Selasa, 12 Mei 2015

6. KEPUTUSAN YANG AGUNG

KEPUTUSAN YANG AGUNG

Perkawinan Bahagia Atau yang Malang

Jika orang yang bermaksud kawin tidak menginginkan kesengsaraan, bayangan kemalangan sesudah kawin, mereka harus memikirkan soal itu dengan sungguh-sungguh dan tekun. Kalau langkah ini diambil dengan tidak bijaksana, ini akan menjadi salah satu alat yang efektif untuk meruntuhkan daya guna pemuda dan pemudi. Hidup itu akan menjadi suatu beban, menjadi satu kutuk. Tidak ada seorang yang dapat merusak kebahagiaan dan kegunaan seorang wanita dengan sangat menyedihkan serta membuat kehidupannya suatu beban yang meremukkan hati, selain dari suaminya sendiri; dan tidak ada seorangpun yang dapat melakukan seperseratus bahagian buat menghancurkan segala pengharapan dan cita-cita seorang suami serta merusak pengaruh dan kemungkinannya selain daripada seorang istri. Sejak dari perkawinan itulah banyak pria dan wanita menentukan keberhasilannya atau kegagalan dalam dunia ini, dan pengharapan mereka pada kehidupan yang akan datang. 1
Saya ingin untuk membuat anak muda itu melihat dan merasakan bahaya yang mengintai mereka, khususnya bahaya melangsungkan perkawinan yang tidak berbahagia. 2
Perkawinan ialah sesuatu hal yang akan mempengaruhi dan menentukan kehidupanmu baik dalam dunia ini maupun dalam dunia yang akan datang. Orang Kristen yang tulus hati tidak akan meneruskan niatnya kawin tanpa mengetahui bahwa Allah berkenan terhadap tindakan itu. Ia tidak mau memilih buat dirinya sendiri, dia akan merasa bahwa Allah harus memilih bagi dia. Kita bukan hanya menyenangkan diri kita sendiri, karena Kristus tidak mencari kesenangan bagi diriNya sendiri. Bukanlah maksud saya supaya seseorang mengawini orang yang tidak dicintainya. Perbuatan yang demikian adalah dosa. Tetapi khayalan dan perasaan emosional sekali-kali tidak boleh dibiarkan menuntun kepada kehancuran. Allah menuntut penyerahan segenap hati, cinta kasih yang luhur. 3

Sikap Terburu-buru Perlu Diperlambat

Hanya sedikit orang yang mempunyai pandangan yang tepat tentang ikatan perkawinan. Nampaknya banyak orang berpendapat bahwa itulah puncak kebahagiaan yang sempurna; tetapi sekiranya mereka dapat mengetahui seperempat saja hati pria dan wanita yang hancur oleh ikatan sumpah perkawinan, mereka tidak dapat dan tidak sanggup memutuskan, tentu mereka tidak akan merasa heran mengapa saya menulis kalimat ini. Dalam banyak hal, perkawinan itu telah menjadi satu kuk yang memilukan hati. Beribu-ribu orang yang telah kawin tetapi tidak sejodoh. Buku-buku sorga dipenuhi dengan catatan kesengsaraan, kejahatan, dan perlakuan kejam yang tersembunyi dalam jubah perkawinan. Inilah sebabnya saya suka mengamarkan orang-orang muda yang telah mencapai umur, supaya sikap terburu-buru itu diperlambat dalam memilih teman hidupnya. Jalan kehidupan orang berumah tangga itu tampaknya indah dan penuh bahagia; tetapi mengapa boleh jadi engkau tidak kecewa seperti beribu-ribu orang lain yang sudah kecewa? 4
Orang yang bermaksud mau kawin haruslah mempertimbangkan terlebih dahulu apakah yang menjadi sifat-sifat dan pengaruh rumah tangga yang mereka dirikan. Sesudah mereka menjadi orang tua, suatu tugas yang suci dipercayakan kepada mereka. Sebagian besar ukuran kemakmuran dan kebahagiaan anak-anak mereka dalam dunia ini dan di dunia yang akan datang tergantung atas mereka. Kepada tingkat yang lebih tinggi baik perkembangan jasmani maupun moral anak-anak itu merekalah yang menentukan. Keadaan masyarakat banyak bergantung kepada sifat-sifat tabiat yang ada dalam rumah tangga itu; besarnya pengaruh tiap-tiap keluarga akan menentukan neraca naik atau turunnya di antara masyarakat itu. 5

Memilih Faktor-faktor yang Sangat Penting

Orang-orang muda Kristen haruslah berhati-hati dalam membentuk persahabatan dan dalam memilih teman-teman. Perhatikanlah baik-baik, sebab apa yang disangka orang emas tulen ternyata hanya kuningan belaka. Pergaulan duniawi cenderung menjadi penghalang untuk berbakti kepada Allah dan banyak jiwa yang dirusak oleh hubungan-hubungan yang malang ini, baik dalam perusahaan maupun dalam perkawinan dengan orang-orang yang tidak dapat meninggikan atau memuliakan.6 Pertimbangkanlah dengan baik segala perasaan hati, dan amat-amatilah setiap perkembangan tabiat seseorang dengan siapa engkau bermaksud mengikatkan nasibmu. Langkah yang hendak engkau ambil adalah penting dalam hidupmu dan sama sekali tidak boleh dilaksanakan dengan tergesa-gesa. Sementara engkau diperkenankan mencintai, janganlah cinta itu cinta buta.
Selidiklah dengan seksama agar mengetahui, apakah perkawinanmu berbahagia atau tidak rukun dan hancur berantakan. Apakah perkawinan ini membantu saya menuju sorga? Apakah cinta kasih saya terhadap Allah semakin bertambah? Dan apakah ruang lingkup kegunaan saya semakin meluas di dunia ini? Kalau segala pertimbangan ini tidak menyajikan kemunduran, maka dengan takut akan Allah, maju terus. 7
Kebanyakan pria dan wanita yang telah bertindak memasuki hubungan perkawinan, tampaknya yang menjadi pertanyaan kepada mereka ialah, adakah mereka mencintai satu dengan yang lain atau tidak. Tetapi haruslah mereka menyadari bahwa tugas yang dipercayakan kepada mereka dalam perkawinan masih lebih jauh daripada ini. Mereka harus mempertimbangkan apakah keturunan mereka akan memiliki kesehatan jasmani, pikiran dan mempunyai moral yang kuat. Tetapi hanya sedikit yang berusaha dengan motivasi yang tinggi dan pertimbangan murni, mereka tidak dapat menolak begitu saja – karena masyarakat mempunyai tuntutan terhadap mereka bahwa tekanan pengaruh keluarga mereka akan mendorong naik turunnya neraca keadaan masyarakat.
Pilihan seorang terhadap teman hidup haruslah dengan sebaik-baiknya untuk menjamin kesehatan pikiran, jasmani dan rohani pada orang tua dan kepada anak-anaknya – dengan demikian akan menyanggupkan para orang tua dan anak-anak menjadi berkat kepada sesama manusia dan menghormati Khaliknya. 9

Mutu yang Harus Dicari Pada Calon Isteri

Biarlah seorang pemuda mencari seorang teman yang akan berdiri di sampingnya, yaitu yang cocok untuk memikul bersama beban dalam hidupnya, seorang yang pengaruhnya akan memuliakan dan menghaluskan dia, serta yang akan menjadikan dia bahagia dalam kasihnya.
“Tetapi istri yang berakal budi ialah karunia Tuhan.” “Hati suaminya percaya kepadanya ... Istrinya berbuat baik akan dia bukan jahat, seumur hidupnya.” “Ia membuka mulutnya dengan hikmat, pengajaran yang lemah lembut adalah pada lidahnya. Ia mengawasi segala perbuatan rumah tangganya, makanan kemalasan tiada dimakannya. Anak-anaknya bangun dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia, katanya: Banyak wanita telah berbuat baik, tetapi kau melebihi mereka semua.” Orang yang memperoleh seorang istri yang demikian; “Siapa mendapat istri, mendapat sesuatu yang baik, dan ia dikenan Tuhan.” 10
Di sini hal-hal yang harus dipertimbangkan: Adakah seorang yang engkau hendak kawin itu akan membawa kebahagiaan kepada rumah tanggamu? Adakah dia (wanita) seorang yang tahu menghemat, atau sesudah kawin, bukan hanya menghabiskan apa yang menjadi penghasilannya sendiri, melainkan juga penghasilanmu untuk memuaskan kesia-siaannya, karena ia pecinta penampilan. Adakah prinsip-prinsipnya benar dalam jurusan ini? Apakah ada sesuatu padanya sehingga dapat bergantung padanya? . . . . Saya mengetahui bahwa pikiran yang dilanda mabuk cinta seperti itu, segala sesuatu pertanyaan yang bentuknya demikian akan dikesampingkan seolah-olah tidak ada artinya. Tetapi segala perkara ini haruslah dipertimbangkan dengan baik, karena semuanya ini besar artinya bagi kehidupanmu di kemudian hari . . . .
Dalam memilih seorang istri pelajarilah tabiatnya. Adakah dia seorang yang sabar dan bersungguh-sungguh? Atau apakah ia tidak peduli kepada ibumu dan bapamu pada saat mereka memerlukan seorang anak yang kuat tempat mereka bersandar? Adakah ia kelak menarik diri daripada pergaulan mereka untuk melancarkan segala rencananya sendiri dan menyesuaikan kepada kesenangan hatinya sendiri lalu membiarkan bapa dan ibu, sehingga gantinya memperoleh seorang anak perempuan yang kasih sayang, akan kehilangan pula seorang anak pria? 11




Sifat-sifat yang Harus Dicari Pada Calon Suami

Sebelum menerima lamaran perkawinan, hendaklah tiap-tiap wanita menyelidik apakah pria, dengan siapa ia hendak menggabungkan nasibnya layak atau tidak. Bagaimanakah corak kehidupannya pada waktu yang silam? Apakah kehidupannya suci? Adakah cinta yang diucapkannya itu bersifat mulia dan tulus, ataukah itu hanya rayuan emosional saja. Apakah dia mempunyai sifat-sifat tabiat yang akan membuat dia berbahagia? Dapatkah ia memperoleh kesejahteraan sejati dan kesukaan dalam kasih sayangnya? Masih diperbolehkankah dia memelihara kepribadiannya, atau haruskah pertimbangannya dan angan-angan hatinya diserahkan ke bawah pengendalian suaminya? . . . . Dapatkah ia menunaikan tuntutan-tuntutan Juruselamat sebagai hal yang terutama? Masih dapatkah terpelihara tubuh dan jiwa, segala pikiran dan maksud tetap suci dan bersih? Pertanyaan-pertanyaan ini mempunyai kepentingan yang vital artinya demi kesejahteraan tiap-tiap wanita yang akan memasuki ikatan perkawinan.12
Biarlah wanita yang merindukan persekutuan yang tenang dan berbahagia, yang mau terhindar dari kemelaratan dan dukacita pada kemudian hari bertanya sebelum menyerahkan kasih sayangnya: Apakah dia mengenal kewajibannya terhadap saya sebagai ibu? Apakah yang menjadi ciri tabiatnya? Maukah dia memperhatikan segala kehendak hatiku dan kebahagiaanku? Kalau calon suami itu tidak menghargakan dan menghormati ibunya, apakah dia mau menyatakan penghargaan dan cintanya, kemurahan dan perhatian kepada istrinya? Setelah romantika perkawinan itu sudah berlalu, maukah dia tetap mengasihi saya seterusnya? Maukah dia bersabar terhadap kesalahanku kelak, ataukah ia akan mencela, mengeritik, dan bersikap sebagai seorang diktator? Cinta kasih sejati akan memaafkan banyak kesalahan; kasih tidak akan memandang kesalahan-kesalahan itu. 13

Terima Hanya Sifat-sifat yang Suci dan Perkasa

Biarlah seorang wanita menerima seorang pria yang menjadi teman hidupnya yang mempunyai ciri-ciri tabiat yang suci dan perkasa, seorang yang rajin, bercita-cita tinggi dan jujur, seorang yang cinta dan takut kepada Allah. 14
Jauhkan diri dari orang-orang yang tidak tahu hormat. Hindarkan diri dari orang yang suka bermalas-malas; hindarilah orang yang suka mengolok-olok perkara yang suci. Hindarilah diri dari pergaulan orang yang menggunakan bahasa yang keji, atau yang ketagihan dengan minuman-minuman keras sekalipun. Jangan mau mendengar lamaran seorang yang tiada insaf akan tugas kewajibannya terhadap Allah. Kebenaran yang murni menyucikan jiwa akan memberikan kepadamu keberanian buat melepaskan diri daripada kenalan yang paling menyenangkan sekalipun, yang engkau kenal tidak mengasihi dan takut akan Allah, dan tidak mengetahui tentang asas-asas kebenaran yang sesungguhnya. Kita boleh selalu bertahan dalam kelemahan-kelemahan dan terhadap kelalaiannya, tetapi sekali-kali tidak boleh terlibat dalam kejahatannya. 15

Lebih Mudah Melakukan Kesalahan Daripada Memperbaikinya

Pada umumnya perkawinan yang direncanakan oleh dorongan hati dan karena mementingkan diri sendiri akibatnya tidak baik, malah sering berbalik menjadi kegagalan yang mendatangkan kesengsaraan. Kedua belah pihak merasa diri mereka tertipu, mereka akan lebih senang kalau perbuatan kegila-gilaan itu dapat terhindar dari mereka. Ada lebih mudah, jauh lebih mudah melakukan kesalahan daripada memperbaikinya setelah terlanjur. 16

Lebih Baik Memutuskan Pertunangan yang Tidak Bijaksana

Meskipun pertunangan diadakan tanpa pengertian yang sempurna, akan tabiat terhadap satu dengan lain yang bermaksud hendak kawin, janganlah berpendapat bahwa pertunangan itu memastikan perlunya bagimu untuk kawin serta mengikat diri seumur hidup kepada seorang, yang tidak dapat kamu kasihi dan hormati. Berhati-hatilah bagaimana mengadakan persyaratan pertunangan itu; tetapi lebih baik, jauh lebih baik memutuskan hubungan pertunangan itu sebelum kawin dan pisahkan diri, sebagaimana dilakukan banyak orang. 17
Engkau boleh berkata: “Tetapi saya telah berjanji, apakah saya akan tarik janji itu kembali?” Aku menjawab, Kalau engkau telah berjanji berlawanan dengan Alkitab, dengan segala resiko tariklah janji itu kembali sebelum terlambat, kemudian dengan rendah hati di hadapan Allah bertobatlah dari mabuk cinta yang telah membuat perjanjian tanpa pikir lebih mendalam. Jauh lebih baik membatalkan perjanjian yang demikian, dengan takut kepada Allah, daripada meneruskannya, karena dengan berbuat demikian engkau menghina Khalikmu. 18

Biarlah tiap-tiap langkah yang menuju kepada persekutuan perkawinan ditandai dengan kejujuran, keserhanaan, ketulusan dan dengan maksud yang tekun, berkenaan dan menghormati Allah. Perkawinan mempengaruhi kehidupan di kemudian hari baik dalam dunia ini maupun dalam dunia yang akan datang. Orang Kristen yang tulus hati tidak pernah mengadakan rencana yang tidak berkenaan kepada Allah. 19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar