Beberapa
waktu yang lalu sekelompok anak sekolah berkunjung ke kampus Universitas
Andrews dan me-ngunjungi Museum Arkeologi Horn yang baru diper-baiki. Mereka keluar dari tempat itu dengan penuh kesan. Lebih
dari seorang berminat kepada musuh ku-no Israel setelah melihat patung Baal
dalam pajangan. Seorang anak berkata,
“Saya benar-benar suka de-ngan patung Baal, hanya saja ia sangat kurus.” Anak
yang lain berkata, “Saya sangat suka dengan patung miniatur Baal itu.”1
Bukan saja anak-anak yang telah terpesona oleh tu-han
palsu ini. Patung Baal; penyembahan Baal; dan pengaruh Baal yang begitu halus
dan meluas telah menguasai anak-anak manusia dalam belenggu raha-sia yang memilukan
sepanjang masa.
Sejarah menunjukkan bahwa jejak penyembahan Baal yang
menyimpang menuntun kembali kepada Taman Eden. Tentu saja tidak ada patung yang
nyata yang di-letakkan di tempat yang
indah tersebut, tetapi bahwa di dalam dirinya sendiri ada sebuah bagian dari kha-yalan yang telah kita warisi. Hal terakhir
yang dibutuh-kan seseorang tentang penyembahan Baal adalah patung Baal yang
sesungguhnya.
Bukti kasat mata dari permusuhan yang
berurat bera-kar terhadap Tuhan mulai tampak segera setelah pe-ristiwa Eden.
Catatan menunjukkan bahwa kota perta-ma dunia dibangun oleh pembunuh pertama
dunia. Kainlah yang “mendirikan suatu kota dan dinamainya kota itu
Henokh, menurut nama anaknya” (Kejadian 4:17). Manusia mulai memuji manusia dan memba-ngun
monumen-monumen bagi diri mereka.
Kain ti-dak terlalu percaya kepada
janji perlindungan Tuhan. Imannya akan diletakkan pada karya manusia, keme-gahan
bangunan-bangunan, perlindungan dari din-ding-dinding batu. Akar dari aliansi
tandingan ini, kha-yalan mistis dari penyembahan Baal dimulai ketika pa-sangan
kudus di Eden mulai mempertanyakan
firman Tuhan.
“Tentulah
Allah berfirman… bukan?” adalah sindiran sinis dari ular naga yang meletakkan
dasar bagi pertentangan besar di dunia ini. Kemudian terjadilah peristiwa
memakan buah terlarang yang menentukan itu yang hingga sekarang membelenggu
manusia dalam perbuatan jahat. Di
permukaan ini mungkin tampak tidak berhubungan dengan penyembahan Baal. Namun pekerjaan musuh itu selalu diselubungi
misteri dan kegelapan. Kita harus mengejar ini.
Bahkan pahlawan-pahlawan iman
yang dihormati di dalam catatan suci menjadi saksi dari penduplikatan kodrat
manusia dan jarang kemenangan rohani berdiri tanpa noda karena pemujaan Baal secara
terbuka ataupun rahasia. Kebijaksanaan, kasih
dan keadilan Tuhan memberi kekuatan untuk mengalahkan setiap jejak dari persekutuan
palsu ini. Janji bahwa akan tiba saatnya ketika umat Israel milik Tuhan akan memahami dosa yang
mengerikan dari penyembahan Baal, dan “lalu tempat kudus itu akan dipulihkan dalam keadaan yang wajar."
(Daniel 8:14). Di dalam pengumuman ini terdapat kabar baik, yaitu bahwa sebuah proses sedang
dipertimbangkan yang untuk selamanya akan membebaskan umat manusia dan Tuhan
Sendiri yang akan berdiri terpisah dan dipulihkan dari stigma (pertimbangan)
dosa.
Penyembahan Baal
selama Berabad-abad
Terlalu
banyak orang MAHK yang cenderung mengira bahwa penyembahan Baal berhubungan
dengan penyembahan matahari, namun sebagian besar mereka mengira bahwa itulah
satu-satunya kesesatan di zaman Elia. Pengingkaran
akan Sang Pencipta hanyalah bukti pada zaman itu yang menunjukkan
permusuhan lama dari hati manusia yang berakar di Eden.
Kesesatan
dari anak lelaki pertama Adam menghasilkan tuaian yang begitu merosot, “maka
menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu
memilukan hati-Nya” karena “kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala
kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata” (Kejadian 6:6,
5). Kain menjadi bapa dari orang yang tidak
setia yang menetapkan sebuah sistem pemberontakan yang berpuncak pada air
bah. Itu adalah sebuah jalan hidup,
sebuah strategi yang menolak firman Tuhan.
Hanya
dibutuhkan tiga generasi setelah air bah untuk meletakkan batu penjuru
kesesatan besar begitu dalam dan liat yang dapat bertahan hingga akhir zaman.
Ham, salah satu dari tiga anak lelaki Nuh yang selamat di dalam bahtera,
tampaknya hanya sedikit saja belajar
dari pengalamannya. Keturunan Ham adalah terkenal dengan kekejaman mereka. Anaknya, Kanaan adalah bapa dari musuh bangsa Israel yang tak
tergantikan, orang-orang Kanaan. Cucunya adalah Nimrod, dan Nimrod adalah “seorang
pemburu yang gagah perkasa di hadapan TUHAN” (Kejadian 10:8) yang menjadi
pendiri dan pemimpin pertama Babel. Kota inilah yang ditakdirkan menjadi
"Babel besar, ibu dari wanita-wanita pelacur dan dari kekejian bumi"
(Wahyu 17:5). Bukanlah kemegahan bangunan-bangunan yang harus agung, kendati
para arkeolog hingga saat ini masih terkagum-kagum
kepada sisa-sisa reruntuhan kota itu, namun “kekejian” yang menjadi besar dan menyebabkan dunia mabuk. Catatan
tentang kota ini akan bertahan hingga
Bait Suci dipulihkan. Kita sekarang ini hidup di masa pemulihan tersebut.
Setelah kira-kira seribu tahun kemudian anak-anak manusia telah mencapai
suatu tempat yang sekali lagi Tuhan dihadapkan kepada sebuah krisis. Garis
Sem yang setia hampir punah dari bumi.
Apakah yang dapat dilakukan Tuhan? Ia tampaknya telah ditinggalkan hanya dengan
keluarga Abraham. Ia harus mencoba lagi. Ia perlu mengeluarkan Abraham dari
tanah kelahirannya, jauh dari penyembahan berhala, jauh dari gagasan-gagasan
palsu, menuju sebuah tanah yang Tuhan sendiri akan menunjukkan kepadanya. Dan
demikianlah terjadi.
Dan
setelah ini terjadi kehancuran Sodom; Yusuf di Mesir; Musa memimpin Israel;
Peristiwa Paskah; Israel keluar dari Mesir; Kemah Suci dan upacara-upacaranya;
mata-mata, yang setia dan tidak setia; kesesatan di perbatasan tanah
perjanjian; keinginan memiliki raja duniawi untuk menggantikan Raja Surgawi
yang akhirnya membawa Ahab naik ke takhta. Dan kemudian terjadi pertunjukan yang amat menyedihkan tentang penipuan
dan kebutaan di Gunung Karmel. Krisis
ini adalah buah dari kegagalan bertahun-tahun untuk mendengarkan firman
peringatan dan nasehat yang telah dikirimkan oleh Tuhan. Setiap penolakan
untuk bertobat telah memperdalam kesalahan mereka dan menggiring mereka lebih
jauh dari surga. Dari tahun ke tahun, selama kira-kira seribu tahun, Israel
telah menjauh dari jalan Tuhan.
Elia dapat menghadapi Raja Ahab hanya karena
ia memiliki iman yang tulus dan kuat kepada kuasa firman Tuhan yang tidak
pernah gagal. Ia tidak mencari-cari kerjaan.
Pada saat yang sama ia “tidak berani ragu-ragu akan perintah ilahi.”2
Ia mengetahui bahwa “ketidakpercayaan adalah pemisah yang besar pada
bangsa pilihan dari Sumber kekuatan mereka…. Seruan yang berulang-ulang,
protes, dan peringatan telah gagal membawa Israel kepada pertobatan. Saatnya telah
tiba ketika Tuhan harus berbicara kepada mereka melalui penghakiman…
sukubangsa Israel yang sesat harus ditunjukkan kebodohannya karena percaya
kepada kuasa Baal demi berkat-berkat yang sementara.”3
BERSAMBUNG >>>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar