Kamis, 11 Juni 2015

60. PENATALAYAN-PENATALAYAN ALLAH

PENATALAYAN-PENATALAYAN ALLAH

Kita Harus Mengakui Hak Kepunyaan Allah

Yang menjadi dasar kejujuran dalam usaha dan keberhasilan sejati ialah pengakuan akan hak kepunyaan Allah sebagai Khalik alam semesta. Dialah Khalik Pencipta segala sesuatu, Dia adalah pemilik sejati dari segala sesuatu itu. Kita adalah sekedar juru kunciNya. Segala sesuatu yang ada pada kita ialah sesuatu yang dipercayakanNya kepada kita, yang akan digunakan sesuai dengan PetunjukNya.
Ini adalah suatu tugas kewajiban yang dipercayakan kepada setiap makhluk manusia. Ini ada kaitannya kepada segenap kegiatan umat manusia. Apakah kita mengakui itu atau tidak, kita adalah juru kunci, yang diperlengkapi dengan bakat-bakat dan talenta-talenta oleh Allah serta ditempatkan di dunia ini untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang ditentukan olehNya. 1
Uang itu bukanlah milik kita. Rumah, tanah, lukisan dan perabot-perabot, pakaian-pakaian dan barang-barang mewah, semua itu bukanlah kepunyaan kita. Kita adalah musafir, kita adalah orang-orang asing. Kepada kita hanya diberikan kuasa untuk menggunakan benda-benda itu bagi keperluan kesehatan dan kehidupan kita . . . . Berkat-berkat sementara itu diberikan kepada kita sekedar yang dipercayakan saja untuk membuktikan bahwa kita dapat dipercayai dengan harta kekayaan abadi itu. Jikalau kita bertekun dalam ujian pembuktian Allah itu, kemudian kita akan memperoleh harta kekayaan yang sungguh-sungguh dibeli itu, yang akan menjadi milik kita sendiri, yaitu kemuliaan, penghormatan, dan keabadian. 2

Kita Harus Memberi Pertanggungjawaban

Kalau saja anggota-anggota mau menggunakan uang yang dipercayakan kepada mereka itu dalam pekerjaan Allah, yaitu yang mereka gunakan untuk memuaskan keinginan hati mereka yang bersifat mementingkan diri sendiri dan untuk membiayai berhala kegemaran mereka yang tidak senonoh itu, maka mereka sudah mengumpulkan kekayaan di sorga dan sudah melakukan pekerjaan yang diminta oleh Allah mereka lakukan. Tetapi sebagaimana orang kaya yang dalam perumpamaan itu, mereka hidup dalam kemewahan. Uang yang telah dipinjamkan kepada mereka oleh Allah, yang dipercayakan untuk digunakan demi kemuliaan namaNya itu mereka boroskan. Mereka tidak berhenti sejenak untuk memikirkan pertanggungjawaban mereka kepada Allah. Mereka tidak berhenti sejenak untuk merenungkan bahwa tidak lama lagi akan ada hari perhitungan saat mana mereka wajib memberikan pertanggungjawaban tentang tugas mereka sebagai penatalayan. 3
Kita harus selalu mengingat bahwa pada hari pehukuman nanti, kita harus menghadapi catatan mengenai cara-cara kita memakai uang Allah. Tetapi banyak digunakan untuk kesenangan diri sendiri, memuaskan keinginan diri sendiri yang sebenarnya digunakan tidak membawa kebaikan yang sebenarnya, tetapi membawa celaka yang pasti. Kalau saja kita menyadari bahwa Allah itu adalah pemberi segala sesuatu yang baik, yang uang itu adalah kepunyaanNya, maka wajiblah kita bijaksana menggunakannya sesuai dengan kehendakNya yang suci itu. Dunia ini, adat kebiasaannya, segala modenya bukanlah menjadi standar kita. Kita tidak mempunyai keinginan untuk menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaannya. Kita tidak membiarkan kecenderungan-kecenderungan hati kita itu menguasai kita. 4
Dalam penggunaannya, uang kita itu dapat kita manfaatkan sebagai alat pembina kerohanian dengan menganggap sebagai harta yang kudus yang sedang dipercayakan, yang tidak boleh dipakai untuk membina kesombongan, membiayai segala sesuatu yang tidak berfaedah, seperti kesia-siaan, selera atau nafsu kita. 5
Kepada saya pernah ditunjukkan bahwa malaikat-malaikat pencatat yang setia itu selalu mencatat setiap persembahan yang dipersembahkan kepada Allah dan dimasukkan ke dalam perbendaharaan dan juga hasil terakhir dari persembahan yang diberikan itu. Motivasi dalam memberikan itu juga dicatat. 6

Pemberian Keluarga Secara Teratur

“Biarlah masing-masing mengulurkan tangannya untuk menyimpan sebagaimana Allah telah memberikan kemakmuran.” Setiap anggota keluarga, mulai dari yang paling tua sampai kepada yang paling muda dapat mengambil bagian dalam pekerjaan memberi secara sistematis . . . . Rencana memberi dengan sistematis dan teratur ini menjadi perlindungan yang aman bagi tiap-tiap keluarga terhadap penggodaan barang-barang yang tidak terlalu perlu, menjadi berkat bagi kaum hartawan dengan menjaga mereka supaya jangan manja dalam pemborosan.
Setiap minggu tuntutan Allah kepada masing-masing keluarga diingatkan oleh setiap anggota untuk melaksanakan pemberian secara teratur sesuai dengan rencana. Sementara mereka sudah menyangkal diri dalam penggunaan yang terlalu banyak uang, sehingga mereka dapat memasukkan uang ke dalam perbendaharaan Tuhan, pelajaran yang berharga mereka peroleh karena penyangkalan diri demi kemuliaan Allah. Sekali seminggu masing-masing dihadapkan dengan perbuatan-perbuatannya dari minggu yang lalu, penghasilan yang didapatnya tidak dipunyainya lagi karena dia memboroskannya. Angan-angan hatinya terkekang di hadapan Allah atau seseorang menegur atau menuduh dia. Ia mengetahui kalau pikirannya mau tetap tenteram dan mendapat keridlaan Allah, ia harus makan, minum dan berpakaian demi kemuliaanNya.7

Utamakan Tuntutan Allah

Apa yang dituntut Allah harus diutamakan terlebih dahulu. Kita bukan melakukan kehendakNya kalau kita hanya baktikan kepadaNya sisa-sisa penghasilan kita, setelah semua keperluan kita sampai kepada yang sebenarnya tidak begitu penting kita penuhi. Sebelum pendapatan kita itu dibelanjakan, kita harus mengasingkan sebagian dan mempersembahkan kepadaNya bagian yang dituntutNya. Menurut peraturan perbaktian pada zaman Israel dahulukala bahwa sesuatu persembahan syukur terus-menerus dibakar di atas mezbah, ini menunjukkan kewajiban yang tidak ada akhirnya kepada Allah. Kalau kita berhasil dalam bidang usaha kita sehari-hari, itu semuanya adalah karena Allah memberkati dia, sebagian dari pendapatan ini harus diamalkan kepada fakir-miskin dan sebagian besar harus dibaktikan menunjang pekerjaan Allah. Apabila bagian yang dituntut Allah itu sudah diserahkan kepadaNya, maka bagian yang sisa itu niscaya dikuduskan serta diberkati olehNya sementara kita menggunakannya. Tetapi bilamana seseorang merampok Allah dengan menahan bagian yang dituntut olehNya itu, maka laknatNya niscaya datang ke atas seluruh pendapatan itu. 8

Ingatlah Fakir Miskin

Kalau benar-benar kita mewakili tabiat Kristus, maka setiap unsur mementingkan diri harus dibuang dari dalam jiwa. Dalam melaksanakan pekerjaan yang sudah dipercayakanNya kepada kita, maka kita harus menyerahkan segala sesuatu yang dapat kita hemat. Kemiskinan duka dalam banyak keluarga perlu kita perhatikan, demikian juga kesengsaraan dan penderitaan haruslah ditolong. Kita hanya mengetahui sedikit penderitaan manusia yang ada di sekeliling kita. Tetapi apabila kita mempunyai kesempatan, haruslah kita siap memberi pertolongan langsung kepada orang-orang yang sudah sangat terdesak. 9
Memboroskan uang dalam kemewahan berarti merampas dari fakir miskin, yang tadinya perlu dipakai untuk membekali mereka dengan makanan dan pakaian. Itu berarti bahwa uang yang dibelanjakan untuk memuaskan selera, kesombongan dalam pakaian dan perabot serta perhiasan dapat meringankan dukacita banyak keluarga yang melarat dan menderita sengsara. Para Penatalayan Allah haruslah membantu orang-orang yang tidak mampu. 10

Obat Dari Allah Untuk Menyembuhkan Sifat
Mementingkan Diri Dan Keserakahan

Perbuatan memberi yang merupakan buah penyangkalan diri itu adalah suatu keuntungan bagi pihak pemberi. Perbuatan itu mendidik kita supaya kita dapat memahami pekerjaan Dia yang dahulu suka mengamalkan kebajikan, menolong orang-orang yang menderita dan mencukupkan keperluan orang-orang yang tidak mampu. 11
Memberi dengan teratur dan tetap yang didorong oleh roh penyangkalan diri, adalah obat dari Allah untuk melawan dosa-dosa yang bagaikan kanker, yaitu sifat mementingkan diri dan sifat serakah. Allah telah menyusun rencana untuk memberi secara sistematis untuk membiayai pekerjaanNya dan meringankan kebutuhan orang-orang yang sedang menderita dan yang berkekurangan. Ia telah menetapkan bahwa memberi itu haruslah menjadi suatu kebiasaan supaya dapat melawan dosa keserakahan yang berbahaya untuk menyesatkan. Memberi dengan terus-menerus sangat berfaedah melumpuhkan keserakahan yang membawa maut itu. memberi secara teratur itu dimaksudkan Allah untuk menarik kekayaan orang-orang yang serakah itu, sebagaimana cepatnya mereka perolehnya dan menyerahkan itu kepada Allah, pemilik yang sesungguhnya dari segala harta kekayaan tersebut . . . .

Pelaksanaan yang tetap dari rencana memberi dengan teratur itu sungguh melumpuhkan sifat serakah dan menguatkan sifat suka memberi dengan teratur. Kalau kekayaan semakin bertambah-tambah, maka manusia, walaupun menyebut dirinya beribadat mengikatkan hatinya kepada kekayaan itu; dan semakin besar kekayaan mereka, maka makin kecil jumlah pemberian mereka ke dalam perbendaharaan Tuhan. Demikianlah caranya kekayaan itu menjadikan orang menjadi kikir, dan demikianlah pula caranya penimbunan kekayaan memupuk sifat serakah. Sifat-sifat yang buruk ini menjadi kuat oleh karena dipupuk dengan aktif. Allah mengetahui bahaya yang kita hadapi, itulah sebabnya disediakan alat yang melindungi kita untuk mencegah tidak binasa. Ia menuntut supaya kita giatkan memberi secara teratur, dengan demikian kebiasaan melakukan kebajikan dapat melawan daya pendorong kebiasaan untuk melakukan hal-hal yang sebaliknya. 12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar