi pengganti kita. Dia menawarkan pengampunan. Tetapi kita menolak untuk menerimanya.

Pengampunan adalah transaksi dua arah. Agar pengampunan terjadi, harus ditawarkan dan diterima.

Pernahkah engkau mengalami hal itu dalam tingkatan hubungan antar manusia? Pernahkah seseorang yang bersalah kepadamu, dan engkau telah datang kepada-nya menawarkan pengampunan hanya untuk mendapatkan kekecewaan? Pernahkah engkau menemukan bagi dirimu sendiri bahwa pengampunan harus dua arah? Engkau bisa saja begitu pengampun. Engkau bisa saja dengan semangat yang tulus menginginkan agar hubungan itu dipulihkan. Tetapi jika pihak lain itu tidak menerima pengampunan yang engkau berikan, pengampunan tidak akan terjadi.

Dalam Lukas 17:3 Yesus berkata kepada murid-murid-Nya bagaimana mereka harus membalas orang yang berdosa terhadap mereka. “Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah ia.” Alkitab tidak mengatakan, “Jikalau saudaramu berbuat dosa, ampunilah dia.”

Dalam ayat 4, Yesus menarik garis bahkan lebih dekat lagi, “Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal. Engkau harus mengampuni dia.” Kembali orang yang bersalah harus bertobat untuk diampuni.

TUHAN memiliki semacam penghormatan yang tinggi terhadap kuasa memilih kita sehingga Ia tidak akan memaksakan bahkan pengampunan-Nya kepada kita. Dia menawarkannya dengan cuma-cuma. Dia mendorong kita untuk menerimanya. Tetapi pilihan akhir adalah milik kita. Kita dapat menolaknya jika kita memilih demikian.

Saat Yesus dipakukan pada salib, Dia mengucapkan sebuah doa bagi orang-orang yang menyalibkan Dia. Kata-kataNya diulang-ulang sepanjang masa, hingga sampai hari ini, “Bapa, ampunilah mereka; karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”

Pengampunan-Nya tidak terbatas, luas bahkan hingga kepada orang-orang yang membunuh Dia. Dia berdoa bagi mereka secara khusus. Tetapi apakah doa-Nya dijawab? Apakah mungkin bagi doa-Nya untuk dijawab? Apa yang memutuskan apakah doa-Nya akan dijawab?

The Desire of Ages, hlm. 745, mengatakan kepada kita, “Beberapa orang oleh karena ketidakmenyesalan mereka akan membuat sebuah kemustahilan bagi doa Kristus dijawab untuk mereka.”

TUHAN membuat ketentuan untuk pengampunan—berkelimpahan dan ditawarkan cuma-cuma. Yesus menyediakan suasana bagi pengampunan. Dan beberapa orang menerima, dan beberapa yang lain menolak. Bagi orang-orang yang menolak, pengampunan-Nya tidak bermanfaat. Pengampunan hanya bermanfaat bagi orang yang mau menerimanya.

Pengampunan tersedia. Pengorbanan Kristus di salib cukup untuk memasukkan setiap jiwa yang pernah lahir ke dunia ini dalam keselamatan-Nya. Satu-satunya yang dapat menghalangi engkau untuk diampuni adalah engkau. Itu adalah pilihanmu. Pengampunan menjadi milikmu jika engkau menerimanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar