PENATALAYAN-PENATALAYAN
ALLAH
Kita Harus Mengakui Hak
Kepunyaan Allah
Yang menjadi dasar kejujuran
dalam usaha dan keberhasilan sejati ialah pengakuan akan hak kepunyaan Allah
sebagai Khalik alam semesta. Dialah Khalik Pencipta segala sesuatu, Dia adalah
pemilik sejati dari segala sesuatu itu. Kita adalah sekedar juru kunciNya.
Segala sesuatu yang ada pada kita ialah sesuatu yang dipercayakanNya kepada
kita, yang akan digunakan sesuai dengan PetunjukNya.
Ini adalah suatu tugas kewajiban
yang dipercayakan kepada setiap makhluk manusia. Ini ada kaitannya kepada
segenap kegiatan umat manusia. Apakah kita mengakui itu atau tidak, kita adalah
juru kunci, yang diperlengkapi dengan bakat-bakat dan talenta-talenta oleh
Allah serta ditempatkan di dunia ini untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang
ditentukan olehNya. 1
Uang itu bukanlah milik kita.
Rumah, tanah, lukisan dan perabot-perabot, pakaian-pakaian dan barang-barang
mewah, semua itu bukanlah kepunyaan kita. Kita adalah musafir, kita adalah
orang-orang asing. Kepada kita hanya diberikan kuasa untuk menggunakan
benda-benda itu bagi keperluan kesehatan dan kehidupan kita . . . .
Berkat-berkat sementara itu diberikan kepada kita sekedar yang dipercayakan
saja untuk membuktikan bahwa kita dapat dipercayai dengan harta kekayaan abadi
itu. Jikalau kita bertekun dalam ujian pembuktian Allah itu, kemudian kita akan
memperoleh harta kekayaan yang sungguh-sungguh dibeli itu, yang akan menjadi
milik kita sendiri, yaitu kemuliaan, penghormatan, dan keabadian. 2
Kita
Harus Memberi Pertanggungjawaban
Kalau saja anggota-anggota mau
menggunakan uang yang dipercayakan kepada mereka itu dalam pekerjaan Allah,
yaitu yang mereka gunakan untuk memuaskan keinginan hati mereka yang bersifat
mementingkan diri sendiri dan untuk membiayai berhala kegemaran mereka yang
tidak senonoh itu, maka mereka sudah mengumpulkan kekayaan di sorga dan sudah
melakukan pekerjaan yang diminta oleh Allah mereka lakukan. Tetapi sebagaimana
orang kaya yang dalam perumpamaan itu, mereka hidup dalam kemewahan. Uang yang
telah dipinjamkan kepada mereka oleh Allah, yang dipercayakan untuk digunakan
demi kemuliaan namaNya itu mereka boroskan. Mereka tidak berhenti sejenak untuk
memikirkan pertanggungjawaban mereka kepada Allah. Mereka tidak berhenti
sejenak untuk merenungkan bahwa tidak lama lagi akan ada hari perhitungan saat
mana mereka wajib memberikan pertanggungjawaban tentang tugas mereka sebagai
penatalayan. 3
Kita harus selalu mengingat bahwa
pada hari pehukuman nanti, kita harus menghadapi catatan mengenai cara-cara
kita memakai uang Allah. Tetapi banyak digunakan untuk kesenangan diri sendiri,
memuaskan keinginan diri sendiri yang sebenarnya digunakan tidak membawa
kebaikan yang sebenarnya, tetapi membawa celaka yang pasti. Kalau saja kita
menyadari bahwa Allah itu adalah pemberi segala sesuatu yang baik, yang uang
itu adalah kepunyaanNya, maka wajiblah kita bijaksana menggunakannya sesuai
dengan kehendakNya yang suci itu. Dunia ini, adat kebiasaannya, segala modenya
bukanlah menjadi standar kita. Kita tidak mempunyai keinginan untuk
menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaannya. Kita tidak membiarkan
kecenderungan-kecenderungan hati kita itu menguasai kita. 4
Dalam penggunaannya, uang kita
itu dapat kita manfaatkan sebagai alat pembina kerohanian dengan menganggap
sebagai harta yang kudus yang sedang dipercayakan, yang tidak boleh dipakai
untuk membina kesombongan, membiayai segala sesuatu yang tidak berfaedah,
seperti kesia-siaan, selera atau nafsu kita. 5
Kepada saya pernah ditunjukkan
bahwa malaikat-malaikat pencatat yang setia itu selalu mencatat setiap
persembahan yang dipersembahkan kepada Allah dan dimasukkan ke dalam
perbendaharaan dan juga hasil terakhir dari persembahan yang diberikan itu.
Motivasi dalam memberikan itu juga dicatat. 6
Pemberian
Keluarga Secara Teratur
“Biarlah masing-masing
mengulurkan tangannya untuk menyimpan sebagaimana Allah telah memberikan
kemakmuran.” Setiap anggota keluarga, mulai dari yang paling tua sampai kepada
yang paling muda dapat mengambil bagian dalam pekerjaan memberi secara
sistematis . . . . Rencana memberi dengan sistematis dan teratur ini menjadi
perlindungan yang aman bagi tiap-tiap keluarga terhadap penggodaan
barang-barang yang tidak terlalu perlu, menjadi berkat bagi kaum hartawan
dengan menjaga mereka supaya jangan manja dalam pemborosan.
Setiap minggu tuntutan Allah
kepada masing-masing keluarga diingatkan oleh setiap anggota untuk melaksanakan
pemberian secara teratur sesuai dengan rencana. Sementara mereka sudah
menyangkal diri dalam penggunaan yang terlalu banyak uang, sehingga mereka
dapat memasukkan uang ke dalam perbendaharaan Tuhan, pelajaran yang berharga
mereka peroleh karena penyangkalan diri demi kemuliaan Allah. Sekali seminggu
masing-masing dihadapkan dengan perbuatan-perbuatannya dari minggu yang lalu,
penghasilan yang didapatnya tidak dipunyainya lagi karena dia memboroskannya.
Angan-angan hatinya terkekang di hadapan Allah atau seseorang menegur atau
menuduh dia. Ia mengetahui kalau pikirannya mau tetap tenteram dan mendapat
keridlaan Allah, ia harus makan, minum dan berpakaian demi kemuliaanNya.7
Utamakan
Tuntutan Allah
Apa yang dituntut Allah harus
diutamakan terlebih dahulu. Kita bukan melakukan kehendakNya kalau kita hanya
baktikan kepadaNya sisa-sisa penghasilan kita, setelah semua keperluan kita
sampai kepada yang sebenarnya tidak begitu penting kita penuhi. Sebelum pendapatan
kita itu dibelanjakan, kita harus mengasingkan sebagian dan mempersembahkan
kepadaNya bagian yang dituntutNya. Menurut peraturan perbaktian pada zaman
Israel dahulukala bahwa sesuatu persembahan syukur terus-menerus dibakar di
atas mezbah, ini menunjukkan kewajiban yang tidak ada akhirnya kepada Allah.
Kalau kita berhasil dalam bidang usaha kita sehari-hari, itu semuanya adalah
karena Allah memberkati dia, sebagian dari pendapatan ini harus diamalkan
kepada fakir-miskin dan sebagian besar harus dibaktikan menunjang pekerjaan
Allah. Apabila bagian yang dituntut Allah itu sudah diserahkan kepadaNya, maka
bagian yang sisa itu niscaya dikuduskan serta diberkati olehNya sementara kita
menggunakannya. Tetapi bilamana seseorang merampok Allah dengan menahan bagian
yang dituntut olehNya itu, maka laknatNya niscaya datang ke atas seluruh
pendapatan itu. 8
Ingatlah
Fakir Miskin
Kalau benar-benar kita mewakili
tabiat Kristus, maka setiap unsur mementingkan diri harus dibuang dari dalam
jiwa. Dalam melaksanakan pekerjaan yang sudah dipercayakanNya kepada kita, maka
kita harus menyerahkan segala sesuatu yang dapat kita hemat. Kemiskinan duka
dalam banyak keluarga perlu kita perhatikan, demikian juga kesengsaraan dan
penderitaan haruslah ditolong. Kita hanya mengetahui sedikit penderitaan
manusia yang ada di sekeliling kita. Tetapi apabila kita mempunyai kesempatan,
haruslah kita siap memberi pertolongan langsung kepada orang-orang yang sudah
sangat terdesak. 9
Memboroskan uang dalam kemewahan
berarti merampas dari fakir miskin, yang tadinya perlu dipakai untuk membekali
mereka dengan makanan dan pakaian. Itu berarti bahwa uang yang dibelanjakan
untuk memuaskan selera, kesombongan dalam pakaian dan perabot serta perhiasan
dapat meringankan dukacita banyak keluarga yang melarat dan menderita sengsara.
Para Penatalayan Allah haruslah membantu orang-orang yang
tidak mampu. 10
Obat
Dari Allah Untuk Menyembuhkan Sifat
Mementingkan
Diri Dan Keserakahan
Perbuatan memberi yang merupakan
buah penyangkalan diri itu adalah suatu keuntungan bagi pihak pemberi.
Perbuatan itu mendidik kita supaya kita dapat memahami pekerjaan Dia yang
dahulu suka mengamalkan kebajikan, menolong orang-orang yang menderita dan mencukupkan
keperluan orang-orang yang tidak mampu. 11
Memberi dengan teratur dan tetap
yang didorong oleh roh penyangkalan diri, adalah obat dari Allah untuk melawan
dosa-dosa yang bagaikan kanker, yaitu sifat mementingkan diri dan sifat
serakah. Allah telah menyusun rencana untuk memberi secara sistematis untuk
membiayai pekerjaanNya dan meringankan kebutuhan orang-orang yang sedang
menderita dan yang berkekurangan. Ia telah menetapkan bahwa memberi itu
haruslah menjadi suatu kebiasaan supaya dapat melawan dosa keserakahan yang
berbahaya untuk menyesatkan. Memberi dengan terus-menerus sangat berfaedah
melumpuhkan keserakahan yang membawa maut itu. memberi secara teratur itu
dimaksudkan Allah untuk menarik kekayaan orang-orang yang serakah itu,
sebagaimana cepatnya mereka perolehnya dan menyerahkan itu kepada Allah,
pemilik yang sesungguhnya dari segala harta kekayaan tersebut . . . .
Pelaksanaan yang tetap dari
rencana memberi dengan teratur itu sungguh melumpuhkan sifat serakah dan
menguatkan sifat suka memberi dengan teratur. Kalau kekayaan semakin
bertambah-tambah, maka manusia, walaupun menyebut dirinya beribadat mengikatkan
hatinya kepada kekayaan itu; dan semakin besar kekayaan mereka, maka makin
kecil jumlah pemberian mereka ke dalam perbendaharaan Tuhan. Demikianlah
caranya kekayaan itu menjadikan orang menjadi kikir, dan demikianlah pula
caranya penimbunan kekayaan memupuk sifat serakah. Sifat-sifat yang buruk ini
menjadi kuat oleh karena dipupuk dengan aktif. Allah mengetahui bahaya yang
kita hadapi, itulah sebabnya disediakan alat yang melindungi kita untuk
mencegah tidak binasa. Ia menuntut supaya kita giatkan memberi secara teratur,
dengan demikian kebiasaan melakukan kebajikan dapat melawan daya pendorong
kebiasaan untuk melakukan hal-hal yang sebaliknya. 12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar