Beberapa tahun yang lalu, sebagian besar dunia berbahasa Inggris mengalami
suatu gejala yang tidak terduga sebagaimana air mengalir ke bukit. Setelah satu
dekade penekanan pandangan bahwa “Tuhan telah mati,” setelah revolusi di kampus
selama ber-tahun-tahun, dan serangan badai yang bertubi-tubi terhadap segala
bentuk nilai-nilai dan kewenangan tradisional apapun—sesuatu yang membangkitkan
rasa ingin tahu telah terjadi, dan di banyak tempat, dan pertama-tama dimulai di
New York.
Di tahun pertama penampilannya, sebuah pertunjuk-an Broadway meraup hasil
$20 juta dan terus meraup jutaan lagi. Dan nama pertunjukkannya? JESUS CHRIST
SUPERSTAR!
Tampaknya, hanya dalam semalam, Yesus telah menjadi “besar” dalam industri
musik, untuk ditiru pertunjukkan dan film lainnya. Dan Ia membuka pasar yang
melambung dalam industri buku karena banyak buku-buku terlaris membicarakan Dia
dan Kedatang-anNya kedua kali.
Dalam koor JESUS CHRIST SUPERSTAR, satu pertanyaan besar diajukan; “Yesus
Kristus, siapakah engkau?” Meskipun tidak ada jawaban yang benar diberikan,
pertanyaan ini lebih mendalam daripada pertunjukan musik dan lebih luas
daripada sekedar rasa ingin tahu. Bagi setiap orang di planet Bumi ini, tidak
ada yang lebih penting daripada siapa Yesus itu, apa yang telah dilakukanNya,
di mana Ia sekarang, dan apa yang sedang dilakukanNya sekarang bagi umat
manusia.
Namun, kendati aneh kedengarannya, bahkan umat Kristen terpecah belah
selama berabad-abad tentang siapa Dia
sesungguhnya, mereka telah memberi te-kanan berlebihan pada ketuhanan Yesus
atau kema-nusiaan Yesus. Jarang Yesus yang sesungguhnya diberi tempat yang
benar. Ia telah digambarkan sedemikian beragam dan kadangkala dengan istilah-istilah
aneh sehingga seorang pengamat yang penuh rasa ingin tahu mungkin akan
bertanya, “Yang mana-kah Yesus yang sesungguhnya?”
Maka pertanyaan besar tetap muncul: “Yesus Kristus, siapakah engkau?” Siapakah
Dia yang menjadi fokus dari “revolusi Yesus” di kalangan orang muda di dunia
Barat di tahun 1970-an, barangkali suatu peristiwa yang paling tidak terduga
dan tidak diharapkan di zaman modern? Lalu kemudian, siapakah Dia yang dapat
mengubah seorang skeptis yang hanya memi-kirkan dirinya sendiri di Palestina
yang padat dua ribu tahun lalu menjadi pengikut-pengikut setia yang akan hidup
dan mati bagi Dia?
Pertanyaan”Yesus Kristus, siapakah engkau?” mem-bayangi setiap orang yang
mencari tujuan kehidupan atau yang mencoba lari dari suara batin yang meng-hantuinya
dengan rasa bersalah. Kita dapat meng-hapuskan Dia. Kita dapat menyambut Dia, tanpa
mengikut Dia dengan sungguh-sungguh. Kita dapat “menggunakan” Dia dengan menuntut
pengampunan dariNya, tetapi bukan kuasaNya. Namun, kita tidak dapat benar-benar
mengabaikan Dia. Ia selalu ada, tidak pernah hidup orang yang Seperti Dia.
Akan tetapi, siapakah Dia? Dari mana Dia berasal? Paulus, ketika menulis
surat kepada orang Ibrani, menyebutkan status Yesus sebagai yang “memim-pin” (12:2) dan catatan
kemanusiaanNya memung-kinkan Dia untuk dianggap sebagai “pimpinan yang sempurna bagi umat manusia”: “Sebab memang sesuai
dengan keadaan Allah–yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan—,yaitu
Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus,
yang memimpin mereka kepada
keselamatan, dengan penderitaan… Sebab Ia yang
menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu” (Ibrani
2:10, 11).
Namun,
siapakah Dia? Dari manakah Ia berasal? Bagi Paulus, Yesus adalah Manusia yang
menjadi patokan bagi umat manusia. Ia telah menunjukkan kepada pria dan wanita
seperti apakah umat manusia dalam kondisi terbaiknya.
Jikalau kita harus menjawab pertanyaan yang mem-bayangi
itu, Yesus Kristus, siapakah Engkau? Kita harus memulai dari di mana
orang-orang Kristen pertama kali bertemu dengan Dia dan harus membuat
keputusan. Mereka mengenal Dia sebagai seorang manusia yang sepenuhnya terlibat
dalam kemanusia-an mereka. Dia bukanlah seorang “astronot balik” yang datang ke
dunia ini dari “luar sana” semata-mata untuk memberitahukan kepada kita bahwa
Tuhan itu hidup dan sehat, dan bahwa Ia sangat mengasihi kita.
Kita dapat mengirim manusia ke bulan, namun mere-ka
adalah masih “manusia bumi”; mereka hidup di dalam pakaian luar angkasa yang
menyebabkan mereka tidak tersentuh oleh situasi yang ada di tempat mereka
mendarat. Mereka hidup dan makan, melakukan kegiatan normal sebagaimana halnya
makhluk ciptaan, namun mereka terpisah dari “kehi-dupan apa adanya” sementara
mereka berpetualang di bulan.
Tidak, Yesus bukan seorang astronot. Sebagaimana
digambarkan oleh para pengikutNya yang mula-mula, (dengan dituntun oleh RohNya,
yang dijanjikanNya akan menolong mereka untuk melihat, mendengar dan merasakan
secara tepat ketika mereka menulis tentang Dia), Dia menjadi manusia tanpa
pakaian pelindung luar angkasa, baik yang tampak maupun tak tampak, yang akan
memisahkan Dia dari jenis kehidupan yang dialami oleh orang-orang sezaman-Nya.
Seorang komentator Alkitab sangat membantu dalam menggambarkan
kesamaanNya dengan keluarga manusia di Planet Bumi ini: “Yesus menerima kemanusiaan
ketika umat ini telah dilemahkan oleh
dosa selama empat ribu tahun.
Seperti setiap anak Adam , Ia menerima
akibat dari prinsip hukum hereditas
tentang penurunan sifat kepada ketu-runan selanjutnya. Akibat-akibatnya
ditunjukkan da-lam sejarah nenek moyangNya. Dia datang dengan mewarisi sifat-sifat keturunan seperti itu untuk
dapat berbagi dalam kesusahan dan pencobaan kita, dan memberi kita teladan
tentang kehidupan yang tanpa berdosa.”—The
Desire of Ages, hlm. 49.
Meskipun Dia lahir di
bawah bayang-bayang Keja-tuhan,
mengambil kemanusiaan sebagaimana se-tiap bayi yang lahir 2000 tahun yang lalu—“dengan
segala kewajibannya” (Ibid, hlm.
117)—Dia menun-jukkan bahwa pria dan
wanita tidak terkurung dalam peperangan tanpa pengharapan, bahwa bayang-bayang
itu bukanlah tidak dapat dibatal-kan, bahwa dosa bukanlah hal yang tidak ter-elakkan,
bahwa Tuhan selalu memiliki jalan keluar dan menuju ke atas. Dia membuka tirai
dan me-nunjukkan kepada kita semua bagaimana menjadi manusia yang sesungguhnya,
yaitu cara yang dimaksudkan oleh Tuhan bagaimana pria dan wanita seharusnya
hidup.
Yesus Sendiri menanyakan pertanyaan besar ini pada suatu
hari di Kaesaria Filipi, "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Dan
Petrus menjawab balik, dengan pengakuan yang mendalam, "Engkau adalah
Mesias, Anak Allah yang hidup!" (Matius 16:15, 16).
Perkataan itu selalu terngiang.
Bayangkan, makan dan minum, berjalan dan berdoa, dengan Tuhan! Namun
mereka juga mengenal Dia sebagai manusia, manusia yang sesungguhnya. Tuhan yang
menjadi manusia! Inkarnasi! Mengapa? Untuk
mempersatu-kan orang-orang berdosa dengan Tuhan; untuk menjembatani wilayah perairan yang bergolak dengan kasih dan
kuasa! Paulus menggambarkan misi Tuhan kita yang luar biasa: “Sebab jikalau
kita, ketika masih seteru,
diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang seka-rang
telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya! Dan bukan hanya
itu saja! Kita malah bermegah dalam Allah oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, sebab
oleh Dia kita telah menerima pendamaian itu” (Roma 5:10, 11).
Yesus Kristus adalah jalan kembali ke Eden , penye-lesaian bagi keputusasaan
manusia. Dia sendirilah landasan bagi pengharapan umat manusia dan satu-satunya
dasar bagi penebusan manusia. Lihatlah Dia tergantung di kayu salib Kalvari di
antara langit dan bumi; sebuah penderitaan
yang adil bagi orang yang tidak adil;
untuk menunjukkan kasih bagi orang yang tidak mengasihi! Ukurlah
kehidupanmu dengan kehidupanNya! Ambillah tawaran pengam-punan dan penerimaan
penuh dariNya! Dengarlah perkataan-Nya yang menyelamatkan, “dan Aku, apa-bila
Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku."
(Yohanes 12:32). “Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk
menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia” (3:17).
Sesungguhnya, Dialah yang dijanjikan oleh malaikat dan yang saya perlukan—“Juruselamat,
yaitu Kristus, Tuhan” (Lukas 2:11).
Alasan lain kedatangan Tuhan kita ke dunia ini dan
menjadi manusia yang sesungguhnya, “dalam segala hal” (Ibrani 2:17), adalah untuk memberi jawaban untuk sekali saja dan bagi semua orang
sebuah pertanyaan dasar tentang pertentangan kosmik yang besar—apakah pria dan wanita yang telah jatuh ke
dalam dosa dapat menghidupkan kehidupan de-ngan ketaatan yang penuh sukacita,
sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Tuhan.1
Yesus mematahkan
tuduhan-tuduhan Setan bah-wa dosa adalah tidak terelakkan dan bahwa ketaatan
adalah tidak mungkin; bahwa manusia yang telah jatuh tidak dapat berharap untuk
hidup dengan kemenangan atas dosa. Dia mendemon-strasikan bukan saja bahwa pria
dan wanita dapat memelihara hukum Tuhan dengan kuasa yang diberikan, namun
bahwa Tuhan Sendiri rela untuk mengambil resiko keamanan surga untuk menye-lamatkan
manusia. Dia membuktikan bahwa tidak ada yang dituntut oleh Tuhan atas
ciptaanNya yang tidak rela dilakukanNya bagi ciptaanNya. Kita
tidak perlu berpanjang lebar membahas tentang bagaimana Yesus menjadi solusi
kekal atas masalah dosa sehingga hati kita dapat merasa bersyukur, memuji dan
mengagumi Tuhan, yang mengirimkan Yesus, “Kristus Yesus telah ditentukan Allah
menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya” (Roma 3:25).
Kematian Yesus “bagi kita” (1 Tesalonika 5:10) ada-lah
titik nyala waktu, pusat dari rencana keselamatan, prisma yang melaluinya kita
dapat melihat sepenuh-nya spektrum kasih Tuhan bagi ciptaanNya. Pengor-banan Manusia Yesus membuktikan
bahwa Tuhan itu adil, bukannya tidak adil ataupun banyak ting-kah. Pengorbanan
itu menunjukkan bahwa Dia mengasihi melebihi imajinasi manusia. Tuhan
membuktikan bahwa pelanggaran akan hukum-hu-kum alam semesta yang mendasar
memberi kon-sekuensi yang mengerikan, yang dinyatakanNya dengan mengizinkan
“kutukan hukum” (Galatia
3:13) ditumpahkan sepenuhnya dalam kehidupan dan kematian Yesus.
Betapa sebuah tugas yang diemban Tuhan dengan menjadi manusia
dalam Yesus! Betapa sebuah resi-ko! Namun melalui kemanusiaanNya, dengan
menjadi manusia yang sesungguhnya, Yesus membayar har-ga kebodohan manusia dan
membuka kembali pintu ke Eden.2
Tidaklah mengherankan Ellen White menyimpulkan kekaguman
hati kita ketika ia menuliskan: “kemanu-siaan Anak Allah adalah segalanya bagi
kita. Itu ada-lah rantai emas yang mengikatkan jiwa-jiwa kita kepa-da Kristus,
dan melalui Kristus kepada Tuhan. inilah yang harus menjadi pelajaran kita. Kristus adalah benar-benar manusia.”—Selected Messages, 1, hlm. 244.
Salah satu aspek yang luar biasa dari Tuhan menjadi
manusia adalah bahwa pemberian ini
bukanlah sementara. Tuhan menjadi manusia selama-lama-nya!“
Dia [Tuhan] mengaruniakan AnakNya yang Tunggal untuk datang ke bumi, untuk
mengambil kodrat manusia, bukan saja untuk beberapa tahun kehidupan yang
singkat, melainkan untuk memper-tahankan
kodrat ini di pengadilan surga, janji kekal dari kesetiaan Tuhan.”—Ibid., hlm. 258 (lihat The Desire of Ages, hlm. 25).
Renungkanlah. Ini menggetarkan
pikiran manusia. Kita dapat mengerti sedikit keajaiban tentang kelahir-an Tuhan
kita di Betlehem ketika Dia memenjarakan DiriNya di dalam ciptaanNya sendiri.
Namun bagi Tuhan Sang Pencipta, yang berjalan di antara bintang-bintang dan memutarkan
alam semesta baru mengelilingi orbitnya, untuk selama-lamanya dikung-kung dalam
ruang dan waktu—ini merentangkan pikiran manusia menyeberangi lautan kasih yang
tanpa batas. Yesus benar-benar memberikan DiriNya kepada Planet Bumi dan kepada
anda dan saya. Tuhan mengambil kodrat manusia selama-lamanya!
Umat manusia terakhir
melihat Yesus di bumi ketika mereka berkumpul di Bukit Zaitun sesaat
sebelum Dia diangkat ke langit dan melampaui pemandangan mereka. Namun Dia pergi dalam wujud sebagai-mana yang mereka kenal selama 33 tahun—makhluk
manusia seperti mereka sendiri. Semen-tara mereka memandang, terserap dalam
keingin-tahuan mereka, “terangkatlah Ia disaksikan oleh me-reka, dan awan menutupNya
dari pandangan mere-ka” (Kisah 1:9). Apakah Dia pergi untuk selamanya? Apakah
pengikut-pengikutnya yang setia akan pernah
bertemu lagi dengan Dia? Kemanakah Dia pergi?
Pertanyaan-pertanyaan mereka segera sirna dengan
pernyataan malaikat yang menghiburkan: "Hai orang-orang Galilea,
mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggal-kan kamu, akan datang
kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga."
(ayat 11).
Yesus, si tukang kayu dari
Nazaret, Sahabat banyak orang, Tabib yang murah hati, sekarang berada di surga, bukan sebagai roh yang tak berbentuk, bukan dalam “bentuk Tuhan” sebagaimana ada-nya
sebelum Dia datang ke bumi (Filipi 2:6), namun sebagai manusia, mempertahankan kodrat kema-nusiaanNya untuk selama-lamanya.
Demikianlah Stefanus
mengenali Dia ketika Tuhan dengan kemurahan hati membukakan tirai antara
langit dan bumi sesaat sebelum kehidupannya dihancurkan dengan batu-batu yang
dilemparkan oleh orang-orang yang tidak tahan akan kebenaran. “Tetapi Stefanus,
yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah
dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah. Lalu katanya: "Sungguh, aku melihat
langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah." (Kisah
7:55, 56).
Paulus
mendengarkan suaraNya pada hari yang menentukan itu di jalan
Damaskus. Di tengah-tengah kejahatan rohaninya, Yesus melangkah masuk ke dalam
kehidupannya dengan pertanyaan yang meng-getarkan hati: “"Saulus, Saulus,
mengapakah engkau menganiaya Aku?" Jawab Saulus: "Siapakah Engkau,
Tuhan?" Kata-Nya: "Akulah Yesus yang kauaniaya itu” (Kisah 9:4,5).
Yohanes diizinkan untuk melihat Gurunya sekilas ketika ia diasingkan ke pulau karang Patmos . Bukan-kah
itu tindakan yang penuh kemurahan dari Tuhan kita—memberikan sahabatNya, yang
telah menjadi saksi yang mulia bagiNya, jaminan tera-khir bahwa segala
sesuatunya tidak sia-sia! “Keti-ka aku melihat Dia, tersungkurlah aku di
depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati; tetapi Ia meletak-kan tangan
kanan-Nya di atasku, lalu berkata: "Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Aku telah mati,
namun lihat-lah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci
maut dan kerajaan maut” (Wahyu 1:17, 18).
Namun sementara waktu berjalan,
sesuatu yang menyebabkan rasa ingin tahu dan menyedihkan terjadi pada gereja Kristen. Mereka kehilangan pandangan di mana Yesus berada
sekarang dan apa yang dilakukanNya demi kita. Selama berabad-abad banyak
orang di dalam gereja yang memusat-kan perhatian mereka kepada Dia yang mati di
kayu salib—personifikasi tragedi kemanusiaan. Mereka telah meninggikan Yesus
sebagai guru terbesar ten-tang pembenaran yang pernah didengar manusia,
memuliakan Dia karena integritas yang tanpa cacat cela dalam kepenuhannya,
menghormati Dia karena dorongan moral yang Dia masukkan ke dalam sejarah
manusia. Mereka tergerak oleh pengabaian sepenuh-nya akan idealNya, yang menggiring
Dia ke kayu salib daripada menyerah kepada kejahatan. Namun disitu-lah mereka terakhir kali melihat Dia—di kayu salib.
Orang-orang Kristen yang lain
meneruskan lebih lanjut; mereka memusatkan perhatian mereka kepada Yesus
sebagai Juruselamat yang bangkit. Mereka melihat Dia di antara para pengikutNya
selama 40 hari dan kemudian secara ajaib terangkat ke surga. Namun kemudian
mereka kehilangan Dia dalam ke-kaburan tahun-tahun cahaya dan jargon-jargon teo-logia
tentang pendamaian. Meskipun mereka menge-tahui bahwa Dia di surga “di sebelah
kanan Allah” mereka tidak memiliki
pemahaman yang jelas tentang peran Kristus yang terus menerus dalam menyelesaikan
rencana keselamatan.
Melihat Dia hanya di kayu salib saja
adalah melihat hanya sebagian saja;
mulia, memang demikian, namun itu hanya sebagian saja. Melihat Dia hanya
sebagai Tuhan yang telah bangkit adalah juga melihat Dia hanya sebagian saja. Yang mencengangkan dan mengagumkan adalah
gambaran yang indah tentang kasih yang tanpa batas—Tuhan membayarkan upah dari
umat yang telah jatuh, dan bangkit dengan kemenangan dari kubur—pertunjukan
ganda tentang kasih dan kuasa. Namun suatu gambaran sebagian dari Yesus
menggiring kepada kesalahpahaman yang penting, seperti: (1) percaya bahwa
kasihNya tak dapat dibendung, dan bahwa suatu hari dalam waktu Tuhan semua orang
akan diyakinkan, dan oleh karenanya dimenangkan kembali kepada kerajaan kasih
dan kemurahan yang mempersatukan kembali. Atau, (2) bahwa rasa syukur yang
sederhana dengan mengakui bahwa Dia mati
bagi dosa setiap orang itu sendiri adalah suatu ujian apakah seseorang layak untuk
diselamatkan.
Umat MAHK percaya bahwa peran Tuhan kita dalam rencana keselamatan
adalah lebih daripada melihat Dia di kayu salib, sebagaimana kematian-Nya yang
ajaib dan suatu keharusan. Atau bahkan melihat Dia sebagai Tuhan yang telah
bangkit, mulia dalam segala implikasinya. Mereka meng-ikut Yesus ke Bait Suci surgawi,
mereka meman-dang lekat kepada Dia, Imam Besar bagi keluarga manusia,
pengharapan yang hidup bagi setiap orang yang mencari pengampunan dan keme-nangan
atas kekuatan-kekuatan dosa.
Dalam kitab Ibrani, Paulus menyanyikan nyanyian ke-muliaan
dari pelayanan Tuhan kita yang terus ber-lanjut bagi manusia yang telah jatuh.
Misalnya, “Karena kita sekarang mempunyai Imam
Besar Agung, yang telah
melintasi semua langit, yaitu Yesus,
Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita” (Ibrani 4:14).
Paulus
mengakui bahwa pemahaman yang jelas tentang Yesus sebagai imam besar kita adalah “sauh yang kuat dan aman bagi
jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana Yesus telah
masuk sebagai Perintis bagi kita”
(Ibrani 6:19, 20). Ia mengumandangkan bahwa orang-orang Kristen dengan “penuh keberanian dapat masuk ke dalam
tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita
melalui tabir, yaitu diriNya sendiri, dan kita mempunyai seorang Imam Besar
sebagai kepala Rumah Allah. Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati
yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah
dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air
yang murni” (Ibrani 10:19-22).
Sesuatu
yang sangat signifikan bagi rencana kese-lamatan sedang berlangsung di surga
hari ini karena Yesus adalah imam besar
kita. Sesuatu yang signifikan dan istimewa harus terjadi di dalam kehidup-an
para pengikutNya di bumi karena peran Yesus sebagai imam besar kita, sementara
kita mempelajari halaman-halaman selanjutnya.
Mengikuti Yesus ke
dalam Bait Suci di surga tidak
mengurangi penghargaan akan salib. Tanpa
salib maka tidak akan ada imam besar
di Bait Suci surga hari ini. Tetapi apa
yang sekarang dilakukan Yesus mungkin adalah topik yang paling penting untuk
dipahami oleh mereka yang berada di Planet Bumi.3
Perhatian
kita akan ketidakseimbangan ekologis, le-dakan penduduk, pengadaan persenjataan
nuklir, sampah—apapun, semua itu sirna dan
menjadi tidak penting dibandingkan dengan apa yang harus kita ketahui tentang
Yesus dan apa yang sedang diusaha-kanNya bagi planet yang didera kengerian ini.
Di mana Yesus sekarang, dan apa yang
ingin dilaku-kanNya, harus dipahami oleh semua orang yang mencari kedamaian
kekal dalam hati mereka dan bagian dari menyegerakan kedatangan Tuhan kita
kembali.
Tidak
heranlah jikalau Ellen White menuliskan,
“Umat Tuhan sekarang ini harus memusatkan pandangan mereka kepada Bait Suci surga,
di mana sedang berlangsung pelayanan terakhir dari imam besar kita dalam
pekerjaan penghakiman—di mana Dia menjadi pengantara bagi umatNya.”—Evangelism, hlm. 223.
Mudahlah
kita pahami mengapa Paulus mendesak pembacanya: “Sebab Imam Besar yang kita
punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasa-kan
kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama
dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah
kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita
meneri-ma rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita
pada waktunya” (Ibrani 4:15, 16).
Dalam
bagian berikut, kita akan mengikuti Tuhan kita ke dalam Bait Suci alam semesta,
melihat Dia dalam peranNya sebagai korban dan imam bagi semua orang yang
mengakui Dia sebagai Tuhan, dan mende-ngarkan Dia ketika Dia mengundang kita
bekerja sama dengan Dia dalam menyelesaikan rencana besar penyelamatan
orang-orang berdosa di Planet Bumi.
--------------------
1 “Setan
menyatakan bahwa manusia tidak dapat memelihara hukum Tuhan. Untuk membuktikan
bahwa mereka dapat, Kristus menjadi manusia, dan hidup dalam ketaatan yang
sempurna, sebagai bukti kepada
makhluk manusia yang berdosa, dan kepada malaikat surga, bahwa manusia dapat memelihara hukum Tuhan
melalui kuasa ilahi yang disediakan dengan
berkelimpahan bagi mereka yang percaya. Untuk menyatakan Tuhan kepada
dunia, untuk mendemonstrasikan sesungguhnya apa yang ditolak oleh Setan,
Kristus dengan sukarela mengambil kemanusiaan, dan dalam kuasaNya, manusia
dapat taat kepada Tuhan… Dia, sebagaimana kita adanya, adalah mengalami
pencobaan musuh. Setan bersuka-ria ketika Kristus menjadi manusia, dan ia
memotong setiap langkahNya dengan segala bentuk pencobaan. Kelemahan dan air
mata manusia adalah bagianNya; namun Dia mencari Tuhan, berdoa dengan seluruh
jiwaNya, dengan seruan dan tangisan kuat; dan Dia didengar dalam ketakutanNya.
Kehalusan musuh tidak dapat mempedayaiNya ketika Dia menjadikan Tuhan sebagai
kepercayaanNya, dan taat kepada firmanNya. ‘Pangeran dunia ini datang,’ kataNya, ‘dan tidak menemukan apapun di
dalam DiriKu. Ia tidak dapat menemukan apapun di dalam DiriKu yang menang-gapi
penyesatannya”—Ellen G. White, Signs of
the Time, 10 Mei 1899.
2 “Kristus tidak berpura-pura dalam mengambil kodrat manusia’ Dia benar-benar
mengambilnya. Dia dalam kenyataannya memiliki kodrat manusia. “Kare-na anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia
juga menjadi sama dengan mereka dan
mendapat bagian dalam keadaan mereka” (Ibrani 2:14). Dia adalah anak
lelaki Maria; Dia adalah keturunan Daud menurut keturunan manusia. Dia
dinyatakan sebagai manusia, bahkan Anak Manusia Yesus Kristus… Melalui
ketaatanNya kepada seluruh hukum Tuhan, Kristus memberikan penebusan bagi
manusia. Ini tidak dilakukan dengan keluar dari Diri-Nya menjadi sesuatu yang
lain, namun dengan meng-ambil kemanusiaan ke dalam DiriNya. Maka, Kristus
memberi manusia suatu keberadaan dari dalam Diri-Nya. Untuk membawa manusia ke
dalam Kristus, untuk membawa manusia yang telah jatuh kepada satu kesatuan
dengan keilahian, adalah pekerjaan
penebusan. Kristus mengambil kodrat manusia se-hingga manusia dapat menjadi
satu dengan kodrat ilahi, dan menjadi lengkap di dalam Dia.”—Ellen G. White, Review and Herald, 5 April 1906.
3 “Pengantaraan Kristus demi manusia di dalam Bait
Suci di atas adalah sangat mendasar bagi rencana keselamatan sebagaimana
kematianNya di salib”-- Ellen G. White, The
Great Controversy, hlm. 489.
4 Istilah “Bait Suci” telah digunakan secara
tepat sela-ma bertahun-tahun oleh umat MAHK bagi Bait Suci kuno dalam Perjanjian
Lama (dan termasuk upacara-upacaranya), bagi Bait Suci surga (dan upacaranya),
bagi gereja Kristen, dan bagi
orang-orang Kristen yang setia yang mengizinkan dirinya menjadi kediam-an bagi
Tuhan surgawi, yang suka “bersemayam … bersama-sama orang yang remuk dan rendah
hati” (Yesaya 57:15). Masing-masing definisi akan dibahas dalam halaman-halaman
selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar