Sabtu, 26 Agustus 2017

Ketika Dunia Begitu Dekat Dengan Perang Nuklir




Wahyu 7 :1-3

Kemudian dari pada itu aku melihat empat malaikat berdiri pada keempat penjuru bumi dan mereka menahan keempat angin bumi, supaya jangan ada angin bertiup di darat, atau di laut atau di pohon-pohon.


Dan aku melihat seorang malaikat lain muncul dari tempat matahari terbit. Ia membawa meterai Allah yang hidup; dan ia berseru dengan suara nyaring kepada keempat malaikat yang ditugaskan untuk merusakkan bumi dan laut,


katanya: "Janganlah merusakkan bumi atau laut atau pohon-pohon sebelum kami memeteraikan hamba-hamba Allah kami pada dahi mereka!"


sampai tahun 2017,ada 14.900 nuklir warhead(yg diakui),kebanyakan dimiliki oleh USA(6,800) dan Rusia (7,000). inggris memiliki 215, Cina 260, korut 10 dan beberapa negara lain seperti pakistan,india dan mungkin israel yg dirumorkan memiliki 200 nuklir warhead



berdasarkan Commission for the Comprehensive nuclear-test-ban Treaty Organisation (CTBTO),nuklir terbesar yang pernah di uji coba adalah pada tahun 1961 ,yaitu ‘Tsar Bomba’ milik soviet. percobaan ini setara 50 megatons, atau 3,800 kali lipat lebih kuat dari bom atom hiroshima.

dan itu hanyalah satu bom

tidak semua bom nuklir memiliki kekuatan setara,namun USA dan rusia adalah yang paling berbahaya karena memiliki jenis nuklir yang paling kuat : thermonuclear weapons.


dan ini adalah tanggal - tanggal dimana dunia begitu dekat dengan perang nuklir


27 Oktober 1962,puncak dari krisis nuklir kuba (Insiden Spionase Pesawat U-2 dan kapal selam B-59



Lebih dari setengah abad lalu, hubungan antara A.S dan Uni Soviet mulai merenggang dan berujung kepada perang nuklir pada masa yang akan dikenal sebagai Krisis Misil Kuba. Hal itu juga mungkin menjadi peristiwa yang paling dikenal yang hampir berujung perang nuklir :

Insiden Spionase Pesawat U-2

27 Oktober 1962, adalah hari dimana krisis nuklir kuba mencapai puncaknya, sebuah pesawat pengintai Amerika yakni U-2 terlihat terbang di langit Alaska dalam rangka misi rutin dekat Kutub Utara. Pilot Charles Maultsby terekam menggunakan rute navigasi dari satelit di daerah tersebut, namun navigasi tersebut celakanya keliru akibat pantulan aurora borealis. Dengan tanda visual keliru yang membimbingnya, Maultsby akan tersasar dari tujuan awalnya dan melewati batas negara Uni Soviet

Khawatir jika pesawat U-2 merupakan pesawat pengebom nuklir, Soviet mengerahkan beberapa pesawat jet MiG utk menghancurkan pesawat tersebut sebelum hal buruk menimpa. Militer A.S kontan merespon kedatangan pesawat MiG dengan menerbangkan dua pesawat F-102 bersenjatakan nuklir untuk mengamankan langkah Maultsby kembali ke Alaska.dengan mengirim dua F-102 bersenjatakan nuklir ini justru mewujudkan kekhawatiran soviet !

kecerobohan USA tersebut bisa saja berujung perang sungguhan, namun Maultsby berhasil menerbangkan pesawatnya yang hampir kehabisan bahan bakar membebaskan diri dari kejaran Soviet dan menjauh dari soviet (versi lain mengatakan bahwa Maultsby telah dikepung dan dia telah di apit jet MiG soviet).     

Insiden Kapal Selam B-59

masih di hari yg sama dengan insiden spionase U-2,ketegangan dan ancaman perang nuklir juga terjadi di laut. kapal USS Beale mendeteksi adanya kehadiran kapal selam B-59 bersenjatakan nuklir Soviet di dekat garis blockade Kuba(saat itu USA memblokade laut mencegah soviet mengirim nuklir untuk dipasang di kuba).USS Beale bermaksud mencegat B-59 soviet dan memerintahkannya untuk muncul ke permukaan. himbauan ini tidak direspon oleh B-59,USS Beale terus menguntit B-59 selama 4 hari sementara awak kapal B-59 menderita kepanasan,sesak nafas dan pingsan didalam kedalaman laut akibat tidak bisa muncul di permukaan laut.

For the last four days, they didn’t even let us come up to the periscope depth … My head is bursting from the stuffy air. … Today three sailors fainted from overheating again … The regeneration of air works poorly, the carbon dioxide content [is] rising, and the electric power reserves are dropping. Those who are free from their shifts, are sitting immobile, staring at one spot. … Temperature in the sections is above 50 [122ºF].

Berhari hari menguntit, USS Beale mulai bertindak lebih jauh,menembakkan sebuah bomb peringatan yang mengakibatkan kesalahpahaman bagi B-59 soviet, para awak kapal B-59 mengira perang nuklir telah dimulai ! Melihat adanya percikkan menuju Perang Dunia III, kapten dan para awak kapal B-59 yang telah lelah mental dan fisik dengan marah memerintahkan mengarahkan senjata nuklir menyerang.

“The Americans hit us with something stronger than the grenades—apparently with a practice depth bomb,“We thought, That’s it, the end.” 
“Maybe the war has already started up there … We’re gonna blast them now! We will die, but we will sink them all—we will not become the shame of the fleet.”’

Perlu di catat bahwa awak kapal B-59 berhari-hari tidak berkomunikasi dengan moskow dan sepengetahuan mereka ketika memulai misi perjalanan adalah negara mereka telah mencapai puncak ketegangan krisis nuklir dengan USA dan saat ini mereka semua mengira negara mereka telah berperang melawan USA !

Kesalahpahaman tersebut akan menimbulkan bencana jika pihak Soviet menembakkan senjata nuklirnya. Kapten kapal selam mungkin saja berapi-api memerintahkan peluncuran senjata nuklir, namun disaat terakhir, wakil kapten Vassili Arkhipov sebagai orang yg memiliki wewenang memveto peluncuran nuklir, menolak perintah tersebut sembari membujuk kapten kapal dan awak lainnya,perdebatan alot terjadi diantara mereka,antara bertindak membela kehormatan negara atau memikirkan dampak perang nuklir.

Setelah kapten kapal mulai reda kemarahannya, Arkhipov berhasil membujuk seluruh awak untuk menaikkan kapal selam ke permukaan dan meminta perintah baru dari Moskow. Kapal selam tersebut akhirnya hanya disuruh pulang kembali ke soviet oleh USS Beale,dan akhirnya bisa selamat tanpa cacat.

Dunia selamat dari perang nuklir karena masih ada satu orang soviet (yg kebetulan memiliki kuasa) yang berkepala dingin.




Vassili Arkhipov,menggunakan hak veto nya membatalkan keputusan peluncuran nuklir kapten kapal selamnya

meski pada akhirnya vassili berjasa bagi dunia menyelamatkan dunia dari bencana nuklir,namun ironisnya ia sendiri (mungkin) terbunuh oleh nuklir.dan yg jarang diketahui orang adalah vasili sebenarnya 2x menyelamatkan dunia dari bencana nuklir

Satu tahun sebelum misi ke kuba, vasili termasuk menjadi bagian awak kapal selam nuklir soviet lainnya, K-19 yang ditengah perjalanan mengalami kegagalan sistem pendinginan dan mengancam nuklir pada kapal tersebut meleleh,dan tanpa bisa mengharapkan bantuan dan tidak ada cara lain,kapten kapal memerintahkan para kru,termasuk vasili arkhipov turun tangan secara manual mendinginkan nuklir,membuat dirinya dan seluruh kru yang terlibat terpapar radiasi.dua tahun kemudian sebanyak 22 mantan kru K-19 telah meninggal karena radiasi,vasilli sendiri,mampu hidup puluhan tahun kemudian sampai akhirnya meninggal karena kanker paru paru,dicurigai akibat pengaruh paparan radiasi.

25 januari 1995,insiden percobaan roket norwegia


insiden ini bermula saat tim peneliti Norwegia dan AS meluncurkan roket Black Brant XII dalam rangka penelitian Aurora Borealis, fenomena pancaran cahaya yang menyala-nyala pada lapisan ionosfer dari sebuah planet. Roket diluncurkan dari pesisir barat laut Norwegia.

Ketika itu, roket mencapai ketinggian 1,453 kilometers, yang kemudian terdeteksi Rusia sebagai tanda bahaya. Presiden Rusia Boris Yeltsin yang mendapat laporan tersebut langsung memerintahkan untuk mengaktifkan sistem nuklir.

Pihak Rusia menduga peluncuran roket tersebut merupakan serangan dari Amerika Serikat. Rusia mencoba untuk mempersiapkan serangan nuklir sebagai balasan.

Namun sesungguhnya otoritas Rusia masih meragukan apakah benar roket itu merupakan ancaman dari AS. Presiden Yeltsin pun berdiskusi dengan pejabat kementerian pertahanan apakah serangan nuklir perlu dilakukan.

Pada akhirnya, setelah mengetahui bahwa roket ternyata jauh dari jangkauan dan tak berbahaya, Yeltsin memutuskan untuk membatalkan serangan nuklir ke Negeri Paman Sam.

Untuk menghindari insiden terulang, peneliti Norwegia dan Amerika yang tergabung dalam proyek tersebut menyampaikan pemberitahuan ke 30 negara, termasuk Rusia, terkait adanya aktivitas uji roket tersebut, dengan ketinggian di atas rata-rata.



9 november 1979,Kesalahan Komputer NORAD/false signal




Akhir 1970-an, baik A.S dan Soviet bergantung kepada kecanggihan computer untuk mendeteksi kemungkinan serangan nuklir. Namun beberapa teknologi baru hadir dengan bayaran mahal dan berisiko melakukan kesalahan pendeteksian. Mungkin kesalahan yang paling dikenal berasal dari kantor North American Aerospace Defense Command ( NORAD). Pagi hari tanggal 9 November 1979, teknisi di pusat penelitian tersebut menerima alarm bahaya serangan nuklir, sampai-sampai mereka menerbangkan 10 pesawat pencegat dan melaksanakan peluncuran “pesawat pemunah”, dan memberi ancang-ancang peluncuran nuklir sebagai aksi pembalasan.

Kepanikan tersebut hilang setelah NORAD mengecek kembali data satelit dan menyadari bahwa alarm nuklir tersebut tidak lebih dari kesalahan. Setelah pengecekan lebih lanjut, mereka menemukan bahwa teknisi baru saja menjalankan simulasi penyerangan nuklir Soviet. Insiden terus kontan saja memberi ketegangan baru di kalangan internasional, hingga pemimpin Soviet, Bhreznev, menulis surat kepada presiden Carter yang menekankan “bahaya luar biasa” karena kesalahan sistem. Bukan kali itu saja terjadi kesalahan komputer berujung serangan nuklir yang sesungguhnya. Kesalahan Chip Komputer nantinya akan menggiring kepada tiga masalah lagi di pusat NORAD di lain waktu

november 1983,latihan penyerangan able archer


Meskipun tidak diketahui umum, dokumen intelijen lama telah menguak bahwa pada November 1983 latihan militer NATO hampir berujung perang antara Amerika dan Soviet. Sumber kesalahpahaman berpangkal kepada latihan militer bertajuk Able Archer 83 yang menunjukkan bagaimana seharusnya sebuah serangan konvensional Soviet dibalas A.S. dengan hujaman nuklir. Simulasi perang nuklir tersebut tidak lazim saat itu,sehingga soviet mengira bahwa USA benar benar sedang mempersiapkan nuklirnya utk menginvasi soviet. Saat mempersiapkan latihan militer, Amerika menurunkan 19,000 tentara di ajang tersebut, menjadikannya sebagai pertanda perang sungguhan 

Bagi Soviet, pergerakan tersebut tepat seperti dugaan mereka tentang bagaimana Amerika akan melakukan serangan nuklir. Sementara mereka tahu dimana latihan tersebut digelar dan mengantisipasi hal tersebut sebagai strategi menutupi perang yang sebenarnya bisa saja terjadi. Karena hal tersebut, Soviet segera membunyikan bahaya sebenarnya dan menyiagakan senjata nuklir mereka, dengan beberapa tentara berjaga di Jerman Timur dan Polandia untuk kemungkinan perang. Ketegangan baru usai hingga 11 November, ketika latihan Able Archer selesai tanpa masalah. dan kemudian NATO dan Amerika baru menyadari latihan yang mereka lakukan hampir saja menyulut api Perang Dunia III.




25-26 september 1983,seharusnya sudah terjadi perang nuklir kalau tidak melanggar prosedur

Stanislav Yevgrafovich Petrov ialah purnawirawan letnan kolonel berkebangsaan Rusia yang bertugas di bagian pengawasan sistem pertahanan nasional soviet pada shift malam antara tanggal 25-26 September 1983, meskipun pada subuh hari itu sistem peringatan Soviet mendeteksi Amerika Serikat telah menembakkan rudal rudal ICBM kepada Uni Soviet.

"saya memiliki data yang sangat akurat dan meyakinkan berdasarkan sistem deteksi dan komputer pencegahan serangan rudal lintas benua,apabila saat itu saya menyerahkan data di tangan saya,maka tidak akan ada orang yang akan mampu membantahnya karena hasil analisa dan deteksi perangkat kami begitu menyakinkan bahwa ini adalah serangan rudal jarak jauh/ICBM dari USA"





namun petrov tidak percaya pada sistem peringatan terkomputerisasi itu, dan mengabaikan prosedur baku dengan menutup-nutupi hal ini dari atasannya dan malah berkilah sebagai kesalahan sistem tanpa verifikasi terlebih dahulu, ironisnya tindakan indispliner petrov ini ternyata benar.

"sirene berbunyi,saya hanya termenung tidak percaya saat ini akhirnya tiba, memandang layar komputer dengan latar merah bertuliskan kata LAUNCH dengan tingkat keyakinan HIGHEST,yg menandakan bahwa secara meyakinkan ada rudal yg ditembakan kepada kami, "


"beberapa menit kemudian sirene berbunyi lagi ! menandakan ada rudal kedua yang menuju ke arah kami ! kemudian ketiga ! keempat ! dan rudal kelima !"


"tidak ada aturan dan prosedur baku berapa lama kami harus berpikir,namun secara prosedur informasi harus disampaikan secepatnya kepada atasan untuk respon yang lebih cepat"

"seharusnya aku meraih telpon dan melapor kepada atasan,namun aku seperti duduk di panci panas,pikiranku kacau"

meskipun peringatan komputer begitu meyakinkan,namun petrov tetap berharap perang nuklir tidak akan pernah terjadi

selain ia, soviet juga memiliki tim pengawas operator satelit radar untuk mengawasi pertahanan negara dari serangan rudal,namun sejauh ini hasil visual satelit tidak menampilkan apa apa..namun mereka hanyalah perangkat pendukung. prioritas protokol adalah jelas,mengutamakan sistem deteksi komputer petrov.

petrov mulai curiga

"seharusnya ada 28 atau 29 lapis checkpoint. setelah rudal lawan ditembakkan kearah kami,harusnya secara bertahap teridentifikasi oleh 29 check point ini,namun hasilnya nihil"

petrov lantas menghubungi kantor pusat dan melaporkannya peringatan alarm ini sebagai "kesalahan sistem"

petrov berpikir,kalau ia salah,maka kabar selanjutnya adalah beberapa menit kemudian ada laporan bahwa ledakan nuklir terjadi di berbagai wilayah soviet dan berarti ia membiarkan jutaan bangsanya tewas mengenaskan


"23 menit berlalu.tidak terjadi apa apa" petrov merasa sangat lega

"lucky it was me"

petrov mengatakan seandainya yang berjaga shift tersebut adalah rekannya yang lain,sudah pasti mereka akan melaporkan ke atasan,dan petrov sadar yang ia lakukan adalah tindakan indisipliner maksimal,untuk itu ia tetap bungkam selama 10 tahun dan menyimpannya sebagai rahasia untuk dirinya sendiri.

Petrov kemudian dianggap mencegah Perang Dunia III. Atas alasan pengaturan keamanan, insiden tersebut dirahasiakan hingga tahun 1998 atau baru di release 5 tahun setelah pengakuan petrov.



Yom Kippur: Israel's 1973 nuclear alert
During the 1973 Yom Kippur war, Israel came close to making a nuclear preemptive strike when it seemed to be facing defeat at the hands of Syrian armor, according to a half dozen former U.S. diplomats and intelligence officials familiar with the still-classified incident.
On Oct. 5, Yom Kippur, -- the Day of Atonement and the holiest day of the year for Jewish people -- the armies of Egypt and Syria attacked Israel from two directions and made rapid gains.
According to a former senior U.S. diplomat, by Oct. 8, Israel's northern front commander, Maj. Gen. Yitzak Hoffi, had informed Israeli Defense Minister Moshe Dayan that he couldn't hold out much longer against the 14,000 Syrian tanks rolling through Israeli defenses on the Golan Heights.
The source, speaking on condition of anonymity, said that Dayan was "attacked by acute panic" and declared to advisers: "This is the end of the Third Temple."
But if Israel was to perish, it would take Damascus and Cairo with it.
According to a former senior CIA official, who also spoke on condition of anonymity, Dayan sought an urgent meeting with Prime Minister Golda Meir and secured her authorization to arm 13 intermediate-range Jericho missiles with nuclear warheads. Eight F-4 Phantom fighter aircraft were also to be given nuclear arms, former senior U.S. officials said.
The meeting took place close to "the Bor," Israel's huge underground war complex, these sources said.
The predominant opinion today is that Israeli's first nuclear alert was a bluff, but "an extremely dangerous one," a former senior U.S. State Department official said.
The Israelis demanded an emergency airlift of weapons and spare parts from the United States to support an all-out war effort. And they accused then Secretary of State Henry Kissinger of deliberately withholding the re-supply in order to allow the Arabs to gain ground.
According to a source close to former U.S. Secretary of Defense James Schlesinger, the Israelis were right. Kissinger's strategy was to "let Israel come out ahead, but bleed," the source said.
What followed then was just possibly more frightening than anything else that has happened since World War II, according to former U.S. officials. "Israel played a very, very dangerous game, and we came close to a nuclear war," said a former very senior State Department official with detailed knowledge of the incident.
Over the next 3 days, the launchers were armed at Hirbat Zachariah while the F-4s, on 24-hour alert, based at Tel Nof near Rehovot, were also prepared, according to former senior Pentagon officials.
The initial targets -- these officials said -- included the Syrian and Eygptian military headquarters, which were situated near Damascus and Cairo, respectively.
In those days, Israel's nuclear arsenal was something U.S. diplomats and defense officials were taught not even to mention.
"To talk about Israel having nuclear weapons was a real career-ending move," one source said.
At that time, the Jerichos were deployed inside caves, inside Israeli military air bases that had "huge blast doors," a former senior CIA official recalled Monday.
The missile-launchers were set up on the back of railway cars and could be rolled out, fired, then rolled back and the blast doors closed, this official said. "We thought of deploying the Mark III missile in the same way," he added.
Somehow, an agent in place in Israel alerted the United States of the arming of the Jerichos and on Oct. 12, an SR-71 Blackbird reconnaissance aircraft based at Beale Air Force Base in California took off, refueled off of Rota, Spain, and then flew over Syria, Jordan and Israel.
The plane, able to survey 100,000 square miles of land an hour, spotted the radiation from the missiles, according to a former Pentagon official and others familiar with the incident.
According to this Pentagon source, Israel ordered their F-4s to down the plane, but the Blackbird soared to 85,000 feet, beyond the range of the Israeli fighters.
A former employee of Rockwell International, Richard Freeman, told United Press International that the warhead of the Jericho was developed from the U.S. XW-58 warhead developed for the U.S. Army. It was about 24 inches long and 18 to 20 inches in diameter, weighing 200 pounds.
With an accuracy of 500 to 1,000 meters, the warhead "was designed for air bursts above population centers or massed armor formations," he said. But a former CIA official added: "The thing had a lot of problems with its guidance system, and we weren't sure if deployment was real or just saber-rattling."
Saber-rattling or not, that same day, the United States began a huge airlift to Israel including ammunition, tanks and aircraft. Israel made dramatic battlefield gains on all fronts until an Oct. 14 U.N.-Security Council-approved ceasefire brought the fighting to a halt.
But then Israel's current Prime Minister, Ariel Sharon -- who was at the time a major general commanding a division -- broke the ceasefire and began to encircle the Egyptian Third Army, opening the way to Cairo.
It was the Soviets' turn to panic. According to half a dozen former State Department diplomats, Soviet leader Leonid Brezhnev told the United States he might be forced to send in krack troops to back up Egyptian forces defending Cairo.
There was plenty of intelligence that elite Soviet paratroop units were on alert and moving.
To halt Sharon, Kissinger raised the state of alert of all U.S. defense forces worldwide. Called DefCons, for defense condition, they work in descending order from DefCon V to DefCon I, which is war. Kissinger ordered a DefCon III.
According to a former senior State Department official, the decision to move to DefCon III "sent a clear message that Sharon's violation of the ceasefire was dragging us into a conflict with the Soviets and that we had no desire to see the Egyptian Army destroyed."
Israel, which had cancelled its nuclear alert, went on nuclear alert for a second time, until Meir quickly ended the crisis by ordering her army to stop all offensive action against the Egyptians.
But the same State Department official pointed out something that has always been a major deterrent in the Middle East. "If Tel Aviv had used those weapons, most of the fall-out would have blown back on Israel because of the pattern of prevailing winds at the time," he said.




demikianlah bencana nuklir yang hampir terjadi di dunia kita, hanya pemeliharaan Allah lah yang menunda semua bencana ini untuk mempersiapkan umatNya bagi kedatanganNya. mari bersiap..mari bersiap...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar