Sabtu, 16 Mei 2015

17. KEWAJIBAN BERSAMA

KEWAJIBAN BERSAMA

Masing-masing Mempunyai Tanggungjawab Pribadi

Kedua mempelai yang dipersatukan kepentingan mereka dalam kehidupan akan mempunyai sifat-sifat yang nyata dan kewajiban tersendiri. Masing-masing mempunyai tugas kewajiban sendiri-sendiri, namun wanita tidak boleh dinilai tugasnya seperti hewan yang menanggung beban. Sang istri menyemarakkan lingkungan keluarga, sebagai seorang istri bijaksana menjadi teman kepada suami. Pada setiap langkah dia harus bertanya, “Apakah ini ukuran kewanitaan yang benar?” dan, “Bagaimana caranya menjadikan pengaruh saya sama seperti pengaruh Kristus di dalam rumah tangga?” Biarlah suami menunjukkan penghargaannya terhadap tugas kewajiban si istri. 1
Sang istri harus menghormati suaminya. Suami harus mengasihi dan mencintai istrinya; sebagaimana sumpah perkawinan yang mengikat mereka menjadi satu, demikianlah iman mereka kepada Kristus harus menjadikan mereka satu di dalam Dia. Adakah sesuatu yang lebih berkenan kepada Allah daripada melihat orang-orang yang memasuki hubungan perkawinan berusaha bersama-sama untuk belajar dari Yesus dan semakin bertambah penuh dengan RohNya? 2
Engkau sekarang mempunyai tugas kewajiban yang harus dilaksanakan, tugas yang tidak ada sebelum kawin. “Oleh sebab itu . . . berlakulah manis budi, kemurahan hati, lemah lembut dan panjang sabar.” “Berjalanlah dalam kasih, sebagaimana Kristus telah mengasihi kita.” Pelajarilah dengan teliti petunjuk yang berikut ini: “Hai segala istri, hendaklah kamu tunduk kepada suamimu seperti kepada Tuhan. Karena suami itu kepala kepada istrinya seperti Almasehpun kepala jemaat . . . Seperti jemaat itu tunduk kepada Almaseh, demikianlah hendaknya segala istri tunduk kepada suaminya dalam segala hal. Hai segala suami, kasihilah olehmu akan istrimu, seperti Almasehpun kasih akan sidang dan telah diserahkannya diriNya karenaNya.” 3

Petunjuk Allah Kepada Hawa

Kepada Hawa telah diberitahukan tentang dukacita dan sakit yang harus dideritanya sejak waktu itu. Maka firman Tuhan, “Namun engkau akan birahi kepada suami dan ia akan berkuasa atasmu.” Pada waktu penciptaan, Allah telah mengangkat Hawa sederajat dengan Adam. Sekiranya mereka tetap menurut kepada Allah, sesuai perbuatannya dengan hukum cintaNya yang besar itu, sudah tentu mereka akan selamanya rukun terhadap satu dengan yang lain; tetapi dosa telah mengakibatkan percekcokan, dan sekarang persatuan dan kerukunan hanya dapat dipelihara oleh penyerahan yang satu terhadap yang lain. Hawalah yang terlebih dahulu melanggar; dan dia telah jatuh ke dalam penggodaan oleh memisahkan diri dari temannya, bertentangan dengan petunjuk ilahi. Oleh bujukannyalah sehingga Adam berdosa, maka sekarang ia ditempatkan di bawah perintah suaminya. Kalau kiranya prinsip-prinsip yang dilarang dalam hukum Allah itu dihargakan oleh manusia yang jatuh dalam dosa itu, walaupun hukuman itu bertumbuh sebagai akibat dosa; ternyata akan menjadi berkat kepada mereka; tetapi disalahgunakan oleh suami kekuasaan yang diberikan kepadanya, sehingga terlalu sering nasib wanita itu terlalu pahit, dan menjadikan hidupnya menjadi beban yang berat.
Hawa telah memperoleh kebahagiaan yang sempurna hidup bersama suaminya di Eden; tetapi seperti Hawa modern yang selalu gelisah, ia telah terbujuk oleh pengharapan hendak masuk ke dalam suasana yang lebih tinggi daripada yang ditentukan Allah baginya. Dalam usahanya hendak naik lebih tinggi di atas kedudukannya yang semula, dia jatuh lebih rendah daripada itu. Suatu akibat yang sama akan dicapai oleh semua orang yang tidak mau memikul dengan gembira segala kewajiban hidupnya setuju rencana Allah. 4


Istri Patuh; Suami Mengasihi

Sering timbul pertanyaan, “Apakah seorang istri tidak mempunyai kemauannya sendiri?” Alkitab menjelaskan dengan tegas bahwa suami itulah kepala rumah tangga. “Hai segala istri, hendaklah kamu tunduk kepada suamimu.” Kalau nasihat ini berakhir di situ, kita boleh mengatakan bahwa kedudukan si istri bukanlah suatu kedudukan yang dikehendaki; itu adalah satu kedudukan yang sangat berat dan dalam banyak hal menyusahkan, dan adalah lebih baik kalau perkawinan itu sedikit saja. Banyak suami berhenti pada perkataan, “Hai segala istri, hendaklah kamu tunduk,” tetapi kita akan membaca kesimpulan nasihat itu, yang berbunyi, “Seperti kepada Tuhan.”
Allah menuntut supaya istri senantiasa taat dan memuliakan Allah. Penurutan yang seksama dilakukan hanya kepada Tuhan Yesus Kristus, yang telah menebus dia sebagai anakNya sendiri dengan nilai nyawaNya yang tidak terduga itu. Allah telah memberikan kepadanya suatu hati nurani, yang tidak boleh dilanggarnya tanpa hukuman. Kepribadiannya tidak boleh dilebur ke dalam kepribadian suaminya, karena ia adalah milik tebusan Kristus. Adalah suatu kesalahan untuk membayangkan bahwa dengan penyerahan secara buta, ia harus melakukan tepat seperti yang dikatakan oleh suaminya dalam segala hal, apabila dia mengetahui dengan melakukan yang demikian, bencana akan datang kepada tubuh dan rohnya, yang telah ditebus dari perhambaan Setan. Ada Seorang yang berdiri lebih tinggi daripada suami bagi sang istri; yaitu Penebusnya, dan penyerahannya kepada suaminya harus diberikan sebagaimana petunjuk yang diberikan Tuhan; “seperti kepada Tuhan.”
Apabila para suami menuntut ketaatan yang seksama dari para istrinya dengan mengatakan bahwa wanita tidak mempunyai suara atau kehendak dalam keluarga, tetapi harus tunduk sama sekali, mereka menempatkan istrinya dalam satu kedudukan yang bertentangan dengan Kitab Suci. Dalam menafsirkan Kitab Suci dengan cara demikian ini, mereka memperkosa tujuan dari peraturan perkawinan. Tafsiran itu diadakan mereka hanya untuk menjalankan perintah sewenang-wenang, yang bukan menjadi hak mereka. Tetapi kita membaca lebih jauh, “Hai suami-suami, kasihilah istrimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.” Apakah yang menyebabkan suami kasar terhadap istrinya? Kalau suami telah menemukan dia berdosa dan penuh dengan kesalahan, kepahitan hati tidak akan menyembuhkan kejahatan itu. 5

Istri Taat Kalau Suami Taat Kepada Kristus

Tuhan Yesus belum digambarkan dengan sempurna dalam hubunganNya kepada jemaat oleh banyak suami dalam hubungan mereka kepada istriNya, karena mereka tidak memelihara jalan Tuhan. Mereka menyatakan bahwa istrinya harus taat kepada mereka di dalam segala perkara. Tetapi bukanlah maksud Allah supaya suami yang memerintah sebagai kepala rumah, bilamana dia sendiri tidak taat kepada Kristus. Dia haruslah di bawah perintah Kristus supaya ia boleh mengibaratkan perhubungan Kristus kepada jemaat. Kalau ia seorang yang kasar, tak senonoh, galak, menyombongkan diri, bengis dan sombong, dan penganiaya, janganlah ia berkata bahwa suami itulah kepala istri, dan istri harus tunduk kepadanya dalam segala hal; karena ia bukanlah Tuhan, ia bukanlah suami dalam arti yang benar dari perkataan itu . . . .
Para suami harus mempelajari teladan itu dan berusaha supaya mengetahui apakah yang dimaksudkan oleh lambang yang diajarkan dalam buku Efesus, perhubungan yang dipelihara Kristus dengan jemaat. Suami haruslah sebagai seorang Juruselamat dalam keluarganya. Dapatkah ia berdiri dalam keagungannya sebagai seorang laki-laki, dan selalu berusaha meninggikan istri dan anak-anaknya, sebagaimana yang ditetapkan Allah? Apakah dia meniupkan suasana murni dan manis? Bukankah seharusnya dia mempertumbuhkan dengan rajin cinta kepada Kristus, menjadikan itu menjadi prinsip yang kekal dalam rumah tangganya, sementara dia menuntut haknya sebagai pemegang kuasa?
Biarlah setiap suami dan bapa memahami perkataan Kristus itu, bukan dengan cara berat-sebelah, yang nampaknya hanya menguatkan ketaatan istri kepada suaminya, akan tetapi dalam terang salib di Golgota, mempelajari tentang kedudukannya sendiri dalam lingkungan keluarga. “Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diriNya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan pemandiannya dengan air dan firman.” Tuhan Yesus menyerahkan diriNya sehingga mati di atas salib supaya Ia dapat menyucikan dan memeliharakan kita semua daripada segala dosa dan dari kecemaran oleh kuasa Roh Kudus. 6

Diperlukan Kesabaran Bersama

Kita harus mempunyai Roh Allah, jikalau tidak sudah tentu kita tidak memperoleh kerukunan dalam rumah tangga. Sang istri, kalau ada Roh Kristus padanya akan berhati-hati dalam perkataannya; ia akan mengendalikan rohnya, ia akan taat, namun ia tidak merasa bahwa ialah seorang budak, melainkan sebagai seorang sahabat kepada suaminya. Kalau si suami adalah seorang hamba Allah, ia tidak akan menjadi tuan terhadap istrinya; ia tidak akan berbuat sesukanya dan tidak menuntut dengan paksa. Tidak dapat kita menghargakan cinta kasih rumah tangga dengan terlalu ketat penjagaan, karena rumah tangga itu adalah suatu teladan sorga, kalau Roh Tuhan berdiam di sana . . . . Kalau seorang ada bersalah, yang lain harus melatih kesabaran sama seperti Kristus dan tidak menjauhkan diri dengan hati yang membeku. 7
Janganlah suami maupun istri memaksakan kuasa lalimnya terhadap satu dengan yang lain. Jangan coba memaksakan kesukaan hatimu terhadap satu dengan yang lain. Kamu tidak dapat lakukan ini dan terus memelihara cinta terhadap satu sama lain. Hendaklah kamu manis budi, sabar, menahan diri, hormat menghormati dan sopan santun. Oleh kasih karunia Allah semoga kamu berhasil membahagiakan satu dengan yang lain, sebagaimana kamu telah berjanji hendak melakukan yang demikian dalam sumpah perkawinan itu. 8

Biarlah Masing-masing Menyerah Dengan Murah Hati

Dalam hidup perkawinan kadang-kadang para pria dan wanita berlaku seperti anak-anak nakal yang tidak berdisiplin. Si suami mau melakukan yang ini, dan sang istri mau melakukan yang itu, dan tidak ada seorangpun yang mau mengalah. Keadaan yang demikian hanya membawa kesusahan yang sangat besar. Baik suami maupun istri harus rela meninggalkan kemauan atau pikirannya. Tidak mungkin ada kebahagiaan sementara keduanya berkeras hati dalam melakukan sebagaimana mereka sukai. 9
Kecuali para pria dan wanita belajar dari Kristus, yaitu kelemahlembutan dan kerendahan hatiNya, mereka akan menyatakan dorongan hatinya, roh yang tidak masuk akal dan sering sama seperti anak-anak. Kehendak hati yang keras, dan tidak berdisiplin akan berusaha untuk memerintah. Orang-orang yang demikian perlu mempelajari perkataan rasul Paulus: “Ketika aku kanak-kanak, aku berkata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu. 10

Memperbaiki Kesukaran Keluarga

Adalah suatu pekerjaan yang sulit untuk memperbaiki kesukaran keluarga, meskipun suami dan istri berusaha hendak mengadakan penyelesaian yang adil dan benar berhubungan dengan segala kewajiban mereka yang beraneka ragam, kalau saja mereka telah gagal untuk menyerahkan hati kepada Allah. Bagaimanakah cara suami dan istri membagi perhatian dalam kehidupan mereka sebagai suami istri dan terus memeliharakan pegangan cinta kasih yang kuat terhadap satu dengan yang lain? Mereka harus mempunyai perhatian yang bulat dalam segala sesuatu membangun rumah tangga mereka, kalau sang istri adalah seorang Kristen, akan memperoleh perhatian yang mendalam terhadap suami sebagai temannya; karena suami harus berdiri sebagai kepala rumah tangga. 11

Nasihat Kepada Keluarga yang Tidak Rukun

Rohmu adalah salah. Apabila engkau mengambil keputusan, engkau tidak mempertimbangkan masalah itu dengan baik, apa akibat mempertahankan pemandanganmu itu dan dengan cara bebas engkau mengkaitkan itu dalam permintaan doamu, dalam percakapanmu, sedangkan engkau mengetahui bahwa istrimu tidak mempunyai pandangan yang sama dengan engkau. Gantinya menghormati segala perasaan istrimu dan dengan murah hati menghindarkannya, sebagai seorang pria yang berbudi segala persoalan yang mungkin ada perbedaan pendapat dengan istri, akan dapat dibicarakan bersama, tidak perlu menunjukkan kedegilan dan tidak bersamaan pendapat, tanpa memikirkan siapa yang ada di sekelilingmu. Kamu telah merasakan bahwa orang-orang lain tidak mempunyai hak untuk mencampuri segala sesuatu yang berbeda dengan pendapat kamu berdua. Buah-buah yang demikian tidak akan bertumbuh di atas pohon Kristen. 12
Hai saudaraku pria dan wanita, bukalah pintu hatimu untuk menerima Tuhan Yesus. Undanglah dia masuk ke dalam kaabah jiwamu. Bantulah satu dengan yang lain untuk mengalahkan segala rintangan yang menyelusup ke dalam hidup perkawinan suami istri. Kamu akan mempunyai peperangan yang hebat untuk mengalahkan musuhmu si Iblis itu, maka jikalau kamu mengharapkan Allah untuk menolong kamu dalam peperangan ini, kamu berdua harus bersatu dalam mengambil keputusan untuk mengalahkannya, tutup bibirmu dengan rapat-rapat supaya jangan membicarakan sesuatu perkataan tentang kesalahan, meskipun kamu harus berdoa dengan bertelut serta berseru dengan kuat-kuat. “Ya Tuhan, hardiklah musuh jiwaku.” 13

Bila Kristus Berada Di Dalam Setiap Hati Akan Membawa Persatuan


Kalau kehendak Allah dipenuhi, suami dan istri akan menghormati satu dengan yang lain  dan mempertumbuhkan cinta kasih dan kepercayaan. Segala sesuatu yang akan mencemarkan perdamaian dan persatuan keluarga harus dibuang dengan tegas, dan kemurahan hati dan cinta kasih harus dipelihara. Dia yang menyatakan Roh kelemahlembutan, panjang sabar, dan kasih, akan mendapat Roh yang sama akan dibayangkan. Di mana Roh Allah berkerajaan di sana akan ada pembicaraan tentang ketidakpantasan dalam kehidupan suami istri. Jikalau Kristus dengan sungguh-sungguh dibentuk di dalam hati sebagai suatu pengharapan akan kemuliaan, akan ada persatuan dan cinta kasih dalam rumah tangga. Kristus yang berdiam di dalam hati istri akan mendapat persetujuan dengan adanya Kristus yang berdiam dalam hati suami. Mereka akan bergumul bersama-sama untuk memperoleh tempat kediaman yang telah disediakan Kristus ketika kepergianNya menyediakan bagi semua orang yang mengasihi Dia. 14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar