Masing-masing Mempunyai
Tanggungjawab Pribadi
Kedua mempelai yang dipersatukan
kepentingan mereka dalam kehidupan akan mempunyai sifat-sifat yang nyata dan
kewajiban tersendiri. Masing-masing mempunyai tugas kewajiban sendiri-sendiri,
namun wanita tidak boleh dinilai tugasnya seperti hewan yang menanggung beban.
Sang istri menyemarakkan lingkungan keluarga, sebagai seorang istri bijaksana
menjadi teman kepada suami. Pada setiap langkah dia harus bertanya, “Apakah ini
ukuran kewanitaan yang benar?” dan, “Bagaimana caranya menjadikan pengaruh saya
sama seperti pengaruh Kristus di dalam rumah tangga?” Biarlah suami menunjukkan
penghargaannya terhadap tugas kewajiban si istri. 1
Sang istri harus menghormati
suaminya. Suami harus mengasihi dan mencintai istrinya; sebagaimana sumpah
perkawinan yang mengikat mereka menjadi satu, demikianlah iman mereka kepada
Kristus harus menjadikan mereka satu di dalam Dia. Adakah sesuatu yang lebih
berkenan kepada Allah daripada melihat orang-orang yang memasuki hubungan
perkawinan berusaha bersama-sama untuk belajar dari Yesus dan semakin bertambah
penuh dengan RohNya? 2
Engkau sekarang mempunyai tugas
kewajiban yang harus dilaksanakan, tugas yang tidak ada sebelum kawin. “Oleh
sebab itu . . . berlakulah manis budi, kemurahan hati, lemah lembut dan panjang
sabar.” “Berjalanlah dalam kasih, sebagaimana Kristus telah mengasihi kita.” Pelajarilah
dengan teliti petunjuk yang berikut ini: “Hai segala istri, hendaklah kamu
tunduk kepada suamimu seperti kepada Tuhan. Karena suami itu kepala kepada
istrinya seperti Almasehpun kepala jemaat . . . Seperti jemaat itu tunduk
kepada Almaseh, demikianlah hendaknya segala istri tunduk kepada suaminya dalam
segala hal. Hai segala suami, kasihilah olehmu akan istrimu, seperti Almasehpun
kasih akan sidang dan telah diserahkannya diriNya karenaNya.” 3
Petunjuk Allah Kepada Hawa
Kepada Hawa telah diberitahukan
tentang dukacita dan sakit yang harus dideritanya sejak waktu itu. Maka firman Tuhan,
“Namun engkau akan birahi kepada suami dan ia akan berkuasa atasmu.” Pada waktu
penciptaan, Allah telah mengangkat Hawa sederajat dengan Adam. Sekiranya mereka
tetap menurut kepada Allah, sesuai perbuatannya dengan hukum cintaNya yang
besar itu, sudah tentu mereka akan selamanya rukun terhadap satu dengan yang
lain; tetapi dosa telah mengakibatkan percekcokan, dan sekarang persatuan dan
kerukunan hanya dapat dipelihara oleh penyerahan yang satu terhadap yang lain.
Hawalah yang terlebih dahulu melanggar; dan dia telah jatuh ke dalam penggodaan
oleh memisahkan diri dari temannya, bertentangan dengan petunjuk ilahi. Oleh
bujukannyalah sehingga Adam berdosa, maka sekarang ia ditempatkan di bawah
perintah suaminya. Kalau kiranya prinsip-prinsip yang dilarang dalam hukum
Allah itu dihargakan oleh manusia yang jatuh dalam dosa itu, walaupun hukuman
itu bertumbuh sebagai akibat dosa; ternyata akan menjadi berkat kepada mereka;
tetapi disalahgunakan oleh suami kekuasaan yang diberikan kepadanya, sehingga
terlalu sering nasib wanita itu terlalu pahit, dan menjadikan hidupnya menjadi
beban yang berat.
Hawa telah memperoleh kebahagiaan
yang sempurna hidup bersama suaminya di Eden; tetapi seperti Hawa modern yang
selalu gelisah, ia telah terbujuk oleh pengharapan hendak masuk ke dalam
suasana yang lebih tinggi daripada yang ditentukan Allah baginya. Dalam
usahanya hendak naik lebih tinggi di atas kedudukannya yang semula, dia jatuh
lebih rendah daripada itu. Suatu akibat yang sama akan dicapai oleh semua orang
yang tidak mau memikul dengan gembira segala kewajiban hidupnya setuju rencana
Allah. 4
Istri Patuh; Suami Mengasihi
Sering timbul pertanyaan, “Apakah
seorang istri tidak mempunyai kemauannya sendiri?” Alkitab menjelaskan dengan
tegas bahwa suami itulah kepala rumah tangga. “Hai segala istri, hendaklah kamu
tunduk kepada suamimu.” Kalau nasihat ini berakhir di situ, kita boleh
mengatakan bahwa kedudukan si istri bukanlah suatu kedudukan yang dikehendaki;
itu adalah satu kedudukan yang sangat berat dan dalam banyak hal menyusahkan,
dan adalah lebih baik kalau perkawinan itu sedikit saja. Banyak suami berhenti
pada perkataan, “Hai segala istri, hendaklah kamu tunduk,” tetapi kita akan
membaca kesimpulan nasihat itu, yang berbunyi, “Seperti kepada Tuhan.”
Allah menuntut supaya istri
senantiasa taat dan memuliakan Allah. Penurutan yang seksama dilakukan hanya
kepada Tuhan Yesus Kristus, yang telah menebus dia sebagai anakNya sendiri
dengan nilai nyawaNya yang tidak terduga itu. Allah telah memberikan kepadanya
suatu hati nurani, yang tidak boleh dilanggarnya tanpa hukuman. Kepribadiannya
tidak boleh dilebur ke dalam kepribadian suaminya, karena ia adalah milik
tebusan Kristus. Adalah suatu kesalahan untuk membayangkan bahwa dengan
penyerahan secara buta, ia harus melakukan tepat seperti yang dikatakan oleh
suaminya dalam segala hal, apabila dia mengetahui dengan melakukan yang
demikian, bencana akan datang kepada tubuh dan rohnya, yang telah ditebus dari
perhambaan Setan. Ada Seorang yang berdiri lebih tinggi daripada suami bagi
sang istri; yaitu Penebusnya, dan penyerahannya kepada suaminya harus diberikan
sebagaimana petunjuk yang diberikan Tuhan; “seperti kepada Tuhan.”
Apabila para suami menuntut
ketaatan yang seksama dari para istrinya dengan mengatakan bahwa wanita tidak
mempunyai suara atau kehendak dalam keluarga, tetapi harus tunduk sama sekali,
mereka menempatkan istrinya dalam satu kedudukan yang bertentangan dengan Kitab
Suci. Dalam menafsirkan Kitab Suci dengan cara demikian ini, mereka memperkosa
tujuan dari peraturan perkawinan. Tafsiran itu diadakan mereka hanya untuk
menjalankan perintah sewenang-wenang, yang bukan menjadi hak mereka. Tetapi
kita membaca lebih jauh, “Hai suami-suami, kasihilah istrimu dan janganlah
berlaku kasar terhadap dia.” Apakah yang menyebabkan suami kasar terhadap
istrinya? Kalau suami telah menemukan dia berdosa dan penuh dengan kesalahan,
kepahitan hati tidak akan menyembuhkan kejahatan itu. 5
Istri Taat Kalau Suami Taat
Kepada Kristus
Tuhan Yesus belum digambarkan
dengan sempurna dalam hubunganNya kepada jemaat oleh banyak suami dalam
hubungan mereka kepada istriNya, karena mereka tidak memelihara jalan Tuhan.
Mereka menyatakan bahwa istrinya harus taat kepada mereka di dalam segala
perkara. Tetapi bukanlah maksud Allah supaya suami yang memerintah sebagai
kepala rumah, bilamana dia sendiri tidak taat kepada Kristus. Dia haruslah di
bawah perintah Kristus supaya ia boleh mengibaratkan perhubungan Kristus kepada
jemaat. Kalau ia seorang yang kasar, tak senonoh, galak, menyombongkan diri,
bengis dan sombong, dan penganiaya, janganlah ia berkata bahwa suami itulah
kepala istri, dan istri harus tunduk kepadanya dalam segala hal; karena ia
bukanlah Tuhan, ia bukanlah suami dalam arti yang benar dari perkataan itu . .
. .
Para suami harus mempelajari
teladan itu dan berusaha supaya mengetahui apakah yang dimaksudkan oleh lambang
yang diajarkan dalam buku Efesus, perhubungan yang dipelihara Kristus dengan
jemaat. Suami haruslah sebagai seorang Juruselamat dalam keluarganya. Dapatkah
ia berdiri dalam keagungannya sebagai seorang laki-laki, dan selalu berusaha
meninggikan istri dan anak-anaknya, sebagaimana yang ditetapkan Allah? Apakah
dia meniupkan suasana murni dan manis? Bukankah seharusnya dia mempertumbuhkan
dengan rajin cinta kepada Kristus, menjadikan itu menjadi prinsip yang kekal
dalam rumah tangganya, sementara dia menuntut haknya sebagai pemegang kuasa?
Biarlah setiap suami dan bapa memahami
perkataan Kristus itu, bukan dengan cara berat-sebelah, yang nampaknya hanya
menguatkan ketaatan istri kepada suaminya, akan tetapi dalam terang salib di
Golgota, mempelajari tentang kedudukannya sendiri dalam lingkungan keluarga.
“Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan
telah menyerahkan diriNya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia
menyucikannya dengan pemandiannya dengan air dan firman.” Tuhan Yesus
menyerahkan diriNya sehingga mati di atas salib supaya Ia dapat menyucikan dan
memeliharakan kita semua daripada segala dosa dan dari kecemaran oleh kuasa Roh
Kudus. 6
Diperlukan Kesabaran Bersama
Kita harus mempunyai Roh Allah,
jikalau tidak sudah tentu kita tidak memperoleh kerukunan dalam rumah tangga.
Sang istri, kalau ada Roh Kristus padanya akan berhati-hati dalam perkataannya;
ia akan mengendalikan rohnya, ia akan taat, namun ia tidak merasa bahwa ialah
seorang budak, melainkan sebagai seorang sahabat kepada suaminya. Kalau si
suami adalah seorang hamba Allah, ia tidak akan menjadi tuan terhadap istrinya;
ia tidak akan berbuat sesukanya dan tidak menuntut dengan paksa. Tidak dapat
kita menghargakan cinta kasih rumah tangga dengan terlalu ketat penjagaan,
karena rumah tangga itu adalah suatu teladan sorga, kalau Roh Tuhan berdiam di
sana . . . . Kalau seorang ada bersalah, yang lain harus melatih kesabaran sama
seperti Kristus dan tidak menjauhkan diri dengan hati yang membeku. 7
Janganlah suami maupun istri
memaksakan kuasa lalimnya terhadap satu dengan yang lain. Jangan coba
memaksakan kesukaan hatimu terhadap satu dengan yang lain. Kamu tidak dapat
lakukan ini dan terus memelihara cinta terhadap satu sama lain. Hendaklah kamu
manis budi, sabar, menahan diri, hormat menghormati dan sopan santun. Oleh
kasih karunia Allah semoga kamu berhasil membahagiakan satu dengan yang lain,
sebagaimana kamu telah berjanji hendak melakukan yang demikian dalam sumpah
perkawinan itu. 8
Biarlah Masing-masing Menyerah
Dengan Murah Hati
Dalam hidup perkawinan
kadang-kadang para pria dan wanita berlaku seperti anak-anak nakal yang tidak
berdisiplin. Si suami mau melakukan yang ini, dan sang istri mau melakukan yang
itu, dan tidak ada seorangpun yang mau mengalah. Keadaan yang demikian hanya
membawa kesusahan yang sangat besar. Baik suami maupun istri harus rela
meninggalkan kemauan atau pikirannya. Tidak mungkin ada kebahagiaan sementara
keduanya berkeras hati dalam melakukan sebagaimana mereka sukai. 9
Kecuali para pria dan wanita
belajar dari Kristus, yaitu kelemahlembutan dan kerendahan hatiNya, mereka akan
menyatakan dorongan hatinya, roh yang tidak masuk akal dan sering sama seperti
anak-anak. Kehendak hati yang keras, dan tidak berdisiplin akan berusaha untuk
memerintah. Orang-orang yang demikian perlu mempelajari perkataan rasul Paulus:
“Ketika aku kanak-kanak, aku berkata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti
kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi
dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu. 10
Memperbaiki Kesukaran Keluarga
Adalah suatu pekerjaan yang sulit
untuk memperbaiki kesukaran keluarga, meskipun suami dan istri berusaha hendak
mengadakan penyelesaian yang adil dan benar berhubungan dengan segala kewajiban
mereka yang beraneka ragam, kalau saja mereka telah gagal untuk menyerahkan
hati kepada Allah. Bagaimanakah cara suami dan istri membagi perhatian dalam
kehidupan mereka sebagai suami istri dan terus memeliharakan pegangan cinta
kasih yang kuat terhadap satu dengan yang lain? Mereka harus mempunyai
perhatian yang bulat dalam segala sesuatu membangun rumah tangga mereka, kalau
sang istri adalah seorang Kristen, akan memperoleh perhatian yang mendalam
terhadap suami sebagai temannya; karena suami harus berdiri sebagai kepala
rumah tangga. 11
Nasihat Kepada Keluarga yang
Tidak Rukun
Rohmu adalah salah. Apabila
engkau mengambil keputusan, engkau tidak mempertimbangkan masalah itu dengan
baik, apa akibat mempertahankan pemandanganmu itu dan dengan cara bebas engkau
mengkaitkan itu dalam permintaan doamu, dalam percakapanmu, sedangkan engkau
mengetahui bahwa istrimu tidak mempunyai pandangan yang sama dengan engkau.
Gantinya menghormati segala perasaan istrimu dan dengan murah hati
menghindarkannya, sebagai seorang pria yang berbudi segala persoalan yang
mungkin ada perbedaan pendapat dengan istri, akan dapat dibicarakan bersama,
tidak perlu menunjukkan kedegilan dan tidak bersamaan pendapat, tanpa
memikirkan siapa yang ada di sekelilingmu. Kamu telah merasakan bahwa
orang-orang lain tidak mempunyai hak untuk mencampuri segala sesuatu yang
berbeda dengan pendapat kamu berdua. Buah-buah yang demikian tidak akan
bertumbuh di atas pohon Kristen. 12
Hai saudaraku pria dan wanita,
bukalah pintu hatimu untuk menerima Tuhan Yesus. Undanglah dia masuk ke dalam
kaabah jiwamu. Bantulah satu dengan yang lain untuk mengalahkan segala
rintangan yang menyelusup ke dalam hidup perkawinan suami istri. Kamu akan
mempunyai peperangan yang hebat untuk mengalahkan musuhmu si Iblis itu, maka
jikalau kamu mengharapkan Allah untuk menolong kamu dalam peperangan ini, kamu
berdua harus bersatu dalam mengambil keputusan untuk mengalahkannya, tutup
bibirmu dengan rapat-rapat supaya jangan membicarakan sesuatu perkataan tentang
kesalahan, meskipun kamu harus berdoa dengan bertelut serta berseru dengan
kuat-kuat. “Ya Tuhan, hardiklah musuh jiwaku.” 13
Bila Kristus Berada Di Dalam
Setiap Hati Akan Membawa Persatuan
Kalau kehendak Allah dipenuhi,
suami dan istri akan menghormati satu dengan yang lain dan mempertumbuhkan cinta kasih dan
kepercayaan. Segala sesuatu yang akan mencemarkan perdamaian dan persatuan
keluarga harus dibuang dengan tegas, dan kemurahan hati dan cinta kasih harus
dipelihara. Dia yang menyatakan Roh kelemahlembutan, panjang sabar, dan kasih,
akan mendapat Roh yang sama akan dibayangkan. Di mana Roh Allah berkerajaan di
sana akan ada pembicaraan tentang ketidakpantasan dalam kehidupan suami istri.
Jikalau Kristus dengan sungguh-sungguh dibentuk di dalam hati sebagai suatu
pengharapan akan kemuliaan, akan ada persatuan dan cinta kasih dalam rumah tangga.
Kristus yang berdiam di dalam hati istri akan mendapat persetujuan dengan
adanya Kristus yang berdiam dalam hati suami. Mereka akan bergumul bersama-sama
untuk memperoleh tempat kediaman yang telah disediakan Kristus ketika
kepergianNya menyediakan bagi semua orang yang mengasihi Dia. 14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar